Di Piala Dunia, kita harus bermain selama 90 menit. Dan, kita harus siap bekerja keras menunjukkan kematangan dan kekompakan.Â
~ Roberto Martinez, Pelatih Belgia
Jerman tumbang. Peringkat 1 FIFA ini ditekuk Meksiko. Brasil, peringkat 2, harus rela berbagi angka dengan Swiss (peringkat 6) setelah bermain imbang 1-1.Â
Portugal, peringkat 4, hampir dibekuk Spanyol (peringkat 10) hingga gol ketiga Ronaldo, pada menit ke-88, sehingga laga berakhir 3-3. Kegagalan penalti Messi membuat Argentina, peringkat 5, mesti berbagi angka dengan tim debutan Islandia.Â
Itulah mengapa kita perlu sesekali membaca peristiwa.
Tidak ada yang mudah dalam hidup ini. Ilustrasi laga pembuka yang dialami lima dari enam peringkat teratas FIFA merupakan pertanda dan penanda. Pertanda soal kegagalan, penanda soal kegagalan. Kemungkinan terburuk dan terpuruk selalu mengintai. Belgia menuai pelajaran berharga sebelum menghadapi Panama.Â
Kegigihan saja tidak cukup. Apakah Jerman kurang gigih mengejar defisit gol? Tidak juga. Der Panzer habis-habisan mengepung Meksiko pada babak kedua. Ada tembakan melenceng tipis, ada yang ditepis kiper, ada juga yang dimentalkan tiang gawang. Segigih apa pun kita berusaha, ada kuasa yang bekerja di luar diri kita.
Kesabaran saja tidak cukup. Apakah Argentina kurang sabar? Albiceleste sangat sabar. Mengurung Islandia selama babak kedua, serangan mengalir tiada henti bagai sungai menggempur samudra, tembakan ke arah gawang laksana hujan tumpah. Sesabar apa pun, daya terbaik manusia masihlah sebatas berencana dan berusaha.
Ketenangan saja tidak cukup. Apakah Portugal kurang tenang? Mereka sangat tenang saat diserang dan amat tenang ketika menyerang. Mereka terus bergerak mengejar ketertinggalan, terus beranjak mendekati kemungkinan, dan kemenangan tetap lepas dari genggaman. Setenang apa pun kita, hasil akhir belum tentu sesempurna harapan.