Dalam konteks ini, menurut Aristoteles, manusia harus didukung oleh negara dalam perjalanan hidup mereka. Negara mendidik para warga untuk membiasakan diri mereka dengan hukum-hukum kebajikan. Negara harus mendidik warganya taat hukum dan membuktikan fakta bahwa aturan dalam negara itu dapat membuat manusia menjadi baik dan berbudi luhur.
Lalu bagaimana manusia bertindak agar menjadi bajik? Pertanyaan ini bagi Aristoteles, adalah sangat penting, "karena manusia tidak meminta untuk mengetahui apa itu kebajikan, tetapi agar manusia harus menjadi bajik, karena jika manusia tidak menjadi bajik, maka manusia tidak bisa menggunakan kebajikan."
Terhadap pertanyaan-pertanyaan ini, Aristoteles menemukan dua jawaban dan pedoman tentang jalan menuju kebajikan etis, yaitu:Â
Pertama, manusia harus bertindak dengan wawasan yang benar.
Kedua, tindakan manusia tidak boleh didasarkan pada kelebihan dan atau kekurangan. Karena kelebihan dan atau kekurangan itu berbahaya pada tingkat kebajikan. Contohnya ialah olahraga. Kehati-hatian yang terlalu banyak atau terlalu sedikit (sebagai kebajikan etis) adalah sama berbahayanya dengan terlalu banyak atau terlalu sedikit berolahraga.Â
Bagi Aristoteles, tindakan yang tepat  adalah jika manusia menciptakan kesehatan yang baik, ia harus meningkatkan kesehatan dan menjaga kesehatannya. Sebab hal-hal itu adalah sama dengan kehati-hatian, keberanian dan kebajikan lainnya. (*).
Sumber:
(1). Meiner, Felix. (1985). Aristoteles: Nikomachische Ethik. Hamburg (bersetzer: Eugen Rolfes).
 (2). Rotter, Tim. (2002).Der Weg zur Tugend ist der Weg zur Mitte - Die Mesotes-Lehre von Aristoteles. https://www.hausarbeiten.de/document/38009, diakses pada 29 Juli 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H