Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Dinamika Kehidupan di Kompasiana

28 Agustus 2014   15:08 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:18 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang pergi untuk kekal dan tak akan pernah kembali lagi, ada yang menarik diri meskipun sudah terverifikasi, ada yang berjuang jauh di negeri seberang, ada yang setia menulis, ada yang ngap-ngap sambil menunggu inspirasi untuk menulis, ada yang menjadi Kompasianer tapi nol Artikel, ada yang merupakan para Kompasianer penerima bintang, dll.

Keanekaan ini merupakan kekayaan dinamika Kompasiana yang telah mengesankan para pembacanya. Kompasiana memang tampil penuh warna dengan berjuta goresan penuh makna dari para awaknya dengan latar belakang yang berbeda. Kita semua mulai Jurnalis, guru dan dosen, pelajar dan mahasiswa/i, pengusaha, pengamat politik, sosial dan budaya, para penjabat negara, para politisi dan lain-lain.

Kita merupakan keragaman, kita merupakan para Kompasianer yakni para penulis di Kompasiana dengan asal daerah dan latar belakang yang berbeda. Itu semua menandakan bahwa Kompasiana benar-benar tampil penuh dinamika,  memberikan pesan dan kesan dalam Artikel-Artikelnya pada ujung kehidupan yang terus mengalir tak henti. Goresan kalimat membentuk Wacana itu merupakan pesan-pesan penuh makna yang menggambarkan pergulatan, pemahaman dan pemikiran para penulisnya untuk dirinya sendiri atau untuk para pembacanya.

Sering setiap hari, saya berkeliling istana Kompasiana ini, yang bagaikan sebuah menara istana gading yang terbuka untuk umum, menara itu telah memancarkan cahaya ke seluruh ujung dunia, ya ke mana-mana. Saya membaca goresan-goresan lambang bunyi yang membentuk makna yang tertata rapih. Seakan-akan memberikan pesan kepada saya bahwa Media ini memang penuh dengan deretan manusia-manusia yang kaya ide dan gagasan, beraneka presepsi yang tergoreskan begitu transparan dan gampang terbaca. Itu semua menggambarkan dinamika kehidupan para penulisnya, yang juga menggambarkan dinamika kehidupan Kompasiana.

Di bawah Artikel itu terbaca sekian banyak komentar yang kemudian berujung kepada saling dukung dan koreksi persaudaraan. Tampaknya tak ada polemik panas yang menyeruak dalam Komentar-Komentar bernada saling mendukung untuk gambaran kehidupan atau gagasan yang dibangun. Kompasiana ibarat makhluk hidup, merupakan pancaran kehidupan penulis-pebulisnya yang selalu hidup dalam kata-kata dan kalimat yang telah digoreskan, dan memang segala yang ada di dalamnya ialah karya makhluk hidup yang bernama manusia penuh yang mengungkapkan dirinya melalui simbol-simbol peradaban yang bernama huruf-huruf, kata-kata dan kalimat-kalimat penuh makna.

Dinamika kehidupan Kompasiana memang penuh gereget dan makna. Itulah hidup dan kehidupan. Kehidupan memang tidak statis namun selalu bergulat untuk bergerak agar bermakna bagi kehidupan. Ada yang datang untuk sesaat, untuk waktu yang lama dan ada yang pergi untuk waktu yang abadi.

Kita kini masih berduka atas kepergiaan seseorang untuk abadi, yakni kepergiaan dari seorang super admin Kompasiana yang telah begitu akrab dan bertahun-tahun ikut “menukangi’ berdirinya bangunan istana yang bernama Kompasiana ini, ia ikut memperkaya dinamika kehidupan Kompasiana ini. Sebagai manusia, kita kini memiliki rasa duka yang mendalam dari kepergian seorang “super admin’ Kompasiana Kang Taufik H Mihardja kemarin. Kang Taufik ialah salah satu dari orang berpengaruh yang ‘kepergiannya ke tempat abadi’ telah ditangisi oleh puluhan Kompasianer termasuk saya karena kepergiannya begitu mendadak dan tak disangka-sangka. Sebenarnya terdapat begitu banyak Kompasianer “yang orang baik dan berkesan” telah pergi dalam diam, hanya satu atau dua orang rekan Kompasianer yang tahu.

Kita semua, meskipun datang dan pergi dalam diam, toh merasa bahwa kita satu dalam Kompasiana. Kita satu untuk membangun dunia kita dalam kebebasan dan kemerdekaan berekspresi. Dengan menulis, kita menggambarkan Peradaban bangsa ini, bangsa Indonesia yang hadir dalam pengalaman harian kita. Dinamika Kehidupan Kompasianapun sedang berproses untuk menjadi semakin manusiawi, untuk menyatu dalam kata-kata, kalimat-kalimat yang merupakan gambaran kehidupan kita para Kompasianer.

Kalau anda sedang berdoa, sisipkanlah serangkaian doa-doamu buat para Kompasianer yang telah pergi membawa irama persaudaraan kita yang tulus dalam Kompasiana ini. Kita tetap merasa satu dalam doa-doa yang tulus dari dunia yang berbeda.

Semoga kita semua diberkati oleh Sang Khalik, Tuhan Yang Maha Esa, Amen. Dan pada akhirnya, dalam keheningan kalbuku, saya ucapkan selamat berdinamika buat para Kompasianer di Kompasiana ini. Dengan dinamikamu, kehidupan ini menjadi lebih bermakna dan nyaman untuk dihidupi selalu.

_____________________________

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun