Setelah berjalan melintasi sungai Mota Merak, rombongan kami tiba di sebuah pohon beringin besar di wilayah Fatumea, Timor Leste pada tahun 2013 yang lalu. Di bawah pohon beringin terlihat jelas jejak sebuah keraton tua dengan gundukan batu hitam melekat pada tanah. Tanah-tanah sekitar keraton tua itu merupakan bekas perkebunan tua, dengan sisa-sisa jejak makam tua di dalamnya. Di tempat itu, rombongan melakukan 3 ritual adat: ritual krau natar, hola we lulik, ritual adat Ailor-Aitoos, dll. Semua hewan disembelih dan dipotong-potong di bawah pohon beringin.
Saya segera menyadari adanya keterhubungan klan-klan Kobalima melalui perkenalan saya dengan beberapa tetua adat baik dari Fatumea, Lookeu, dll, dan menyadari bahwa kami berada di sebuah eks kerajaan tua dengan ritual-ritual adat tuanya. Kemudian hari setelah saya mempelajari literatur-literatur, saya baru tahu bahwa wilayah kerajan Fatumea memiliki keterhubungan dengan kerajaan Lookeu dalam Kerajaan Kobalima.
Masalah
Pada perjanjian pembagian pulau Timor antara Portugis dan Belanda pada 1859, salah satu bagian wilayah Federasi Kobalima yakni Tamiru-Ailala dimasukkan ke dalam bagian wilayah Da Colo-Timor-Portugis. Saat itu status Tamiru-Ailala adalah setingkat ketemukungan atau kedatoan di bawah kerajaan Da Kolo. Pada tahun 1893, saat terjadi pertukaran perbatasan antara pemerintahan kolonial Portugis dan pemerintahan kolonial Belanda, Tamiru-Ailala ditukarkan dengan wilayah kerajaan Maukatar. Kerajaan Maukatar dimasukkan ke wilayah Portugis sedangkan Tamiru-Ailala (Alas) dimasukkan ke wilayah Timor-Belanda.
Pada tahun 1917, Tamiru-Ailala dinaikkan setingkat kerajaan menjadi kerajaan Alas (subdistrik) dari distrik Lakekun di wilayah swapraja Malaka. Berdasarkan kontak dari misionaris Yesuit P. A. Matijsen, S.Jpada tahun 1902 diperoleh informasi bahwa raja Alas pada tahun 1902 ialah raja Aloysius Klobor Nai (Raja Mau Banani, mangkat 1905). Beliau digantikan oleh keponakannya yang bernama raja Wilhelmus Lekiberdasarkan SK Gubernemen Timor Nr. 31, tanggal 28 Juli 1917.
Mengambil hikmah
Dengan kita melihat wilayah eks kerajaan Kobalima yang sudah masuk pada wilayah 2 negara, jika mengharapkan keaktifan kembali kerajaan Kobalima secara administratif tentu tidak mungkin terjadi. Secara administratif ia hanya meninggalkan kenangan. Namun aktivitas adat Kobalima tetap ada dan lestari. Kedaulatan adatnya masih terjaga.
Dengan mencari jejak-jejak kerajaan ini, kita menemukan titik temu pemikiran dan sikap bersama kaum tua-tua Timor demi langgengnya persaudaraan dan keakraban masyarakat di 2 negara agar terciptanya keselarasan dan kedamaian yang abadi bagi rakyat perbatasan Indonesia-Timor Leste. Juga demi terciptanya saling hormat-menghormati sesama manusia sebagai makhluk Tuhan yang bermartabat tinggi dan luhur.
Daftar Rujukan:
- Mengkaka, Blasius, 2016, "Tentang Acara Adat Lo'okeu di Fatumea. Dalam Pendidikan, Keindonesiaan dan Potensi Domestik", PP.194-216, (Depok: Penerbit CV Herya Media).
- Teyseran, Sixtus, Drs, 2010, "Kerajaan Kobalima". Dalam Sistem Pemerintahan Tradisional di Belu, PP.79-81 (Kupang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTT).
- Sejarah Gereja Katolik di Timor 1,2,3
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H