Tokoh nasional, Ben Mang Reng Say (1928-2003) adalah putera NTT kelahiran desa Umauta-Sikka-Flores tahun 1928. Kebetulan kampung halaman Ben Mang Reng Say adalah desa tetangga dengan desa Hebing, desa kelahiran ayah saya Mathias Meko tahun 1927.
Pada masa pendidikan Belanda, ayahku memilih masuk Ambachonderwijs. Sedangkan beliau memilih Schacelschol di Ndona-Flores. Warga kedua desa ini adalah kerabat jauh yang memiliki bahasa daerah yang sama. Baik desa Umauta dan desa Hebing di Sikka adalah desa-desa yang pada masa lalu masuk dalam wilayah Kecamatan Bola di Sikka-Flores-NTT. Pada tahun 2007, Kecamatan Bola  dimekarkan  sebagai 2 Kecamatan yakni Bola dan Mapitara. Desa Hebing masuk wilayah Kecamatan Mapitara sejak tahun 2007 sampai kini.
Desa Umauta terkenal sejak dahulu karena kehebatan dalam memproduksi berbagai jenis alat rumah tangga dari tanah liat. Desa Umauta dan Hebing adalah desa-desa yang kaya dengan hasil bumi di Flores.Â
Tokoh Jenius
Ben Mang Reng Say adalah salah satu dari sedikit orang besar Flores yang berhasil berkarier dalam jagat politik Indonesia semasa Orla dan Orba. Namanya telah mendunia. Ia hidup dalam 3 periode yakni periode penjajahan Belanda, Periode penjajahan Jepang dan periode kemerdekaan RI.
Dalam bidang politik, ia berkarier melalui bendera Partai Katolik sejak Pemilu Tahun 1955. Selepas menggondol gelar Drs di bidang hukum dan sospol dari UGM tahun 1956, dia bergiat sebagai PNS pada lingkup pemerintahan dalam negeri. Pemilu tahun 1955 membawa dia sebagai salah satu dari 10 anggota Konstituante dari Partai Katolik.
Dia ditunjuk sebagai Sekretaris Partai Katolik selama tahun 1956-1959. Saat itu ketua Partai Katolik ialah Ignas Yoseph Kasimo. Pada tahun 1964, Ben Mang Reng Say terpilih sebagai anggota DPR GR. Dalam situasi kekacauan pasca G 30 S/PKI tahun 1965, Mang Reng Say terpilih sebagai Wakil Ketua DPR GR. Jabatan prestisius ini diembannya dari tahun 1966-1971.
Integrasi Damai Timor-Timur Tahun 1976
Pada tahun 1975-1976, Ben Mang Reng Say ditunjuk sebagai Dubes RI untuk Portugal. Ia menduduki pos jabatan itu dalam situasi sangat krusial. Pada saat itu politik untuk menggabungkan Timor-Timur ke pangkauan NKRI sedang mencapai puncak.
Dalam kondisi sulit dan genting ini arah perjuangan Ben Mang Reng Say amat menentukan. Bersama Frans Sedha di bawah koordinator Menlu Adam Malik, ia sibuk mempromosikan Integrasi Damai. Langkah Integrasi Damai itu dilakukan dalam Persetujuan Roma tahun 1976.
Hanya beberapa saat setelah persetujuan Roma mengenai Integrasi Damai terjadi penyerbuan militer ke Timor-Timur tahun 1976. Tentu saja, serbuan militer ke Timor-Timur itu bertentangan dengan gagasan Integrasi damai yang diperjuangkannya bersama Frans Sedha.Â
Tentu saja ia tidak menyukai tata cara militer dalam merebut Timor-Timur karena hanya akan membawa korban dan penderitaan. Enam bulan sebelum pindah ke Mexico sebagai Dubes RI di Mexico, Ben Mang Reng membuat laporan berani kepada PBB. Ia melaporkan adanya pelanggaran HAM di Timor-Timur akibat serbuan militer yang menyebabkan 200 orang Timor-Timur tewas. Akibat laporan berani itu, sejumlah perwira militer TNI dihadapkan ke Mahmilub.
Seperti dirilis Media Atmajaya.ac.id (11/11/2017), Ben Mang Reng Say terus memfokuskan diri untuk melakukan penelitian pada insiden Dili, 12 November 1991. Beliau melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut karena beliau merasa hak asasi manusia para mahasiswa tersebut telah dirampas secara tidak adil dan berlebihan. Pasti ada jalan untuk menenangkan para mahasiswa yang melakukan unjuk rasa tersebut tanpa harus menembaki mereka. Selain memiliki rasa kepedulian terhadap hak asasi manusia dan bangsa Indonesia.
Laporan Berani ke PBB Tahun 1976
Laporan korban 200 orang Timor-Timur tewas ke PBB pada tahun 1976 adalah laporan berani. Ini menunjukkan komitmen seorang Ben Mang Reng Say bagi penegakkan HAM di Timor-Timur. Tentu saja ia mencela pembunuhan itu karena melanggar HAM dan persetujuan Integrasi Damai Timor-Timor di Roma tahun 1976. Nama Ben Mang Reng Say patut  dikenang. Seandainya militer menahan diri dengan berpedoman pada Persetujuan Damai Roma tahun 1976, sejarah di Timor-Timur mungkin tidak seperti sekarang.
Selain sebagai politikus nasional, nama Ben Mang Reng Say dikenal sebagai pembela HAM seharusnya lebih dahulu eksis dari pada penerima hadiah Nobel Ramos Horta dan Uskup Belo. Untuk itulah ia patut ditampilkan ke depan untuk mengapresiasi ketokohan salah satu pencetus Integrasi Damai Timor-Timur.***
Sumber:
1.Ben Mang Reng Say di Wikipedia.org (Diakses pada 10 Januari 2019)
2.Ben Mang Reng Say: Pendiri Unika Atma Jaya yang Peduli HAM dan Indonesia Serta Produktif di Situs Atmajaya.ac.id (11/11/2017)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H