Dewan Keamanan (DK) PBB akhirnya secara bulat mengeluarkan Resolusi No. S/RES/2375, pada tanggal 11 September 2017 kepada pemerintahan rezim Korea Utara atau DPRK. Dalam Resolusi ini, DK PBB telah menetapkan sanksi-sanksi kepada DPRK dan keprihatinan-keprihatinan yang amat berat dan mendalam terhadap rakyat sipil Korea Utara yang menderita sebagai akibat uji rudal Termonuklir Korea Utara (terakhir telah dilakukan pada 2/9/2017).
Beberapa Point Penting Isi Resolusi DK PBB No. 2375
   Ujicoba rudal Termonuklir itu telah melanggar Resolusi DK PBB No. 1718 (Tahun 2006), No. 1874 (Tahun 2009), No. 2087 (Tahun 2013), No. 2094 (Tahun 2013), No. 2270 (Tahun 2016), No. 2321 (Tahun 2016), No. 2356 (Tahun 2017) dan No. 2371 (Tahun 2017). Ujicoba senjata Termonuklir itu telah mengancam perdamaian dunia universal. Bahwa Pemerintah Korea Utara atau DPRK terus mengembangkan senjata Termonuklir dan rudal balistik dengan mengalihkan sumber daya yang dibutuhkan oleh masyarakat sipil di DPRK. Ujicoba senjata Termonuklir oleh DPRK telah mengakibatkan sebagian besar sumber daya untuk kesejahteraan masyarakat sipil di DPRK telah hilang.Â
   DK PBB juga menghendaki solusi damai melalui dialog menyeluruh untuk memastikan stabilitas abadi dengan cara-cara damai, diplomatik dan politik. DK PBB menetapkan blokade penjualan minyak dan gas bumi ke DPRK, dengan catatan kuota Migas  hanya boleh sampai di DPRK dalam jumlah maksimal 500.000 Barer pertahun  dari 1 Oktober 2017 sampai dengan 31 Desember 2017. DK PBB juga menetapkan blokade minyak dan gas bumi, dengan catatan kuota Migas boleh masuk di DPRK dalam jumlah maksimal sampai dengan 2.000.000 Barer pertahun selama periode waktu 12 bulan dimulai pada 1 Januari 2018. Dengan ketentuan bahwa pasokan dan penjualan minyak dan gas bumi tidak melibatkan individu dan lembaga yang berhubungan dengan kegiatan nuklir dan pelanggaran Resolusi DK PBB baik langsung maupun tidak langsung. Pasokan, penjualan dan pengalihan produk minyak mentah dan gas dalam jumlah maksimal di atas dilakukan demi tujuan penghidupan warga sipil di DPRK dan tidak terkait dengan percobaan senjata Termonuklir dan uji rudal balistik dari DPRK.
   Resolusi DK PBB juga melarang ekspor tekstil Korea Utara. Negara-negara anggota PBB diharuskan untuk menutup perdagangan dan kerja sama keuangan dengan Korut selambat-lambatnya 120 hari sejak terbit resolusi DK PBB. Dalam Resolusi itu DK PBB mengulangi keprihatinan mendalam pada berbagai kesulitan serius yang dialami rakyat di DPRK. Rakyat DPRK menjadi sasaran dan amat menderita.Â
   DK PBB mengecam DPRK karena mengejar senjata Termonuklir dan rudal balistik bukan mengejar kesejahteraan rakyatnya. Sementara orang-orang di DPRK memiliki kebutuhan yang tidak terpenuhi. DPRK tidak  menghormati dan menjamin kesejahteraan dan martabat masyarakat sipil di DPRK.
   DK PBB juga menyesalkan pengalihan besar-besaran sumber daya yang penting dan langka oleh DPRK demi pengembangan senjata nuklir dan sejumlah program rudal balistik yang amat mahal. DK PBB juga mencatat berbagai temuan dari Kantor PBB untuk Bantuan Kemanusiaan bahwa lebih dari setengah orang di DPRK menderita kesusahan besar dalam pemenuhan makanan dan perawatan medis. Termasuk sejumlah besar wanita hamil dan menyusui serta anak-anak balita yang berisiko kekurangan gizi. Bahkan seperempat dari jumlah penduduknya menderita kekurangan gizi kronis. DK PBB mengungkapkan keprihatinan mendalam pada kesulitan berat yang dialami rakyat sipil di DPRK.
   Dengan memperhatikan berbagai permasalahan ini, Resolusi DK PBB tidak semakin mengakibatkan konsekuensi kemanusiaan yang merugikan bagi penduduk sipil DPRK. Resolusi DK PBB juga tidak menimbulkan akibat negatif yang semakin parah dari blokade ekonomi atas rakyat sipil. Kegiatan ekonomi, kerja sama bantuan pangan dan bantuan kemanusiaan "tidak dilarang" atas dasar catatan-catatan khusus dari Resolusi DK PBB No. 2375 tanggal 11 September 2017.
   Dalam point berikutnya DK PBB menegaskan kembali dukungannya terhadap upaya Pembicaraan Enam Pihak. DK PBB menyerukan dimulainya kembali dan mengulangi dukungannya atas komitmen yang ditetapkan dalam Pernyataan Bersama oleh 6 negara pada tanggal 19 September 2005 oleh China, DPRK, Jepang, Republik Korea, Federasi Rusia dan Amerika Serikat.Â
   Inti Kesepakatan Enam Pihak adalah denuklirisasi Semenanjung Korea secara damai. Bahwa Amerika Serikat dan DPRK harus berusaha untuk menghormati kedaulatan masing-masing negara secara damai bersama. Negara-negara penandatangan Kesepakatan Enam Pihak harus berusaha untuk mempromosikan kerja sama ekonomi dan semua komitmen lain yang relevan.
   DK PBB juga mengulangi pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea dan di Asia timur laut pada umumnya. DK PBB mengungkapkan komitmennya terhadap solusi damai, diplomatik dan politis terhadap situasi tersebut serta menyambut baik upaya para anggota DK PBB serta pihak lainnya untuk memfasilitasi solusi damai secara komprehensif melalui dialog yang menekankan pentingnya kerja sama untuk mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea dan sekitarnya.
Analisis
   Salah satu point penting dari resolusi DK PBB ini adalah bahwa kini perhatian masyarakat dunia sedang tertuju kepada penderitaan sebagian besar masyarakat sipil di Korea Utara. Sanksi PBB ternyata tidak menghendaki rakyat Korea Utara menderita. Sanksi-sanksi ini bermaksud untuk melindungi rakyat sipil agar rakyat Korea Utara terbebaskan oleh rezim Korea Utara yang telah memaksakan pengeluaran hampir semua kekayaan negara untuk perlombaan senjata Termonuklir. Paradoks dari itu ialah rakyat sipil Korea Utara kini meringkuk dalam penderitaan di banyak bidang kehidupan utamanya makanan, perumahan, pakaian, kesehatan, gizi , dll.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H