Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Content Competition of Class Miting for Teachers Period Juli-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat.Roasters Giveaway 2024.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memahami Kekuasaan Majapahit di Timor, Catatan Kritis

19 Juni 2017   19:11 Diperbarui: 14 Oktober 2017   14:01 1398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesulitan memahami Majapahit ialah kewenangan untuk terjemahan pertama masa kolonial yang tentunya bersifat eksklusive. Pemahaman tentang daerah-daerah dan kekuasaan Majapahit ialah milik pemerintahan kolonial Belanda saat itu. Prof. Dr N.J. Krom merupakan seorang ilmuwan kolonial Belanda yang memimpin Pusat Penelitian Arkeologi Purbakala Jawa dan Madura pada masa kolonial. Pusat penelitian arkeologi kolonial Belanda tahun 1901 ke atas menjadi salah satu penemu awal dari antara kalangan ahli kolonial naskah-naskah tua Jawa dan Madura, termasuk kitab karya Empu Prapanca, Nagarakretagama.

Memahami maksud Prof. Dr N.J. Krom cukup sulit, sehingga perlu dibuatkan rumusan kebenaran yang mendekati maksud ilmuwan kolonial Belanda itu. Karya tulis Prof. Dr Krom berjudul Het Oud-Javaansche lofdicht Nāgarakŗtāgama van Prapañca (1365 AD) yang disusunnya bersama H.Kern, terbit tahun 1919, juga masih sulit ditemui karena belum dibuka dan masih disimpan di Belanda. Kita mengetahui isi buku ini dari berbagai kutipan dari tulisan-tulisan para sarjana Belanda antara lain G.Y Resink, dll. 

J.L.A. Brandes menguraikan penyelamatan naskah kuno ini dalam bukunya: Nāgarakrětāgama; Lofdicht van Prapanjtja op koning Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit, naar het eenige daarvan bekende handschrift, aangetroffen in de puri te Tjakranagara op Lombok. Disebutkan dalam buku itu bahwa lontar kuno itu diselamatkan oleh J.L.A Brandes saat menyertai ekspedisi para tentara Belanda mengepung dan menyerbu istana raja Lombok pada tahun 1894. Brandes menyelamatkan naskah-naskah tua dalam istana raja Lombok lalu membawanya untuk disimpan di Universitas Leiden-Belanda sampai menjadi sangat masyur di sana hingga tahun 1973.

Pada tahun 1973, dalam kunjungannya ke Indonesia, ratu Juliana menyerahkan kembali naskah Nagarakretagama ke Perpustakaan Nasional Indonesia. Pada tahun 2008, kitab Nagarakretagama diakui sebagai bagian Memory of the World Programme oleh  UNESCO. 

Dari antara buku-buku yang diterbitkan Dinas dalam lingkup pemerintahan Prov. NTT, buku berjudul Sistem Pemerintahan Tradisional Belu, terbitan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang diterbitkan di Kupang tahun 2010 ialah salah satu buku yang mengupas kebenaran pengaruh kerajaan Majapahit atas Timor. Buku ini tepatnya merupakan rangkuman dari 7 peneliti dengan memanfaatkan berbagai sumber tulisan dan hasil wawancara oleh Tim dari Dinas itu yakni: Drs. Sixtus Tey Seran, Drs Munandar Widiatmika, Drs Marcel Bere, Ir Stefanus Nahak, Drs Rafael Bau, M.Si, Yohanes B Nahak, S.Fil dan Drs Donald Ishak. Seluruh isi buku merupakan kumpulan beragam ide dan gagasan disertai dengan analisis pribadi dan catatan kritis Tim Peneliti berdasarkan berbagai sumber tulisan dan lisan.

Dalam halaman 2 buku itu, Tim Peneliti langsung mendapatkan pertanyaan penting: apakah kekuasaan kerajaan Majapahit benar-benar eksis atas Timor? Untuk menjawabi pertanyaan ini, Tim Peneliti mulai menjawabinya dengan mengutip dari isi kitab karya Empu Prapanca, Nagarakretagama yang ditulis pada tahun 1365. Dalam Nagarakretagama disebutkan Timor merupakan salah satu wilayah yang dikuasai oleh kerajaan Majapahit dalam rangka politik persatuan Nusantara (hlm.2). Tim Peneliti mengutip isi naskah dari Pupuh X1V dan XV disebutkan daerah sebelah timur yang dikuasai Majapahit adalah: Bali (Bedahulu –Loh Gajah), Gurun serta Sukun, Taliwang, Pulau Sampi, Dompo, Sang Hyang Api, Bima, Seram, Hutan Kadalio, Pulau Gurun (Lombok Merah), Sasak, Bantayan, Lubuk sampai dengan Udamakatra, dan pulau-pulau lainnya Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian (Galiyao), serta Selayar, Sumba, Soot, Muar, Wadan, Ambon/Pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor dan beberapa pulau lainnya (seperti dikutip dari, Slamet Mulyana,1969).

Pada halaman 2 buku itu menulis, “Walaupun klaim Majapahit atas Timor berdasarkan sumber Prapanca, tetapi dalam ceritera rakyat dan tuturan para Makoan Timor dari pantai utara sampai pantai selatan Timor tidak pernah didengar dan ditemukan informasi bahwa Timor, khususnya Belu berada di bawah kekuasaan Majapahit”.

Dengan mengutip Resink (1956) dalam bukunya Raja dan Kerajaan Merdeka di Indonesia 1850-1915, para penulis mengatakan bahwa penggunaan terjemahan dari dokumen sejarah dalam bahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia karangan Krom dari karya terkenal Stapel (1930-an) menyebabkan kerajaan Majapahit terlalu dibesar-besarkan. Dalam pemindahan naskah asli oleh seorang yang tidak ditahbiskan ilmiah dalam bahasa Indonesia ditujukan kepada para pembaca yang tidak ditahbiskan dalam upacara ilmiah menyebabkan:

(1). Pengakuan kekuasaan agung Majapahit telah menjadi pengakuan kedaulatan Majapahit

(2) Daerah-daerah luar (Buintenbezittingen) diterjemahkan dengan daerah-daerah milik di luar Jawa

(3). Daerah-daerah bawahan (Onderhoorigeden) dijadikan daerah takluk, diterjemahkan sebagai daerah yang ditaklukkan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun