Sejarah demokrasi di seluruh dunia menempatkan Jurnalisme sebagai pembentuk demokrasi. Sebab jurnalis membuat demokrasi menjadi hidup dengan laporan-laporan yang akurat dan terpercaya. Tugas jurnalisme belum selesai sampai demokrasi kita benar-benar setara.
Jumlah wanita dan pria tidak berimbang di mana jumlah pria yang duduk di DPRD (I dan II) dan DPR lebih banyak dari kaum wanita. Hal ini mengakibatkan keputusan-keputusan di lembaga-lembaga negara tersebut belum menguntungkan kaum wanita.
Tetapi kita tidak boleh pesimis. Lihat saja kondisi kita menginjak 78 tahun kemerdekaan Indonesia. Gerakan literasi telah hidup di mana-mana di Indonesia. Gerakan literasi yang amat bergiat telah menimbulkan banyak harapan baru. Lega rasanya menyaksikan orang-orang di terminal, sekolah dan lokasi-lokasi yang ramai duduk sambil membaca berita-berita di Media Sosial sambil terlibat juga mewartakan berita-berita. Inilah harapan besar bagi kita saat ini.
Sehingga dalam regulasi, kita perlu memikirkan kerja sama yang menguntungkan antara platform dan pembuat berita. Jika dikalkulasikan income sebuah berita maka pembuat berita hanya mendapatkan keuntungan sekitar 15%. Sebanyak 85% keuntungan diperoleh pemilik platform media.Â
Jika Platform media berjalan sendiri tanpa kontrol ketat pemerintah maka kesenjangan akan terus terjadi. Dalam kondisi keuntungan lebih banyak berpihak pada platform media maka akan terjadi marginalisasi dalam dunia jurnalisme. Â
Cara terbaik untuk saat ini adalah dengan membuat regulasi agar platform harus bertanggungjawab untuk mengatur algoritma agar mendukung peredaran informasi yang kredibel.Â
Mau tidak mau, sasaran regulasi Perpres tentang jurnalisme berkualitas adalah para pemilik platform media. Mereka tidak boleh menyerahkan kebebasan berekspresi 100% kepada para pewarta. Dengan cara platform menghapus konten-konten berita yang telah dijahit dan berpotensi menyebarkan misinformasi yang menyesatkan masyarakat maka kesimbangan bisa tetap dijaga.
Kesimpulan
Untuk menciptakan demokrasi yang berkualitas dan seimbang, pemerintah merasa perlu untuk menggandeng para pemilik platform media. Pemerintah tidak boleh selalu 'menghukum' dan menyalahkan para jurnalis. Sebab tanpa jurnalis adalah tanpa demokrasi dan tanpa demokrasi adalah tanpa kebebasan. Sudah saatnya jurnalisme dicitrakan sebagai pahlawan demokrasi dan pahlawan kebebasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H