Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jurnalisme adalah Pahlawan Demokrasi dan Kebebasan Indonesia

3 Agustus 2023   10:51 Diperbarui: 4 Agustus 2023   21:28 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah demokrasi di seluruh dunia menempatkan Jurnalisme sebagai pembentuk demokrasi. Sebab jurnalis membuat demokrasi menjadi hidup dengan laporan-laporan yang akurat dan terpercaya. Tugas jurnalisme belum selesai sampai demokrasi kita benar-benar setara.

Jumlah wanita dan pria tidak berimbang di mana jumlah pria yang duduk di DPRD (I dan II) dan DPR lebih banyak dari kaum wanita. Hal ini mengakibatkan keputusan-keputusan di lembaga-lembaga negara tersebut belum menguntungkan kaum wanita.

Tetapi kita tidak boleh pesimis. Lihat saja kondisi kita menginjak 78 tahun kemerdekaan Indonesia. Gerakan literasi telah hidup di mana-mana di Indonesia. Gerakan literasi yang amat bergiat telah menimbulkan banyak harapan baru. Lega rasanya menyaksikan orang-orang di terminal, sekolah dan lokasi-lokasi yang ramai duduk sambil membaca berita-berita di Media Sosial sambil terlibat juga mewartakan berita-berita. Inilah harapan besar bagi kita saat ini.

Sehingga dalam regulasi, kita perlu memikirkan kerja sama yang menguntungkan antara platform dan pembuat berita. Jika dikalkulasikan income sebuah berita maka pembuat berita hanya mendapatkan keuntungan sekitar 15%. Sebanyak 85% keuntungan diperoleh pemilik platform media. 

Jika Platform media berjalan sendiri tanpa kontrol ketat pemerintah maka kesenjangan akan terus terjadi. Dalam kondisi keuntungan lebih banyak berpihak pada platform media maka akan terjadi marginalisasi dalam dunia jurnalisme.  

Cara terbaik untuk saat ini adalah dengan membuat regulasi agar platform harus bertanggungjawab untuk mengatur algoritma agar mendukung peredaran informasi yang kredibel. 

Mau tidak mau, sasaran regulasi Perpres tentang jurnalisme berkualitas adalah para pemilik platform media. Mereka tidak boleh menyerahkan kebebasan berekspresi 100% kepada para pewarta. Dengan cara platform menghapus konten-konten berita yang telah dijahit dan berpotensi menyebarkan misinformasi yang menyesatkan masyarakat maka kesimbangan bisa tetap dijaga.

Kesimpulan

Untuk menciptakan demokrasi yang berkualitas dan seimbang, pemerintah merasa perlu untuk menggandeng para pemilik platform media. Pemerintah tidak boleh selalu 'menghukum' dan menyalahkan para jurnalis. Sebab tanpa jurnalis adalah tanpa demokrasi dan tanpa demokrasi adalah tanpa kebebasan. Sudah saatnya jurnalisme dicitrakan sebagai pahlawan demokrasi dan pahlawan kebebasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun