Sejak saat itu Taran selalu berceritera tentang kisah perjuangan mereka sampai ke wilayah Indonesia. Taran dan keluarganya ditangkap aparat dan di bawah ke Indonesia. Ia dan adik-adiknya disekolahkan.
Bekas-bekas perjuangan fretelin yang pernah di badannya masih tetap terasa. Saya menafsir bahwa Taran yang berbadan kecil namun tegap itu adalah bekas pejuang Fretelin. Mungkin dia direkrut sebagai tentara anak-anak dan ikut berjuang di hutan dengan memakai pakaian pandu Portugal. Kemungkinan sang pejuang itu adalah pelajar SD saat konflik terjadi. Anak-anak SD juga diambil oleh Fretelin dan diberi seragam pandu sebagai tentara.
Bersama keluarganya, Taran mengungsi ke Indonesia. Perjalanannya menuju ke Indonesia adalah perjalanan paling buruk. Karena selain dihadang oleh pesawat udara, mereka juga dihadang oleh tentara dan simpatisan fretelin. Setelah berjuang siang malam, akhirnya mereka selamat tiba di Indonesia.
Selama sepanjang saya berada di SD saya tidak cukup sadar untuk menceriterakan tentang Taran dengan fotonya itu kepada siapapun bahwa Taran memiliki foto pejuang Fretelin di sakunya. Saya pikir mungkin Taran memiliki keinginan untuk kembali berjuang di hutan lagi.
Sekitar tahun 1984, kelas kami naik ke kelas V. Di kelas itu Taran sudah tidak ada lagi. Saya mendengar dari teman saya Bernardus Seran bahwa Taran sudah kembali bersama keluarganya ke Timor-Timur. Nasib Taran selanjutnya saya tidak tahu lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H