Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Bethlehem Juga Ada di Indonesia

12 Desember 2014   04:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:29 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama saya menjadi frater SVD 1994-1998, saya sering melakukan asistensi Natal mengunjungi umat dan merayakan ibadah tanpa imam bersama umat-umat di pedalaman Timor dan Flores. Selama tahun 1995-1996, saya bersama sekelompok frater mengunjungi dan melakukan asistensi Natal di kawasan Maukliman dan Kotafoun, sebuah kawasan yang cukup terisolir karena rusaknya sarana transportasi dan jembatan. Otomatis kami hanya berjalan kaki memasuki hutan belukar dan menuruni ngarai hanya demi mencari umat Tuhan yang tinggal di rumah-rumah tradisional Timor.

Pada asistensi Natal tahun 1996, saya bersama seorang frater membuat asistensi Natal ke sebuah stasi Katolik di pegunungan Flores tengah. Kami berjalan kaki melalui tanjakan kokoh mengitari lereng sebuah gunung dan hutan, melewati perkampungan umat yang ditinggalkan penduduk karena pernah terjadi wabah penyakit. Bekas perkampungan penduduk itu terletak di atas ketinggian gunung ketika itu hanya tertinggal puing-puing bekas kediaman manusia. Suasananya cukup mencekam.

"Ini bekas kediaman manusia, ya? Rumah-rumah dengan perlengkapan dapur masih tersisah", kataku kepada teman fraterku yang asli Flores.

"Ya, menurut ceritera, para penghuninya telah meninggal dunia akibat wabah kolera, yang tersisa dari penduduk mengungsi ke perkampungan terdekat" jawab teman fraterku  itu.

Mata saya mencari-cari di mana gerangan sumber air minum penduduk. Namun saya tak bertemu sebab tempat itu terletak di sebuah gunung yang tinggi, tak ditemui sumber air. Pasti penduduk di sini menderita kesulitan air lalu satu demi satu pergi ke alambaka, bathinku. Keadaannya kampung itu begitu miskin. Namun demi menjaga perasaan temanku yang asli Flores saya lebih banyak diam.

Barulah ketika tiba di stasi yang kami tuju yang juga terletak di atas gunung yang tinggi, saya bisa memastikan bahwa kesulitan air menjadi pokok masalah laju kematian penduduk masa lampau dari perkampungan tua di Flores-NTT umumnya. Ketika kami tiba di gedung stasi, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. Umat tampak bergembira dan mulai menadahkan ember-ember untuk menampung air hujan. Tak lama kemudian, kami mendapatkan hidangan kopi panas dan biscuit dari guru agama stasi. Teman frater itu menjelaskan bahwa air hujan itu digunakan untuk membuat kopi dan memasak makanan. Sayapun menjadi maklum dan terus menikmati hangatnya kopi.

Esok harinya saya sibuk mendirikan kandang Natal yang asli. Saya bersama orang-orang muda setempat membuat kandang Natal dari bahan kertas bekas sak sement dicat dengan baterai. Lalu kami membentuknya menjadi seperti kandang Bethlehem dan membubuhkan rerumputan di dalamnya sebagai lantai kandang. Setelah itu patung dan perlengkapan Natal ditaruhkan di dalam kandang Natal.

Ibadah pagi Hari Raya Natal yang harusnya kami pimpin jam 08: 30 Wita esok harinya, ternyata molor hingga jam 10.00 Wita karena kami berdua harus pergi mandi di pancuran di bawah dasar lembah yang dalam. Namun di sana mata airnya sangat sejuk dan kami dapat mandi sepuasnya serta mencuci pakaian dan sempat membawa sebuah jergin air untuk kebutuhan makan minum kami di rumah guru agama setempat.

Di perkampungan Flores di atas gunung, kesulitan air minum menjadi persoalan utama. Umumnya perkampungantua terletak di atas puncak gunung katanya demi keamanan, sementara air minum di peroleh dari mata air di dasar lembah. Bila hujan, maka kebutuhan air penduduk bisa diambil dari air tadahan hujan. Penduduk yang mampu secara ekonomis dapat membangun bak-bak penampungan air hujan. Mereka menampung air hujan selama musim hujan dan menggunakannya sepanjang musim kemarau untuk MCK (makan-minum-cuci-kakus).

Merayakan Natal bersama umat yang asli di sebuah perkampungan tua di Flores Tengah atau di wilayah pedalaman Timor-tengah di pedalaman pulau dan di atas puncak sebuah gunung membuat saya merasakan kedekatan antara Bethlehem dan Flores. Bunyi binatang hutan dan kesunyian kampung sungguh mendekatkan diri dengan situasi asli Bethlehem. Setelah ibadah Natal, kami menyalami umat dan mengucapkan kata perpisahan, sebelum pulang ke kediaman, dengan berjalan kaki keluar dari kampung menuju jalan umum.

Keselamatan dan warta Natal harus diterima oleh semua manusia dalam kepolosan dan keaslihan kehidupannya. Iman adalah keselamatan paling pertama yang diterima umat, sebelum negara. Agama mendapatkan posisi pertama dalam kehidupan keseharian umat yang sederhana. Dengan agama, umat dalam keaslian membuka hati dan diri dan mendapatkan keselamatan dan berkat Tuhan. Umat membuka hati pada pemimpjn agamanya dengan kepolosan. Mereka terbuka apapun keadaannya, membiarkan dirinya disentuh untuk menjadi lebih manusiawi bagi Tuhan, sesama dan alam raya.

________________________________

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun