Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beberapa Keterbatasan Guru yang Mungkin dalam Berinteraksi di Kelas

2 Maret 2014   00:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:20 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Artikel ini membahas tentang beberapa keterbatasan Guru yang mungkin dalam berinteraksi di kelas. Semoga artikel ini dapat berguna bagi para pembaca. Marilah kita ikuti uraiannya berikut:

Pertama, Guru-guru tertentu masih sering dikuasai emosi. Persoalan emosi merupakan persoalan yang mendasar dari seorang guru, bila dia sedang tidak setuju terhadap apa yang telah dilakukan oleh para siswanya sendiri. Beberapa hal bisa disebutkan: persoalan pekerjaan rumah, nilai ulangan harian, ulangan mingguan, ulangan bulanan, ujian midsemester dan ujian semester.

Dalam situasi batas, para guru menemukan kesulitan antara ideal-ideal moralitasnya dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi, di mana hal itu sungguh bertolak belakang. Kemarahan dan emosi yang meluap-luap dapat mengakibatkan sang guru tidak dapat mengontrol kata-katanya sendiri. Akibatnya banyak kata-kata kasar yang terpaksa dilontarkan kepada para siswanya.

Dampaknya terkadang menjadi faktor pemicu amarah dan emosi dan sering berakhir dengan hukuman. Misalnya ribut di kelas untuk waktu 1 atau 2 atau bahkan 10 menit masih bisa dianggap wajar. namun bila ribut dalam jangka waktu lama misalnya 50 menit dan sampai orang berteriak-teriak dengan keras di dalam kelas, keluar ruangan, ke kantin atau wc dapat dianggap indisipliner dan hal itu dapat menimbulkan emosi dari guru yang sedang mengawas.

Pemukulan atau hukuman lainnya akan segera dijatuhkan, sesuatu yang sebenarnya tidak boleh terjadi, bila masing-masing orang tertib dan mengatur dirinya sendiri. Dampak buruk dari peristiwa seperti ini, bisa jadi akan tetap diingat oleh para siswa ini manakala mereka telah menjadi orang yang sukses. Dan nama seorang guru yang berusaha memperbaiki keadaan yang semula dianggapnya wajar, kita telah menjadi sebuah kenangan yang diceriterakan kembali dengan penuh nostalgia.

Gambaran terhadap guru tidak akan berubah ditelan waktu. kesan seorang siswa terhadap gurunya akan terus membekas, selagi dia masih memiliki ingatan yang kuat, maka siswa tersebut akan selalu mengenang guru yang pernah memberinya siksaan akibat kenakalannya sendiri.

Sebuah ekstrem lain bisa saja terjadi kepada guru, bila dia membiarkan para siswanya berperilaku bebas sehingga dia dapat berperilaku sesuka hatinya tanpa bisa diarahkan. Beberapa contoh dapat diberikan di sini, misalnya meminta ijin untuk ke WC sementara pelajaran berlangsung. Ini sebuah kebiasaan jelek yang tidak boleh terjadi. Bila kita membiarkannya maka akan muncul kesan santai dan kurang serius terhadap guru di kelas. Seharusnya sebelum masuk semua persoalan menyangkut ke WC harus sudah beres. Juga bahwa bukan mustahil para siswa ini, dapat melakukan sesuatu hal di luar apa yang telah dibicarakan dengan gurunya di kelas, keluar sekolah atau ke kantin.

Pengecekkan persiapan kelas harus selalu dilakukan guru untuk mengecek beberapa siswa yang selalu melakukan kegiatan interdisipliner namun selalu lolos dari perhatian pembimbing. Siswa atau beberapa siswa yang keluar mengenakan seragam sekolah, duduk di taman kota, menonton sebuah pertandingan olah raga, ke pasar dan seterusnya, namun selalu lolos dari perhatian.

Jadi membiarkan sebuah pelanggaran terhadap ketertiban berlangsung tanpa memberikan teguran atau sanksi, sebenarnya juga merupakan tindakan gegabah dari sang guru. Selama ini guru, meskipun dengan kewenangannya yang terbatas hanya dalam lingkungan sekolah, dan sangat jarang melakukan tindakan-tindakan sosial dalam hubungan dengan kegiatan akademis sekolah, namun dia selalu dalam posisi lemah dan kurang melakukan kontrol secara tuntas. Banyak kali dia dikelabuhi oleh para siswanya sendiri dengan melakukan berbagai tipuan yang rapih, hal yang memang butuh perhatian yang serius dari guru yang bersangkutan.

Persoalan yang perlu diangkat adalah mengingat untuk setiap kelas yang sama guru harus berbicara berulang-ulang untuk sebuah bahan yang sama dan membutuhkan konsentrasi agar dia tidak mengubah-ubah bahan yang telah diajarkan sebelumnya.

Berbeda dengan Perguruan Tinggi atau universitas, dengan jumlah siswa yang terbatas dalam satu kelas, dosen hanya berbicara satu kali dan bahan yang sama akan dipelajari oleh mahasiswa-mahasiswinya dalam diktat yang telah disiapkan sebelumnya. Tentu ini memerlukan kemampuan guru untuk berusaha mempertahankan performa dan kinerja agar menjadi lebih baik dan berguna. Suara yang kurang keras dan berimbang dengan suara dari jumlah siswa-siswi yang banyak sering menjadi faktor pemicu berbagai hal yang membuat pelajarannya tidak bisa dicerna dengan baik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun