Menarik bahwa nama satu-satunya klenteng Cina di NTT yang berada di Kupang adalah klenteng Lay. Boleh dikatakan nama "Lay" merupakan salah satu marga dari etnis Cina Hakka yang berkuasa di Atambua dan Kupang.Â
Marga Lay yang melekat pada nama Willibrodus sebagai Bupati Belu, menunjukkan jejak-jejak kepemimpinan Cina dari etnis Hakka bermarga Lay atau Lai di Belu-Timor-NTT.Â
Willibrodus Lay adalah salah satu Bupati yang berasal dari etnisitas China. Sebelumnya adalah Bupati Joachim Lopez. Ibu kandung dari Joachim Lopez adalah seorang wanita keturunan Cina-Hakka.Â
Baca juga : Mengunjungi Klenteng Tertua dan Terbesar di Malang: Klenteng yang Identik dengan Warna Merah, Mengapa?
Jadi di seluruh Belu, etnis Han memiliki basis paling pertama di Atapupu di pesisir pantai utara lalu berpindah ke pedalaman, seperti misalnya di Mandeu dan daerah pedalaman sekitarnya untuk mencari cendana, lilin dan sapi/kerbau.Â
Baca juga :Prosesi Ganti Jubah Dewa di Klenteng Kwan Kong
Marga Lay atau Lai di Belu punya hubungan dengan seorang tokoh pemimpin Cina Hakka pertama di Atapupu yang bernama Lay Djoe Lin. Pada zamannya, Lay Djoe Lin adalah seorang kaya yang menguasai perdagangan di Belu, terutama perdagangan sapi antar pulau.Â
Lay Djoe Lin diangkat oleh pemerintah kolonial Belanda menjadi Letnan Cina di Atapupu pada tahun 1880. Jadi sejarah Hakka Belu sebenarnya lebih tua dari sejarah Hakka Kupang. Namun berdasarkan kebijakan kolonial Belanda, kemudian Hakka Belu berada di bawah komando Hakka Kupang.Â
Setelah itu, oleh karena Kupang telah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat pemerintahan, maka etnis Cina Hakka di Kupang berkembang pesat. Pemerintah Belanda barulah mengangkat seorang Kapten Cina di Kupang yang juga berasal dari Lay pada tahun 1892 yakni Kapten Lay Leon Hie.Â