Semuanya bermula dari pikiran. Dan, Pram sudah mengingatkan kita perkara peliknya bersikap adil sejak dalam pikiran.Â
/3/
Saya penakut. Bukan takut pada tempat angker, keramat, atau berhantu. Saya takut di tempat gelap ada yang tiba-tiba menyerang, memukul, atau membunuh saya. Maklum, masih banyak utang yang belum lunas. Baik utang budi maupun utang materi.Â
Jadi saya takut terkena teror, baik teror fisis maupun psikis. Tentu manusiawi karena saya tidak kebal, mudah digasak senjata tajam, gampang pula diberantak bom. Janggal pula kalau saya mendadak jemawa berkata, "Saya tidak takut melawan teroris."
Maka pikiran menahan saya supaya tidak ikut memajang tagar #kamitidaktakut yang tengah tenar. Lah, saya penakut kok. Dan pikiran saya tidak segoyah kain bendera menahan elusan angin. Tidak, saya tidak bisa ujuk-ujuk jadi pemberani.
Yang tidak boleh takut pada teroris adalah negara. Ya, negara niscaya berani. Hanya dengan itu warga akan terlindungi. Sebagai warga, saya cuma sebatas percaya pada kemampuan negara menghadapi apa saja yang mengancam rasa aman warganya.
/4/
Moga-moga cinta di sanubari kita dipacak bukan dari fondasi yang mudah digoyahkan oleh kebencian dan kemarahan. Damailah selalu duhai anak-anak Pertiwi.
Kandangrindu, 2018