Buntut Terbatasnya Armada DAMRI
Pada hampir setiap daerah di kawasan Timur Indonesia, sentralisasi Angkutan Darat mengalami kegagalan hingga boleh dikatakan hanya sedikit berhasil sejak zaman Orde Lama hingga saat ini. Pemerintah mengupayakan bus-bus DAMRI namun tidak bertahan lama. Banyak kendala merintangi. Salah satunya ialah jumlah bus DAMRI tidak cukup untuk melayani semua kebutuhan Angkutan Darat untuk semua wilayah Kabupaten yang begitu luas serta peralatan suku cadang yang terbatas. Sejak saat itu mulai bermunculan armada Angkutan Darat milik pribadi dan berbagai Perusahaan.Â
Selain bus-bus Angkutan Kota (Angkot) bercet putih dan Angkutan Desa bercet hijau (Angdes) yang terus bermunculan, juga ribuan kendaraan bermotor serta kendaraan pribadi. Sekarang ini terdapat sejumlah besar armada mobil ojek dan mobil rental. Selain itu ada perusahaan mobil-mobil Travel yang melayani antara jemput Provinsi.
Sejak sentralisasi Angkutan Darat melalui bus DAMRI macet, persoalan krusial dihadapi masyarakat terkait Angkutan Darat. Jumlah mobil dan kendaraan roda dua memicu persaingan memperebutkan para penumpang. Pemerintah (DLLAJR) dan Polantas masih bisa mengontrol biaya penumpang Angkutan Darat namun untuk angkutan roda dua bebas beroperasi. Harga trayek mobil dan motor ojek ditentukan oleh pengojeknya.
Biasanya pengemudi ojek menerka-nerka penumpangnya. Penumpang lama diberikan harga normal. Sedangkan penumpang baru diberikan harga lebih tinggi. Munculnya jumlah kendaraan bermotor memicu ramainya transportasi angkutan jalan raya. Semakin tahun jumlah kendaraan Angkutan Darat makib banyak. Tingginya jumlah kendaraan bermotor membuat arus transportasi makin ramai-lancar namun menimbulkan persoalan baru. Salah satunya ialah para pengemudi sering tidak taat kepada norma-norma berlalulintas. Kemacetan dan kecelakaan Lalulintas makin sering terjadi. Selain Helm, SIM dan STNK merupakan 2 surat yang wajib diperiksa Polantas saat menilang kendaraan.
Saya pernah mengalami bagaimana runyamnya kendaraan saya ditahan Polantas Belu saat melupakan Helm, SIM dan STNK. Motor atau mobil tetap dibawa ke kantor Polantas dan menandatangani surat tilang dengan membayar denda sekitar Rp 200.000.Â
Pengadaan SIM Asal-Asalan
Beberapa kali saya mengurus SIM kendaraan roda dua saya di Polantas Kota. Berkas yang dituntut ialah KTP dan Kartu keluarga. Sampai di kantor kita diminta mengisi formulir lalu membayar Rp 350.000. Setelah itu kita menunggu foto dan proses mendapatkan SIM dimulai. Hanya butuh sejam, sebuah SIM baru telah kita kantongi. Pengurusan SIM begitu mudah, tak berbelit. Namun banyak persoalan dan kecelakaan selalu terjadi di lapangan. Banyak pengguna SIM tak paham aturan berlalulintas.Â
Karena tidak ada ujian praktek dan tertulis, para pemilik SIM, banyak tidak paham UU Lalulintas khususnya rambu-rambu Lalulintas. Persoalan ini terjadi karena saat pengurusan SIM dilakukan dengan asal-asalan saja. Dalam petunjuk memang ada ujian (praktek dan tertulis) namun dalam kenyataannya tidak dilakukan oleh para petugas Lantas. Padahal ujian-ujian adalah hal-hal yang serius. Sebab kecelakaan pengendara baik roda dua maupun roda empat setiap tahun meninggi. Para anggota Polantas masih mengandalkan Patroli rutin dan kesempatan saat upacara bendera bersama semua instansi untuk memberikan penjelasan tentang aturan berlalulintas.Â
Di kota-kota Kabupaten dan Provinsi, Polantas memasang lampu-lampu Lalu lintas pada setiap tikungan jalan raya yang dianggap berbahaya. Namun alat-alat lampu Lalulintas itu tidak dikendalikan manusia. Alat-alat lampu Lalu lintas dikendalikan secara otomatis. Sehingga saat semua kondisi jalan sunyi, hanya satu kendaraan menunggu lampu merah menyala menuju lampu hijau, banyak pengendara memutuskan melanggar saja. Toh di depan kiri dan kanan tidak ada kendaraan yang lewat, kosong. Saya termasuk orang yang sabar. Meskipun sedang lampu merah dan pengendara saya sendiri, namun saya menunggu lama sampai lampu hijau menyala.