Meskipun hidup di kampung-kampung terpencil, sekularisasi sudah lama dengan kuat mempengaruhi irama kehidupan para warga adat. Bahayanya ialah bahwa dengan semakin pesatnya laju sekularisasi, para warga adat memiliki kehidupan yang semakin bebas, temasuk dalam hal seksualitas. Hal itu terjadi apabila peraturan-peraturan positif dalam hidup bersama tidak lagi ditaati secara benar. Berbagai bentuk pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma kesopanan dalam komunitas warga adat adalah masalah-masalah yang tidak boleh dianggap sepeleh.
Sangat menarik bahwa beberapa tahun belakangan ini pemerintah fokus terhadap pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT). Pemberdayaan itu sendiri telah dilakukan sedini mungkin sejak usia Sekolah Dasar (SD) melalui pendidikan formal dan non formal agar kelak mereka dapat diharapkan berkontribusi bagi keluarga, masyarakat, agama, bangsa dan negara. Pemberdayaan para warga adat melibatkan pendekatan lintas sektoral dari lembaga-lembaga agama, LSM dan pemerintah.
Mereka yang berusia lanjut dalam masyarakat adat terpencil sudah sedikit memiliki harapan untuk berpartisipasi dalam pembangunan negara. Hanya saja kelompok-kelompok dewasa sampai dengan lanjut usia juga harus diberdayakan agar menjadi beradab demi meningkatkan kualitas warga desa. Akibat kurang mendapatkan bimbingan, bahaya-bahaya negative bisa terjadi. Kelompok orang-orang dewasa juga harus diberdayakan agar tidak berperilaku menyimpang dalam hal moral dan kesusilaan.
Dalam banyak kasus hukum, pelanggaran norma kesusilaan dalam Komunitas Adat Terpencil (KAT) malahan dilakukan oleh para kakek yang sudah lanjut usia. Sebaiknya penanganan masalah pelanggaran norma kesusilaan pada Kemunitas Adat Terpencil (KAT) bukan hanya dilakukan sesuai norma adat istiadat setempat, tetapi juga harus sesuai dengan norma hukum dan agama yang berlaku.
Dalam masyarakat adat terpencil, pelanggaran norma kesusilaan dan kesopanan berimplikasi secara luas dan mempengaruhi peri kehidupan warga desa. Halangan-halangan untuk mencapai kesejahteraan sosial dalam keluarga diakibatkan oleh pelanggaran-pelanggaran norma kesusilaan dan norma kesopanan oleh individu sendiri dalam komunitas masyarakat adat.
Sejak dahulu pelanggaran norma kesusilaan dan norma kesopanan membuat kesejahteraan sosial para warga adat cenderung semakin susah. Apabila pelanggaran norma kesusilaan dan norma kesopnan menurun dan nihil, para warga menjadi semakin sejahtera. Apabila pelanggaran kesusilaan dan kesopanan tidak diselesaikan secara benar sesuai norma adat maka para pelaku pelanggaran mengalami marginalisasi.
Banyak kali terjadi banyak pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma kesopanan di antara Komunitas Adat Terpencil (KAT) diselesaikan oleh Komunitas Adat sendiri, seperti: temukung/dato/kepala dusun dan para tokoh adat.
Dalam penyelesaian masalah pelanggaran norma kesusilaan dan norma kesopanan, para pelaku diberikan denda-denda adat yang besarnya bervariasi, mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 25 juta dengan denda kain adat dan sapi. Penyelesaian denda adat akibat tindakan-tindakan yang melanggar norma kesusilaan dan norma kesopanan hanya berupa denda-denda adat saja. Demi kesejahteraan sosial, sebaiknya penyelesaian atas kasus-kasus pelanggaran norma kesusilaan dan norma kesopanan tidak hanya melibatkan lembaga adat, tetapi juga lembaga agama, lembaga kepolisian dan aparat penegakan hukum.
Salah satu kelemahan besar lembaga adat ialah bahwa lembaga adat tidak memberikan pembinaan sosial kepada para pelanggar norma adat setelah menjatuhkan sanksi-sanksi adat. Sedangkan lembaga hukum melalui Lembaga Pemasyarakatan (LP) memberikan pembinaan sosial selama para pelanggar hukum menjalani sanksi hukum. Sangat diharapkan setelah selesai menjalani sanksi hukum, para pelaku bisa bekerja dan mengembangkan bakatnya di masyarakat dalam hidup normal.
Meskipun pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan adalah sangat positif, tetapi banyak warga adat memilih penyelesaian masalah pelanggaran norma kesusilaan dan norma kesopanan dengan cara-cara pengadilan adat.
Dalam pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT), para warga dihimbau untuk menjauhi diri dari berbagai pelanggaran norma-norma dalam masyarakat adatnya agar mereka dengan tenang dapat mengisi hidup mereka dengan segala kegiatan positif, dapat membangun diri secara lebih beradab dan berkontribusi bagi masyarakatnya bahkan hingga ke tingkat nasional. Ini hanya dapat terjadi apabila pendekatan pembangunan yang menekankan kesejahteraan sosial bagi Komunitas Adat Terpencil (KAT) diimbangi dengan kesadaran para warga adat sendiri.