Dalam sebuah kunjungan ke rumah tetangga di desa sebelah, sambil menikmati teh hangat yang disuguhkan tuan rumah, tiba-tiba teman saya mengatakan kepada tuan rumah, "Wah bapak, sudah sukses pantas berbahagia. Anak-anak sudah sukses jadi sarjana dan sudah bekerja pula. Punya rumah bagus dan punya ternak yang banyak. Hidup bapak sekeluarga tampaknya sudah sukses".Â
Reaksi si bapak tuan rumah sungguh berbeda dari yang dikira. Kami mengira, ia akan makin bangga dengan apa dicapainya. Si bapak menjawab, "Ah, nak, kami jalani hidup biasa-biasa saja. Kami tetap jalani hidup sederhana seperti dahulu. Semua yang kami capai ini tidak ada artinya karena kami malah sering diganggu maling dan kurang rukun karena jarang bertemu".
Dalam perjalanan pulang, saya mengatakan kepada sahabat saya, betapa sulitnya orang-orang kita mengakui diri bahwa mereka sudah berhasil. Mereka lebih mudah mengatakan, "Ah, biasa-biasa saja, hidup kami tetap sederhana seperti dahulu". Jelas jawaban itu hanya berupa sinisme yang menggiring si penanya banyak berpikir untuk kemudian memberikan si bapak nilai lebih.
Demi Nilai
Demi masa depan, menjawab hidup susah adalah pilihan yang aman dan tepat. Sering berarti tidak tepat sesuai kenyataan. Namun hanya merupakan sinisme atau sindirian yang bernada agak kasar. Hal itu mengajak si penanya berpikir lebih lanjut. Si bapak mungkin tahu, jika dia membenarkan dengan mengakui diri sukses, sedangkan hati terus risau dan tidak aman karena banyak ancaman pencurian dan kekerasan dan malahan keluarganya berantakan karena jarang bertemu tentu menyakitkan juga. Â
Dalam dunia sinisme, ada banyak nilai dari kata miskin. Miskin menunjukkan kesederhanaan dan kerendahan hati. Si penjawab tahu bahwa ada begitu banyak orang mungkin lebih sukses dan berbahagia dari dirinya. Saya teringat, begitu banyak orang sukses di kampung saya tiba-tiba meninggal dunia. Sementara orang-orang sederhana tetapi kuat bekerja dan punya masa depan. Jadi demi nilai, jawaban itu perlu ditanggapi secara amat positif.
Menarik Makna
Kita adalah bangsa pejuang. Harta tertinggi adalah bangsa ini telah meraih kemerdekaan dengan darah dan air mata. Perjuangan terus berlanjut. Bangsa Indonesia tidak perlu merasa malu dengan pilihan jawaban terhadap kategori negara berkembang dan miskin. Karena itu adalah pilihan yang selalu tepat dalam dunia kita dalam pergulatan iman bangsa ini sepanjang sejarah. Tandanya bahwa negara ini masih memiliki masa depan.Â
Tandanya bahwa tugas belum selesai. Termasuk berjuang untuk sejahtera dan memiliki keluhuran budi. Beruntung, kita masih punya kekuatan meraih masa depan untuk meraih hidup lebih baik. Karena jawaban ini menandakan pilihan kata-kata dari sanubari bangsa berperadaban luhur.
Negara-negara kaya punya pergulatan yang panjang untuk mendapatkan sebutan kaya itu. Berabad-abad menolong bangsa lain yang menderita sampai saat ini.Â
Kalimat jawaban miskin sering penuh sinisme dan harus dimengerti dengan rasa bahasa politis dan secara bijaksana. Orang sering mengakui miskin demi mendapatkan sesuatu yang berharga secara adikodrati. Demi nilai, mengakui miskin materi, dan jawaban ini menunjukkan adanya keluhuran bathin manusia, lebih terhormat dan punya masa depan.Â
Termasuk jawaban itu menunjukkan kesadaran betapa kecil dan miskinnya manusia dan bangsa ini berada di hadapan Tuhan. Tuhan Yang Maha Besar dan Maha Kaya selalu melihat laku manusia, menunjukkan kehadiran Tuhan dalam diri kita. Tuhan hadir dalam diri orang-orang susah, di penjara, yang tertindas, miskin, yang sedang sakit dan  membutuhkan pertolongan.Â
Ini adalah pergulatan bathin yang butuh iman. Jika bangsa ini sudah mampu melihat kemiskinan orang-orang menderita dan menolongnya serta membagi rezekinya, pada suatu saat jawabannya akan lain. Marilah menemukan jawaban yang bijaksana yang mana dengan Jawaban itu akan membuat warga bangsa ini menjadi puas dan berbahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H