Karya akal harus berwujud sebab setiap manusia di dunia ingin hidup dari karya akalnya. Karya akal membuat manusia berada dalam zona kenyamanan. Manusia harus merealisasikan akal untuk menjadi pencipta barang/seni yang sukses. Ia tidak butuh waktu, ruang dan dana yang besar.
   Tingkat tertinggi dari pencapai akal manusia adalah keahlian mencipta. Banyak orang berhasil menjadi pencipta sukses, tapi lebih banyak orang gagal. Kemampuan sebagai pencipta memerlukan kolaborasi dalam team. Selain itu pencipta memerlukan kemampuan berkomunikasi. Banyak pencipta seni menjadi sukses setelah berhasil berkolaborasi dan berkomunikasi dengan sesamanya.
   Ciptaan hasil karya akal juga dipengaruhi oleh emosi manusia. Emosi mempengaruhi cara manusia bertindak dan berpikir. Emosi positif bersifat tidak menghancurkan, tidak merugikan, tidak membunuh dan tidak merusakkan. Karya seni yang indah adalah hasil pencapaian emosi. Emosi yang bagus dicapai dengan doa dan meditasi rutin.
   Karya akal, budi dan pencapaian emosi selalu berbeda oleh setiap individu. Karya akal, budi dan emosi memerlukan tindakan. Jika manusia bekerja, maka akal, budi dan emosi berkembang. Rasa indrawi manusia didapatkan dengan sendirinya. Rasa diperoleh dari pancaindra ditambah indra keenam. Sebagai bagian jiwa, rasa adalah anugerah Tuhan yang selalu sama bagi semua manusia: sama rata, sama rasa.Â
   Jadi 'rasa' tidak berfungsi seluruhnya tanpa pencapaian karya akal, budi dan nurani serta hidup berkepatutan. Semakin tinggi karya akal, budi dan emosinya serta semakin tinggi hidup berkepatutan, individu akan semakin mendapatkan kesempurnaan rasa.
Disiplin dan Hidup Berkepatutan Â
   Hidup berkepatutan hanya dicapai jika manusia patuh terhadap peraturan-peraturan. Selagi manusia taat, patuh dan setia terhadap aturan-aturan dalam norma-norma, ia hidup berkepatutan.
   Disiplin hidup adalah norma hidup berkepatutan. Disiplin hidup meliputi: (1). Disiplin waktu (di rumah, tempat kerja/jabatan dan berbagai pertemuan) (2). Disiplin hidup berbicara, bersikap dan berpikir (3). Disiplin hidup menjaga kebersihan (diri, rumah, pakaian, makanan, anggota keluarga, tempat kerja, kota/kampung/desa, masyarakat dan lingkungan) (4). Disiplin berpakaian,  berumah dan makan-minum (5). Disiplin keuangan (hidup hemat, tidak korupsi, menabung).
   Hidup berkepatutan melahirkan rasa. Rasa  membawa manusia kepada pengalaman religius yang membathin. Jadi rasa adalah karya akal, budi dan emosi, tapi juga berasal dari hidup berkepatutan.Â
   Rasa bagi bangsa Indonesia bukan merupakan rasa individu. Tetapi rasa bagi bangsa Indonesia adalah rasa sosial, rasa solidaritas, rasa gotong royong dan kesetiakawanan. Sehingga rasa secara universal ialah rasa asli yang berasal dari ikatan-ikatan emosi kolektif. Itu adalah jiwa bangsa.
   Rasa sosial bersifat aman-harmonis, bersifat solidaritas dan tanggung jawab sosial. Rasa sosial yang harmonis bersifat kolektif dari pribadi (jiwa-badan), keluarga, suku, masyarakat hingga bangsa. Rasa sosial yang harmonis memberikan pesan suka, gembira dan bahagia sebagai hasil perpaduan karya akal, budi dan emosi. Rasa muncul dari pengalaman-pengalaman  dari karya akal, karya budi, emosi dan dari hidup berkepatutan.