Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Mampu "Melihat" Lebih Dahulu

15 November 2014   02:34 Diperbarui: 3 Desember 2017   04:16 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat guru duduk di muka kelas, pandangannya menyelusuri seluruh ruangan kelas, bertemu dengan pandangan mata para siswa/inya. Kedua pandanganpun menyatu, menembusi seluruh eksistensi masing-masing. Para siswa/i memandang sambil menyimak perkataan gurunya dengan penuh perhatian, dan sambil mengajar dan menerangkan ilmu, pandangan mata guru sampai ke kedalaman sanubari sang murid yang duduk di depannya. Di kelas, seluruh dimensi manusia terjalin secara penuh, beberapa di antaranya ialah: dimensi kognitif, agama, psikomotorik, afeksi dan sosial.

Boleh dikatakan di mata gurunya, para siswa/i tak ada yang misteri. Kalbunya ialah rahasia yang perlu dikuakkan agar presepsi dan tindakan negatif perlu diperbaiki. Dengannya ia mampu menerima ilmu dan menemukan ilmu untuk kebahagiaan sekarang dan kelak.

Rahasia diri, apapun paling dalam terungkap jelas dari balik meja duduknya. Ia memandang dengan sukacita para siswa/i di depannya dengan bahagia serta gembira, membayang-bayangkan masa depan yang bakal dihadapi sang siswa/i. Ia melihat lebih dahulu, masa depan para siswa/inya dan memperingati mereka, apa-apa saja yang perlu disiapkan mereka menghadapi masa depannya.

"Perhatikan baik-baik ajaran gurumu, nak! agar engkau selamat di hari depanmu. Kata-kata dan ajaran gurumu ibarat serpihan mutiara yang musti kau asah da kau buat menjadi indah dan berguna serta berharga dengan seluruh talenta, potensi dan kemampuan yang ada padamu, agar mutiara itu bersinar dan indah di masa depanmu. Bila engkau tidak menjaga dan mengembangkan nasihat dan jaran gurumu, engkau akan mengalami kesulitan seumur hidupmu. Gambaran syair puisi berjudul "Menyesal" karya Ali Hasjmy akan menimpahmu: Menyesal!"....Pagiku hilang sudah melayang, sekarang petang datang membayang, beta lengah di masa muda, apa gunanya kusesalkan, menyesal tua tidak berguna....".

Cuplikan kata-kata sang guru ini kembali senantiasa bergaung, setiap kali aku berdiri di kelas untuk mengajar dan mendidik para siswa/iku. Tak seorangpun tahu, apa perasaanku ketika duduk di meja guru dengan para siswa/i berseragam di depan saya, duduk menatap dengan pandangan penuh bahagia dan dengan harapan penuh untuk menyongsong masa depan. Bangga jadi guru! Bahkan saking bangganya, sulit aku lukiskan kebahagiaan sebagai guru ketika sedang mengajar dan mendidik di kelas.

Bangga ketika suara anda didengarkan dan dikenang dalam hidup ratusan para siswa/i, yang kemudian menceriterakannya dengan penuh gembira di rumah, dengan teman sebayanya, apa-apa saja yang telah diajarkan gurunya. Gembira dan bangga, ketika namaku sebagai guru, tetap melekat erat puluhan tahun bahkan seumur hidup dalam sanubari para siswa/iku.

Dengan kebanggaan sebagai guru itu, sekaligus melekat erat tanggung jawab moral seumur hidup. Tanggung jawab moral sebagai guru yang duduk di kelas untuk mengajar, serentak membuat seorang guru seperti saya, sulit untuk mengalihkan hidupnya kepada profesi lainnya. Guru itu sebuah profesi, namun tidak seperti profesi lainnya yang kebanyakan orang lebih utamakan pendapatan, profesi guru harus utamakan moralitas dan pendapatan nilai setiap kali dia mengajar. Sebab guru ialah penentu sejarah utama bangsa saat ketika dia mengajar dan mendidik di kelas.

Dengan sikapnya ini, dia mampu melihat lebih dahulu masa depan. Baginya memandang siswa/inya di kelas bukan memandang begitu saja, namun memandang untuk memandang lebih dahulu 10 atau 50 tahun ke depan. Memandang ke depan bagi seorang guru,berarrtti ia sepertti seorang gembala yang mau menuntun domba-dombanya agar tidak tersesat. Guru itu jiwanya besar, ia penuh kesabaran serta ia penuh kebajikan. Ia mencintai kehidupan, ia membiarkan seribu bunga tumbuh dalam taman kehidupan ini. ia mencintai tanpa pamrih seperti Tuhannya.

Ia adalah wakil Tuhan ke sekian bagi murid-muridnya. Sebab dengan pandangan matanya jernih dan mampu menembusi ke kedalaman sanubari setiap siswa/inya, ia memberikan harapan baru dengan membawa keselamatan bagi para siswa/inya, sebab dengan melihat lebih dahulu masa depan siswa/inya, dia mengajarkan ilmu, meneguhkan dan memperingati para siswa/inya agar mereka selalu berada di jalan benar, jujur dan adil seperti yang selalu dilakukannya baik dengan perkataan,pikiran dan perbuatannya.

_____________________________

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun