Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat.Roasters Giveaway 2024.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Para Tokoh Marga Lay (dari Etnis Han) di Belu-NTT

2 Januari 2019   08:51 Diperbarui: 6 Juli 2021   08:22 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Klenteng Lay di Kupang (Foto: Republica)

Menarik bahwa nama satu-satunya klenteng Cina di NTT yang berada di Kupang adalah klenteng Lay. Boleh dikatakan nama "Lay" merupakan salah satu marga dari etnis Cina Hakka yang berkuasa di Atambua dan Kupang. 

Marga Lay yang melekat pada nama Willibrodus sebagai Bupati Belu, menunjukkan jejak-jejak kepemimpinan Cina dari etnis Hakka bermarga Lay atau Lai di Belu-Timor-NTT. 

Willibrodus Lay adalah salah satu Bupati yang berasal dari etnisitas China. Sebelumnya adalah Bupati Joachim Lopez. Ibu kandung dari Joachim Lopez adalah seorang wanita keturunan Cina-Hakka. 

Baca juga : Mengunjungi Klenteng Tertua dan Terbesar di Malang: Klenteng yang Identik dengan Warna Merah, Mengapa?

Klenteng Lay di Kupang (Foto: Republica)
Klenteng Lay di Kupang (Foto: Republica)
Marga Lay atau Lai adalah salah satu subetnis atau marga dari etnis Hakka atau Han yang berasal dari Cina Utara. Sebelum berpencar ke seluruh dunia, mereka menyebar ke Cina Selatan. Di sana mereka disebut Ke Ran atau migran sebelum menyebut diri sebagai Han atau Hakka. 

Bupati Belu, Willibrodus Lay yang beretnis keturunan Tionghoa di Timor (Foto: Moral Politik)
Bupati Belu, Willibrodus Lay yang beretnis keturunan Tionghoa di Timor (Foto: Moral Politik)
Etnis Han terakhir tiba di Atapupu pada abad 15 atau tahun 1500. Berdasarkan sejarah kolonialisme, etnis Han paling pertama menetap di Atapupu. Sehingga pemerintah kolonial mengangkat dahulu seorang Letnan Cina di Atapupu, kemudian baru di Kupang. 

Jadi di seluruh Belu, etnis Han memiliki basis paling pertama di Atapupu di pesisir pantai utara lalu berpindah ke pedalaman, seperti misalnya di Mandeu dan daerah pedalaman sekitarnya untuk mencari cendana, lilin dan sapi/kerbau. 

Baca juga :Prosesi Ganti Jubah Dewa di Klenteng Kwan Kong

Marga Lay atau Lai di Belu punya hubungan dengan seorang tokoh pemimpin Cina Hakka pertama di Atapupu yang bernama Lay Djoe Lin. Pada zamannya, Lay Djoe Lin adalah seorang kaya yang menguasai perdagangan di Belu, terutama perdagangan sapi antar pulau. 

Lay Djoe Lin diangkat oleh pemerintah kolonial Belanda menjadi Letnan Cina di Atapupu pada tahun 1880. Jadi sejarah Hakka Belu sebenarnya lebih tua dari sejarah Hakka Kupang. Namun berdasarkan kebijakan kolonial Belanda, kemudian Hakka Belu berada di bawah komando Hakka Kupang. 

Setelah itu, oleh karena Kupang telah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat pemerintahan, maka etnis Cina Hakka di Kupang berkembang pesat. Pemerintah Belanda barulah mengangkat seorang Kapten Cina di Kupang yang juga berasal dari Lay pada tahun 1892 yakni Kapten Lay Leon Hie. 

Baca juga : Anjangsana Ketapels, Donasi Sabun Cuci Tangan Cair ke Klenteng Kwan In Thang Tangsel

Kapten Lay Leon Hie diangkat untuk menjadi pemimpin komunitas Cina di Kupang. Kapten Lay Leon Hie membawahi beberapa Letnan, termasuk Letnan Cina di Atapupu yakni Letnan Lay Djoe Lin. 

Bupati Lay berada di tengah-tengah pengurus Hakka pusat di Jakarta tahun 2017 (Foto: hakkaindonesia.or.id)
Bupati Lay berada di tengah-tengah pengurus Hakka pusat di Jakarta tahun 2017 (Foto: hakkaindonesia.or.id)
Bersamaan pertumbuhan kota Kupang yang pesat, maka pada tahun 1902 diangkat Kapten China yang baru yakni Kapten Lay Phi Lan dan seorang Letnan China bermarga Lay yang baru yakni Letnan Lay Soen Long. Jadi semua penguasa Cina di Timor-NTT yang diangkat kolonial Belanda menjadi pemimpin Cina di Timor-NTT memiliki nama marga Lay atau Lai.

Dapat disebutkan juga para tokoh Cina Han yang berperanan sebagai tuan tanah dan pedagang yang kaya. Kerhasilan para wanita Cina mengawini semua raja-raja di Timor membuat etnis Hakka semakin berperanan dan kaya serta membuat mereka masuk istana raja, seperti: menikah dengan Liurai Malaka. Awal mula wanita Cina menikah dengan raja Jenilu di Atapupu. 

Kemungkinan dari Atapupu, etnis Hakka menyebar ke seluruh Timor, khususnya ke pedalaman Timor untuk berdagang dan mencari lilin, madu, peternakan dan cendana serta hasil-hasil bumi.

Mayoritas anak-anak peranakan beralih untuk menjadi para pedagang Cina. Di Halilulik tercatat tokoh-tokoh Cina yang kaya, yang memakai nama Tetum dengan Samara. Marga Samara ini termasuk marga terpandang karena pernikahan wanita Cina-Han dengan raja Naitimu. Tak terhitung para tokoh Cina yang kaya karena berurusan perdagangan hasil-hasil pertanian dan peternakan di Timor-NTT.

Referensi:

1.Mengkaka, Blasius, Kaum Cina Turunan dan Hari Raya Imlek di Belu-NTT (Kompasiana.com/1b3las-mk, 1/2/2014)

2.Regeeringsalamanak voor Nederlands-Indie (Dikutip I Ketut Ardhana dalam Buku Penataan Nusa Tenggara 1915-1950 (Jakarta: Rajawali Pers, 2005)

3. Keturunan Hakka Asal Cina Berkumpul di Kupang (Timorexpress, 11/11/2017)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun