Pandemi Covid-19 adalah badai intelektual terhebat dalam dunia masa kini. Ketika banyak manusia tanpa citra adalah para korbannya. Hal ini membuktikan bahwa manusia adalah citra dari opininya. Ketika manusia harus hidup dari opini-opini, opini-opini warganet mempengaruhi cara berpikir dan bertindak massa.Â
Sangat menggembirakan bahwa pelbagai bantuan langsung tunai yang diberikan pemerintahan Presiden RI Joko Widodo selama Pandemi Covid-19 kepada para warga Indonesia adalah luar biasa. Secara faktual, pemerintah telah dipandang amat peduli kepada penderitaan rakyat. Bantuan-bantuan pemerintahan Presiden RI Joko Widodo kepada para warga telah mengakibatkan munculnya banyak opini positif dan sehat tentang pemerintah. Opini sehat tentang pemerintahan Presiden Joko Widodo selama masa karantina Pandemi Covid-19 adalah prestasi luar biasa.
Akibat Opini Menakutkan Pandemi Covid-19
Dalam dunia internet ini, pembuat opini adalah rajanya. Opini adalah ide dari akal budi pasif manusia yang sangat berpengaruh dalam aktivitas akal budi aktif manusia dalam berkarya. Sehingga apabila manusia membangun opini sehat dan positif, maka aktivitas akal aktif manusia menjadi sehat dan positif juga.
Pada awal Pandemi Covid-19, pelbagai opini global menakutkan tentang Pandemi Covid-19 menyebabkan ketakutan global yang sangat parah. Akibat opini demikian maka ketakutan global telah muncul dan menyebabkan ekonomi dunia memudar.
Opini menakutkan tentang Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi para nasabah untuk tidak bisa lagi membayar angsuran kredit di bank-bank. Bagi para pekerja swasta, selama masa karantina, penghasilan tidak ada lagi kecuali para PNS. Atas pengaruh opini, para pekerja swasta mulai dari para pekerja kecil hingga menengah tidak bisa secara rutin membayar angsuran kredit bank.
Pemberlakuan Pandemi Covid-19 secara global berlangsung di ruang pelbagai opini di media online. Kesehatan adalah faktor 'sangat penting' untuk kebahagiaan manusia di dunia. Sehingga ancaman terhadap kesehatan secara global membuat manusia merasa tidak ada guna membangun opini sehat untuk mengimbangi "laporan buruk" tentang akibat Pandemi Covid-19 sebagai ajakan untuk siap-siap, sebagai sebuah alarm.
Di saat-saat akhir masa karantina ini, opini-opini sehat di pelbagai media online sangat dibutuhkan. Dengan cara ini pemulihan ekonomi dapat dilakukan.
Sebelum Pandemi Covid-19
Sebelum Pandemi Covid-19, ekonomi sudah menunjukkan tanda-tanda kurang sehat. Salah satu faktornya ialah kurangnya tenaga kerja produktif yang bekerja dan tinggal di desa-desa. Para tenaga kerja berpindah ke luar daerahnya untuk mencari devisa. Sebagai pendidik, saya mengetahui bahwa dana untuk pendidikan bagi beberapa siswa dan para mahasiswa berasal dari dana yang dikirim oleh keluarga-keluarga yang sedang bekerja di luar negeri dan luar pulau.
Dalam hal ini, para tenaga kerja produktif di luar negeri adalah para pahlawan devisa negara. Mereka memilih hijrah dan bekerja di luar negeri seperti: Malaysia, dll demi membiayai pendidikan putera-puteri atau keluarganya. Juga mereka memilih hijrah ke pulau-pulau lain, seperti: Kalimantan, Sulawesi, Papua, dll untuk bekerja dan mengais rezeki.
Para warga yang tinggal di desa-desa mendirikan kios dan mengusahakan pertanian dan peternakan. Para warga juga berdagang dalam skala kecil (papalele). Di desa-desa dan kota-kota, kita bisa menyaksikan kios-kios mungil berada di samping rumah penduduk. Apakah Kios itu sering macet atau tetap panjang umur atau laku keras?
Jika kita menjawab dengan jujur, kios-kios yang berada di pojok halaman atau di samping rumah kita serta di terminal-terminal bus dan di pinggir jalan sering mengalami kemacetan. Peribahasa yang menggambarkan kehidupan kios-kios mungil tanpa surat ijin adalah: seperti mati segan, hidup tak mau. Kemacetan dan problematika yang dihadapi kios-kios menggambarkan arus pembayaran angsuran kredit rakyat yang sering macet.
Jika sering macet atau mati-hidup, kita perlu meneliti faktor-faktor penyebabnya mengapa kios-kios sering macet atau mati-hidup? Penyelidikan untuk kasus ini sudah lama dilakukan dan telah menarik minat banyak pakar ekonomi.
Untuk berkembang maju kios-kios tidak hanya membutuhkan modal. Tetapi kios-kios membutuhkan perlindungan hukum dan penciptaan kondisi kesehatan global yang baik. Jika kita mengharapkan tambahan modal untuk usaha baru tidak mudah karena biasanya modal disediakan oleh koperasi-koperasi dan bank-bank saja.
