Hari ini salah satu sastrawan besar dunia, asal Indonesia, Prof. Dr. Sapardi Djoko Darmono mangkat. Sapardi Djoko Damono adalah sastrawan, guru besar sastra, kreator dan intelektual yang sudah berjaya di jagat budaya dan sastra dunia.Â
Dunia sastra dunia khususnya Indonesia berduka. Sosok sastrawan seperti Sapardi Djoko Damono adalah amat langka. Sebagai sastrawan, ia sebenarnya adalah seorang filsuf. Menurut Aristoteles, gaya tulis seorang sastrawan selalu dipenuhi gaya bahasa metafora. Hal ini terbukti dalam diri Sapardi. Selama hidupnya dia bergelut dengan gaya bahasa, ritme dan harmoni. Ia mewariskan banyak karya besar untuk Indonesia. Seorang filsuf hanya dapat dimengerti dari dunia pikirannya. Dunia pikiran Sapardi Djoko Damono dapat dibaca dari karya-karyanya  melalui tafsir hermeneutik filsafat yang memerlukan perhatian.Â
Pada tahun 2017 lalu, karya novel Sapardi Djoko Damono berjudul Hujan Bulan Juni  didiskusikan secara amat luas. Novel Hujan Bulan Juni dianggap titik acuan untuk memahami pemikiran dan penghayatan filsafat seorang sastrawan Sapardi Djoko Damono. Di dalam Novel itu, Sapardi banyak bergelut dengan kebathinan Jawa. Novel Hujan Bulan Juni adalah novel yang memiliki banyak makna dengan pemikiran tentang dunia takdir yang dikemas dalam nuansa romantisme yang kental. Â
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono adalah seorang pakar dan penggelut budaya Jawa. Ia lahir dan dibesarkan dalam budaya Jawa. Sehingga kebathinan Jawa berpengaruh besar dalam hampir semua karya-karya sastranya termasuk novel Hujan Bulan Juni. Ia berhasil mengubah pemikiran tradisional budaya Jawa ke dalam bentuk-bentuk budaya baru yang dinamis. Dalam novel Hujan Bulan Juni, Sapardi Djoko Damono melakukan tranformasi budaya Jawa ke dalam bentuk-bentuk baru yang bersifat universal.Â
Ajaran tentang nasib manusia dimengerti dalam hukum sebab akibat, yakni: segala sesuatu memiliki sebab, jika sebab hadir maka akibatnya akan menyusul. Kehadiran seorang individu di dunia dihasilkan oleh pengaruh nenek moyang yang dikandung oleh ibunya dan juga adalah pengaruh lingkungan di mana dia lahir.Â
Filsuf Gadamer mengatakan bahwa budaya adalah intipati kerohanian. Seorang penafsir budaya adalah pencipta kembali budaya baru ke bentuk-bentuk baru yang universal. Hari ini dunia sastra Indonesia berduka sebab pujangga kenamaan Indonesia Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono telah meninggalkan kita. Kita yakin bahwa melalui karya-karya besar yang dia torehkan semasa hidup, Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono akan tetap dikenang. Ia tidak pergi, ia tetap hidup meskipun hanya secara rohaniah.Â
Selama ziarahnya hidupnya di dunia, Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono telah menyelesaikan banyak karya besar dalam diam. Ia  memberikan kesaksian nyata selama hidupnya terhadap kebenaran kalimat yang pernah diucapkan Lao Tzu, "Diam adalah sumber dari kekuatan yang luar biasa.". (*).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H