Pasar tradisional memiliki nilai-nilai yang tetap lestari. Meskipun kebiasaan penjualannya tetap sama, yakni: menggelar tikar di tanah tetap pasar tradisional tetap ada di hati para warga. Para warga datang menjual barang-barang mereka dari hasil-hasil kebun, ladang dan sawah serta ternak-ternak mereka.
Sekarang ini kredit kecil sudah identik dengan rakyat kecil. Bisnis rakyat kecil yang mendapatkan kredit kecil harian ini dilakukan di pinggir jalan saja. Para pengunjungnya adalah orang-orang kecil juga. Hukum alamnya bisnis orang kecil dilakukan untuk orang kecil juga. Bisnis orang kecil mencari orang kecil juga.
Faktor pendidikan menentukan besarnya dana yang dipinjam. Semakin kecil pendidikan, semakin kecil dana yang dipinjam melalui koperasi-koperasi. Koperasi-koperasi kredit harian didesain untuk para warga desa yang rata-rata berpendidikan SMP ke bawah. Bahkan banyak yang tidak mengeyam pendidikan yang wajar. Mereka hanya tahu baca dan tulis secukupnya saja.
Jasa pedagang kecil ini memang terlihat luar biasa. Mereka tetap setia bekerja dan melayani masyarakat meskipun dalam kondisi keterbatasan fasilitas. Mereka adalah orang-orang yang setia terhadap tugas mereka. Mereka adalah para pahlawan yang dalam ketenangan terus mengukir kebajikan bagi bangsa.
Hampir sepanjang tahun sejak tahun 2010, dalam perjalanan ke SMA Kristen Atambua dengan sepeda motor Revo, saya sering menyinggahi bengkel-bengkel motor di pinggir jalan yang melayani secara cepat perbaikan motor. Jika saya menghitung, ada Om Tazan, Om Dus, Om Marsel Baba, Om Kobus, Om Demus, dll. Mereka mengelola bengkel motor di pinggir jalan yang terletak di sudut dekat got pada samping jalan raya umum.
Puluhan ribu warga NTT kini menggantungkan harapan mereka pada kredit-kredit harian seperti om Tasan. Kredit harian adalah alternatif pilihan paling populer bagi para pengusaha kecil seperti om Tasan. Seperti om Tasan, para warga umumnya menyadari bahwa dengan modal pinjaman dari koperasi kredit harian itulah, para warga membangun ekonomi rumah tangga mereka, meskipun bunganya mencekik leher.
Sudah lama koperasi kredit kecil beroperasi di tengah-tengah setiap desa dan pinggiran kota. Pelbagai koperasi kredit harian yang menawarkan pinjaman dalam jangka waktu tertentu untuk dibayar secara cicilan setiap hari. Tenu saja, sebagai sebuah fenomena sosial-ekonomi, koperasi kredit harian adalah produk  situasi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat desa dan kota pada masa kini.
Para warga di Indonesia pasti akrab dan mengenal koperasi kredit harian karena para warga umumnya tahu dan menggunakan jasa mereka untuk mendapatklan modal ringan dengan membayar angsurannya setiap hari. Koperasikoperasi kecil ini menyasar para warga kecil yang kesulitan uang untuk modal usaha. Sasaran koperasi-koperasi ringan harian ini adalah para warga kecil di desa-desa dan di wilayah pinggiran kota.
Koperasi kredit ringan ini memberikan pinjaman mulai dari Rp 100 ribu hingga maksimal Rp 5 juta. Jika nasabah mendapatkan kredit Rp 1 juta, dengan jangka waktu pembayaran cicilan selama 1 bulan, maka setiap hari para nasabah harus membayar Rp 40.000. Jadi selama sebulan, nasabah membayar Rp 1.200.000. Â Sehingga 'Koperasi' kredit ringan itu mendapatkan untung Rp 200 ribu selama sebulan.
Sebagai jaminan kredit, para nasabah hanya memberikan KTP dan KK sebagai jaminan. Setelah itu, mereka mendapatkan kredit dan langsung mulai bekerja. Setelah sehari, para penagih selalu datang, biasanya sore hari untuk menagih uang kredit harian.
Sebagai markas, kelompok koperasi ini biasanya menyewa sebuah rumah untuk tempat mereka mangkal dan menyusun tata organisasi. Kebanyakan mereka adalah para penagih uang cicilan harian bagi nasabah yang membayar cicilan harian. Setiap kelompok pengelola koperasi tampaknya dikoordinasi oleh seorang 'senior" koperasi dan beberapa admin. 'Senior' koperasi itu memimpin dan mengorganisasi banyak penagih cicilan harian.
Para penagih dari koperasi kredit harian selalu menagih dari para nasabah setiap hari. Pada setiap malam, para penagih berkumpul dan membuat evaluasi. Biasanya para penagih koperasi itu makan dan tidur bersama di rumah sewaan. Mereka makan bersama dan esoknya mereka melakukan tugas sesuai dengan pembagian tugas.
Saya pernah menelusuri untuk mengetahui dari sumber mana para pemberi kredit koperasi kecil harian ini mendapatkan dana. Ternyata mereka bersandar pada koperasi-koperasi besar yang sudah mapan berdiri, termasuk koperasi-koperasi milik TNI dan Polisi, dll. Koperasi-koperasi besar milik institusi kuat di Indonesia telah memberikan modal kepada para pengurus koperasi untuk mereka kelola di desa-desa. Selanjutnya para pengelola itu memberikan kredit ringan supercepat yang dibayar setiap hari kepada para warga yang berminat.
