Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat.Roasters Giveaway 2024.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengakuan Korban PKI 1965, Bei Laka Dari Nurobo-Belu (Kini Malaka): Saya Diselamatkan Tuhan

8 Januari 2014   21:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:00 9231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dugaan besar dan memang pasti bahwa guru Markus Berek, suami dari Maria Salan telah menjadi korban pembantaian oleh para algoju karena keterlibatannya di Koperasi pimpinan Nahak Au Bot di Betun. Ia telah dikuburkan massal di tengah hutan jati Nenuk bersama para korban lainnya di hutan Jati Nenuk sebagai Ladang pembantaian PKI 1965 di Belu-NTT. Ia dipancung lehernya bersama para terduga PKI lainnya dari seluruh wilayah Belu. Maria Salan kemudian menikah lagi dengan guru SDK Nurobo yang bernama Andreas Fatin dan menghasilkan seorang putera dan 2 orang puteri. Markus Berek tidak memiliki hubungan darah dengan kami, namun ia ikut menjadi keluarga Nurobo karena pernikahannya dengan Maria Salan dari Ne'e-ne'e, Malaka.

Inilah rekaman ceritera tentang tragedi besar yang bernama pembantaian PKI di hutan Jati Belu-NTT-Indonesia. Selain ceritera tentang pembantaian PKI 1965, juga ceritera tentang musim kelaparan pada tahun 1965. Pada tahun 1965,  kaka sulungku Vero Meko, baru saja lahir. Namun Bapak dan Mama telah membawa juga Ignasius Nana dalam keluarga kami. Ignasius Nana ialah saudara Mama yang terkecil. Ia telah dianggap sebagai anak pertama keluarga kami.  Orang-orang menceriterakan bahwa tahun 1965, merupakan tahun musim kelaparan yang hebat. Musim kelaparan itu diperparah dengan laju Inflasi yang amat tinggi.

Gaji Bapakku sebagai tenaga pembangun Ambachschool di misi Atambua (SSpS Halilulik) memang besar untuk ukuran para karyawan misi ketika itu namun barang-barang yang dibeli juga sangat mahal, jarang bahkan tidak ada. Ini membuat bapakku harus berjalan berkilo-kilo meter ke wilayah Mena-TTU hanya untuk membeli ikan dan ubi kayu. Pada saat itu hampir semua orang mengalami nasib yang sama. Orang memang kelimpahan uang namun kelangkaan barang-barang.

Bahkan Jagung dan ubi buruk misi untuk makanan babi di kandang babi misi malahan telah menjadi makanan paling bagus selama musim kelaparan tahun 1965. Inflasi dan kelaparan membuat keluarga terpaka harus mengkonsumsi tepung kanji dan sejumlah besar daging sapi untuk mempertahankan hidup. Tahun 1965 merupakan tahun tragedi, yakni tahun pembantaian PKI, tahun inflasi tertinggi, tahun awal berakhirnya kekuasaan Orla (Presiden Soekarno).

Tahun 1965 adalah tahun yang aneh dan penuh korban, darah dan air mati itu, semoga tragedi tahun 1965 ikut pergi untuk seterusnya dan jangan pernah kembali lagi menimpah sejarah bangsaku, bangsa Indonesia. Bagi mereka yang kelurganya menjadi korban pembantaian sebagai terduga PKI tahun 1965, tentunya tahun 1965 menjadi tahun terkelam. Yah..namun kita patut mengakui kekelaman itu demi masa depan yang cerah....!!

---------------------------oOo--------------------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun