Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat. Roasters Giveaway 2024.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jalan Raya Primer dan Sekunder di Timor, Jejak Kolonial Belanda di NTT

16 Agustus 2022   16:45 Diperbarui: 24 Agustus 2022   16:01 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu ruas jalan raya Kupang-Atapupu yang dibangun dari bekas jalan raya kolonial Belanda di Timor-NTT (Foto: M. Hafil/republica.co.id).

Pada tanggal 17 Agustus 2022, bangsa Indonesia merayakan Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke -77. Di waktu ini, kita layak menengok kembali jejak-jejak kolonial Belanda, utamanya jejak pembangunan jalan raya di Timor oleh kolonial Belanda  di masa lalu. 

Pembangunan jalan raya di masa kolonial Belanda telah menorehkan banyak penderitaan dan pengorbanan rakyat Timor Belanda akibat pemberlakuan wajib kerja paksa. Pembangunan jalan raya zaman Belanda adalah salah satu pusat perhatian politik pembangunan infrastruktur kolonial yang dilakukan Belanda secara besar-besaran selama politik etis di wilayah Keresidenan Timor dan pulau-pulaunya. 

Secara umum semua pembangunan jalan raya di wilayah Timor en Onderhoorigeden dilakukan dengan menggunakan tenaga wajib kerja paksa. Setiap penduduk dewasa wajib kerja paksa tidak lebih dari 30 hari selama 1 tahun. Pembangunan jalan raya dimulai oleh kolonial Belanda pada tahun 1918 sampai dengan sekitar tahun 1935. Pembangunan jalan raya kolonial Belanda ini membutuhkan waktu sekitar 14 hingga 15 tahun.

Salah satu jalan primer Kupang-Atapupu (Foto: detik.com).
Salah satu jalan primer Kupang-Atapupu (Foto: detik.com).

Pembangunan jalan raya kolonial Belanda dari Kupang-Atapupu dilakukan sejauh 275 km. Pada waktu itu, pemerintah kolonial Belanda membagi pembangunan jalan raya atas 2 bagian besar, yaitu: jalan raya primer dan jalan raya sekunder. 

Pembangunan jalan raya primer utama adalah Kupang-Atapupu di masa pemerintahan kolonial Belanda. Jalan raya primer ini disebut Jalan Timor Tengah yang menghabiskan 576.136 gulden namun tidak selesai. Selain itu, pembangunan jalan raya Kupang-Soe sepanjang 72 Paal, sedangkan jalan raya Kupang-Atapupu sepanjang 20 Paal. 

Selain Jalan raya Kupang-Atapupu, pada tahun 1927 dibangun jalan Kupang-Baum (28 km), Kupang-Baumata (12 km), Jalan Soe-Kapan (12 m), Kefamenanu-Wini (45 km) dan Kefamenanu-Noeltoko (30 km). Jalan-jalan raya tersebut di atas disebut jalan raya primer karena terletak di wilayah-wilayah strategis pergerakan kolonial Belanda. 

Pada tahun 1927, Belanda membangun juga jalan sekunder  yakni  Jalan putar Halilulik-Belu Selatan, Tjamplung, Lelogama, Niki-Niki melalui Putain ke Besikama. Jalan raya di Timor-Belanda dibangun sepanjang 414 km baru selesai pada tahun 1935. Selain jalan raya Belanda membangun juga jembatan-jembatan dan bendungan. Kolonial Belanda menyebut jalan raya sekunder karena jaur-jalur jalan raya itu menghubungkan wilayah-wilayah pedalaman Timor-Belanda. 

Selesainya pembangunan jalan raya mendatangkan banyak dampak positif, antara lain: transportasi menjadi lancar. Jarak Kupang-Atapupu dapat dilalui dengan mobil selama 17 jam saja. Dengan transportasi yang lancar maka distribusi barang-barang produksi meningkat. Dampak positif pembangunan jalan raya lainnya selama politik etis Belanda di Timor adalah mulai meningkatkanya jumlah pendirian sekolah-sekolah kolonial dan meningkatnya jumlah para peserta didik. 

Foto masa setelah selesai perang dunia II di hutan jati Nenuk (Sumber foto: indischherinneringscentrum).
Foto masa setelah selesai perang dunia II di hutan jati Nenuk (Sumber foto: indischherinneringscentrum).

Jika kita menyimak foto milik Indisch Herinneringscentrum di atas, foto memperlihatkan  pemeriksaan pasukan yang dibuat oleh perwira NICA di hutan jati Nenuk. Hutan jati Nenuk diperkirakan salah satu peninggalan masa kolonial di Belu/Timor-NTT. Saat ini hutan jati Nenuk adalah milik negara. Foto mempelihatkan ketika pejabat Administrasi Sipil Hindia Belanda (NICA) mengunjungi Atamboea, Letnan Muurling memeriksa parade tahanan Jepang di Atambua untuk penyerahan Jepang di Timor, Sept. 1945.  Selama masa kemerdekaan RI, peninggalan kolonial Belanda berupa jalan-jalan raya (primer dan sekunder) di Timor- Prov. NTT ini telah menjadi modal paling penting dalam pembangunan nasional. 

Sumber Referensi:

1. Staatblad 1918 No. 70 dan Directurbesluit 19 Agustus 1920 No. 1938/A1. KITLV Manuskript H1112 dikutip I Ketut Ardhana dalam dalam catatan kaki di bukunya Penataan Nusa Tenggara pada Masa Kolonial 1915-1950 (Jakarta: Rajawali Press, 2005).

2. A.J.L Covreur, Memorie van Overgave van den... (1924), hal. 88, seperti kutip I Ketut Ardhana dalam catatan kaki di bukunya Penataan Nusa Tenggara pada Masa Kolonial 1915-1950 (Jakarta: Rajawali Press, 2005)..

3. Pareira, Yanuarius (2021), Foto di Indisch Herinneringscentrum di Den Haag ada Atambua dan Atapupu, www.ntt.pikiran-rakyat.com. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun