Selanjutnya beliau menegaskan,
“...Pendidikan harus mampu meningkatkan kompetensi kemampuan kreativitas, kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah. Meningkatkan juga kemampuan komunikasi serta kemampuan kolaborasi. Segala capaian yang kita raih sebagai individu maupun sebagai bangsa kolektif tak lepas dari persinggungan dengan pendidikan. Mutu dan jenjang pendidikan berdampak besar pada ruang kesempatan untuk maju dan sejahtera. Harus dipastikan setiap manusia Indonesia mendapatkan akses pendidikan yang bermutu sepanjang hidupnya.
Melalui pendidikan, kita mengangkat harkat dan martabat manusia sekaligus membangun peradaban bangsa. Dengan pendidikan kita memanusiakan seluruh rakyat Indonesia karena pendidikan yang baik dan bermutu akan membuahkan kebajikan, kecerdasan dan karakter yang memiliki integritas tinggi.
Untuk mampu bersaing di dunia global, pertama-tama kita harus meningkatkan kualitas manusia Indonesia menjadi manusia yang berdaya saing tinggi, produktif dan tangguh. Itulah tugas mulia para guru sejak dahulu sampai kapanpun. Selamat Hari Pendidikan Nasional...” (Presiden Joko Widodo, Pendidikan Untuk Membangun Peradaban Bangsa dalam www.presidenri.go.id).
Tampaknya penegasan Presiden Joko Widodo di atas sangatlah benar. Namun naiknya seorang Presiden NKRI yang bukan semata-mata karena prestasi kerja di masa lalu namun karena popularitas yang tergenjot oleh publikasi Media-Media dan dukungan arus bawah bisa menyebabkan ketidakpercayaan para pembantu dekatnya. Mereka tahu dan yakin benar bahwa selama menjadi Wali kota Solo, banyak rakyat Solo tetap miskin. Demikianpun rakyat miskin Jakarta tetap tergusur. Bahkan belum sampai merealisasikan janjinya selama kampanye menjadi Gubernur DKI Jakarta, beliau sudah meninggalkan posisinya, naik menjadi Presiden NKRI yang besar. Rakyat miskin Jakarta tetap terus digusur dari rumah-rumah penginapan kumuh dan pemerintah membangun Rusunawa yang tampaknya memberi beban keamanan dan beban biaya bersamaan dengan terus naiknya beberapa kali harga BBM di seluruh pelosok NKRI.
Dengan menekankan harmonisasi kehidupan, kita berdoa dan berharap, mudah-mudahan Presiden Joko Widodo bisa belajar dari “kegagalannya” memimpin Solo dan Jakarta pada masa lalu...................
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H