Sehingga untuk mendapatkan modal usaha, kita harus meyakinkan Koperasi dan bank yang mempunyai produk keuangan agar mereka bisa memberikan kita pinjaman sesuai yang kita inginkan.
Jauh sebelum Pandemi Covid-19, saya pernah 2 kali mengajukan kredit kecil untuk modal usaha. Awalnya saya ingin membangun usaha kios dan peternakan sapi dan babi. Bantuan itu mulai bertingkat dari kecil. Pada awalnya pencairan dana itu berjalan mulus. Karena saya memberikan  jaminan penghasilan pasti per bulan. Pencairan kredit oleh bank BRI dilakukan pada no. rekening baru sehingga saya bisa mengambilnya sewaktu-waktu pada saat saya membutuhkannya.
Faktor penyebab modal usaha melalui kredit sering macet memiliki pedasarannya pada roda kehidupan ekonomi dalam bentuk kios-kios yang ada. Sebab umumnya modal untuk mendirikan kios diperoleh dari kredit-kredit skala kecil dari bank-bank dan koperasi-koperasi. Koperasi-koperasi kredit rakyat kini menjangkau pelosok-pelosok kampung terpencil.
Koperasi-koperasi kecil memberikan pinjaman ringan dengan angsuran dibayar setiap hari. Kios-kios merupakan motor ekonomi warga.Tetapi kondisi kios-kios umumnya mengalami seperti apa yang dikatakan sebuah peribahasa melayu: seperti mati segan, hidup tak mau.
Jaminan kredit modal kecil, para warga bisanya berupa sertifikat tanah. Dengan jaminan ini, bank memberikan kredit kecil dengan platfon pinjaman mulai dari Rp 1.000.000.
Sekitar tahun 2010, saya pernah mengajukan kredit modal kecil dengan 2 kali pinjaman. Pinjaman awal mencapai Rp 5 juta. Pinjaman Rp 5 juta berhasil saya tuntaskan. Setelah menuntaskan pinjaman Rp 5 juta, saya mengajukan kredit dengan plafon pinjaman mencapai Rp 30 juta. Tetapi saat itu bank hanya memberikan kepada saya pinjaman sebesar sekitar Rp 25 juta.Â
Menginjak masa akhir pembayaran angsuran kredit saya di bank, saya mengalami kesulitan mengembalikan pinjaman bank BRI dengan kalkulasi pinjaman tersisa di bank BRI saat itu sebesar Rp 6-7 juta. Pada tahun 2015, sapi-sapi mengalami ancaman penyakit misterius, tapi beruntung saya jual sebelum penyakit misterius itu menyerang. Hasil penjualan itu hanya menutupi modal pembelian. Selama usaha peternakan, biaya pembelian pakan bagi ternak sapi hampir sepadan dengan biaya pembelian ternak sapi. Orang-orang yang membantu saya telah menuntut pembayaran dengan harga berlaku normal.
Kemacetan kios kecil di samping rumah diperparah dengan menurunnya pendapatan di tempat kerja. Sementara itu hasil pertanian dan perkebunan menurun. Peternakan menjadi lumpuh setelah setelah diserang penyakit misterius. Krisis-krisis ini ditutup dengan Pandemi Covid-19.
Devisa luar negeri atau luar daerah akan tetap jadi primadona. Kios-kios masih tetap menjanjikan. Peternakan dan pertanian harus tetap sebagai andalan ekonomi. Gotong royong harus sebagai modal dasar dalam kebangkitan ekonomi. Kita harus membangun daya kritis untuk perubahan hidup ke arah yang lebih baik dengan mengembangkan daya cipta pribadi terhadap industri kerajinan dan tenunan rakyat. Hal yang sangat perlu ialah kita harus mengalami perubahan mental dan cara berpikir ke arah kemajuan. Untuk semua keberhasilan itu, kita harus membangun komunikasi yang berhasil.
Mari Bangun Opini Positif
Stimulus pemerintah terhadap para warga dalam bentuk bantuan token listrik gratis oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo selama karantina Pandemi Covid-19 dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) harus membuat kita sebagai warga untuk membangun opini positif tentang Pandemi Coronavirus (Pandemi Covid-19). Hanya dengan membangun opini positif dan sehat pasca Pandemi Corona, pembatasan sosial cepat dicabut dan ekonomi bisa pulih kembali.Â
Pandemi Covid-19 adalah badai besar yang sedang melanda kehidupan umat manusia global. Hanya dengan opini sehat, kita bisa keluar dari badai besar yang disebut Pandemi Covid-19. Tentang badai intelektual ini, filsuf Plato pernah mengatakan, "Philosophie bietet mir einen Hafen, während ich sehe andere mit den Stürmen kämpfen", artinya: Filsafat menuntun saya menemukan sebuah pelabuhan, sementara itu banyak orang masih bergelut dengan badai. (*).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H