Temannya mendengus. Mulutnya membuka seakan ingin mengatakan sesuatu, tetapi mengatup lagi dan berjalan menjauhi Remba. Tidak ada kata perpisahan, tidak ada lambaian tangan. Remba geleng-geleng kepala. Alangkah banyak orang yang merasa bijak lalu menyuruh orang lain buat ini dan itu, tetapi tidak bersedia mendengarkan saran orang lain. Alangkah banyak orang yang ingin didengar, tetapi malas mendengar.
"Apapun maumu, lakukan saja!"
Mendadak Remba tergelitik. Bukan karena ia ditinggalkan lalu dikirimi pesan, melainkan kebiasaan keliru temannya menggunakan partikel pun. Tatkala partikel pun diserangkaikan dengan kata lain, fungsinya akan menjadi kata sambung. Menjadi jembatan. Menjadi penghubung antar kalimat. Tetapi, itu hanya 12 kata. Dan, apa pun bukan kata sambung.Â
Remba segera menuruti jemari dan otaknya yang gatal.
Selama tidak berfungsi sebagai penghubung, partikel pun harus dipisahkan dari kata yang diikutinya. Berhentilah menyatukan apa yang mestinya dipisah. Apalagi kalau belum muhrim.Â
Ia tersenyum-senyum membaca pesan yang baru saja ia kirim. Namun hatinya belum puas, jemarinya kembali menari.
Hanya ada 12 kata yang partikel pun disatukan dengan kata yang diikutinya, yakni adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, meskipun, maupun, sekalipun, sungguhpun, dan walaupun. Selain itu, pisahkan. Mengapa disatukan? Karena menjadi kata penghubung. Alias menjadi jembatan. Kalau kata itu saja dipisah, bagaimana mereka menghubungkan kalimat atau frasa yang satu dengan yang lain?Â
Berhentilah memisahkan sesuatu yang takdirnya memang harus disatukan, Sobat. Itu jahat. Tidak baik!
Entah mengapa ia merasa puas ketika pesannya sudah terkirim. Hatinya kian puas saat dua tanda centang menghiasi WA-nya.Â
Hari ini dia merasa telah menemukan dirinya. Sebenarnya dia tak ingin mendramatisasi perasaannya, tetapi ia mulai berani mengkritik dirinya sendiri dan mengonfirmasi pangkal ketidakbahagiaannya. Ia berniat mempraktikkan teori yang baru dipahaminya: membahagiakan diri sendiri. Ia tidak ingin mengubah orang yang dicintainya menjadi seperti yang ia inginkan, namun ia juga tak ingin mengubah dirinya menjadi orang lain. Dan, ia mulai dari temannya. Ia merasa telah melepas topengnya. Ia merasa telah memeluk dirinya sendiri, sesuatu yang jarang ia lakukan selama ini.