Kehadiran koperasi-koperasi kredit kecil di desa-desa dan wilayah-wilayah di pinggiran kota itu memang menjawab kerinduan para warga terhadap modal kecil. Sejauh ini tidak ada banyak keluhan dari para penerima kredit kecil semacam itu. Sehingga saya mengambil kesimpulan bahwa semua pihak terlihat senang dengan cara koperasi memberikan kredit uang cepat semacam itu. Para pemberi kredit dan para warga penerima kredit merasa puas dengan cara demikian.
Faktor-Faktor PenyebabÂ
Faktor-faktor penyebab adanya koperasi-koperasi yang menyediakan kredit kecil, ialah:
(a). Pasar rakyat adalah sebuah tradisi ekonomi-kultural dalam masyarakat tradisional. Bagi warga, geliat ekonomi harus dilakukan tiap hari untuk dapat hidup. Sehingga tidak mengherankan bahwa di NTT, meskipun warga tidak ada uang, mereka tetap pergi ke pasar tradisional setiap hari atau pada hari tertentu dalam seminggu.
(b). Pasar tradisional mingguan adalah sarana sosialisasi dan pergaulan. Setelah seminggu lamanya bekerja di kebun, mereka bertemu di pasar sekali seminggu untuk bertukar informasi dan merasakan kegembiraan bersama.
. Keinginan para warga dalam membangun usaha kecil dengan sangat cepat, misalnya: penjualan panganan ringan (kripik, kue, Aqua, roti, permen, rokok,dll), bengkel motor, pertanian, peternakan, dll. Usaha-usaha kecil ini membutuh modal kecil yang secepatnya dicairkan dan dibayar. Cicilan kredit harian itu selalu ditagih para petugas koperasi kredit harian setiap hari. Penagihan kredit harian itu biasanya terjadi sekitar jam 05.30 sore. Jika nasabah berusaha dan berdagang dengan tertib dan sungguh-sungguh disiplin maka kredit cicilan itu bisa dibayar secara tuntas lalu mengambil kredit kecil lagi. Dengan demikian mereka bisa membangun usaha secara cepat dan tidak perlu membuang waktu dan tenaga untuk mengurusi kredit di bank-bank.
(d). Gejolak pada warga untuk mendapatkan kredit kecil dapat dipenuhi. Kredit kecil dengan cara mencicil harian ini sebagai cara pemberi kredit untuk bisa meredam keinginan kuat para warga untuk meminjam uang di bank-bank.
(e). Para wanita dan pria rumahan memilih kredit harian dari koperasi-koperasi untuk membuka usaha kecil demi mengatasi kehidupan ekonomi mereka setiap hari.
(f). Faktor kebutuhan rumah tangga yang mendesak seperti makan-minum dan uang untuk biaya pendidikan bagi anak-anak sekolah menyebabkan mereka mengambil kredit harian dengan cara ini untuk membangun usaha.
Kesimpulan
Para warga yang menjual di pasar tradisional di Provinsi NTT mungkin sulit mendapatkan kredit berupa: Kredit Usaha Rakyat (KUR). Fakor penyebabnya ialah para papalele kurang bersatu. Mereka berjuang sendiri-sendiri dan tidak membangun jaringan kerja sama dengan sesama papalele. Asosiasi Pedagang Tradisional Papalele yang kuat benar-benar belum terbentuk. Seharusnya asosiasi pedagang tradisional memperjuangkan penyaluran KUR di bank-bank yang ditunjuk pemerintah.
Pemunculan kredit-kredit cepat harian menunjukkan bahwa bank-bank masih sulit menjangkau para warga. Bank-bank memiliki prosedur dan seleksi secara ketat untuk mengucurkan dana KUR. Padahal kebutuhan warga terhadap penyediaan modal kecil tidak dapat ditunda.
Koperasi-koperasi kredit ringan supercepat mengambil kesempatan ketika para pedagang tradisional tidak bersatu dan tidak memiliki Ssosiasi Pedagang Tradisional yang memperjuangkan nasib hidup mereka. Sehingga para pedagang tradisional terancam taat buta dan tunduk buta terhadap kredit-kredit harian yang diberikan oleh koperasi-koperasi.
Para warga memiliki pengetahuan terbatas tentang perkembangan kredit-kredit usaha rakyat. Padahal jika para warga cerdas, mereka dapat mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada salah satu bank terdekat untuk mendapatkan kredit tanpa bunga dengan plafon pinjaman maksimal Rp 25 juta dan batas waktu 3 tahun. Dana KUR dikembalikan tanpa bunga. Bunga pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) ditanggung oleh pemerintah.
Bank-bank tidak boleh mempersulit proses pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh para warga. Seharusnya nama-nama penerima kredit diberikan oleh Kepala Desa atau Lurah. Sehingga di bank-bank hanya menerima berkas-berkas para pemohon Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Kepala Desa atau Lurah setempat. Tidak harus ada seleksi lagi oleh bank-bank penyalur KUR.
Tentu saja tidak semua permohonan kredit milik para warga kecil dijawab oleh bank. Para warga kecil yang tidak terpilih sebagai penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR), akan berlari ke koperasi harian. Sehingga koperasi harian tetap menjadi salah satu solusi untuk kredit ringan. Meskipun memiliki bunga yang mencekik leher, kredit ringan milik koperasi-koperasi harian tetap diminati para warga kecil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H