Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Polri, KPK dan Kepala Daerah

30 Juli 2015   06:41 Diperbarui: 11 Agustus 2015   22:44 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

     Rasanya kewenangan dan gerak Polri di tingkat pusat mulai terbagi dengan KPK setelah DPR dan Presiden RI menyetujui UU No. 30 Tahun 2002, yang memungkinkan pembentukkan KPK sebagai lembaga negara di bawah Presiden RI dengan itu ketua KPK dilantik oleh Presiden RI atas persetujuan DPR RI. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.

     Ketua KPK sebagai pejabat negara diangkat oleh Presiden atas persetujuan DPR, yang mana Kapolripun diangkat atas usul Presiden dan disetujui oleh DPR, keduanya dilantik oleh Presiden sesuai pergantian untuk masa tugas masing-masing. Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:

  1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
  2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
  3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
  4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
  5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

     Poin 3 dari tugas KPK di atas memungkinkan KPK bisa menjatuhkan status tersangka kepada seorang pejabat penyelenggara pemerintah berdasarkan bukti-bukti yang dianggap KPK relevan untuk menjatuhkan sanksi, selanjutnya setelah sanksi tersangka dijatuhkan yang bersangkutan akan segera ditahan oleh KPK. Untuk tugas-tugas ini KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR dan BPK. Dengan wewenang penyidikan bagi kasus korupsi untuk semua penyelenggara pemerintahan, fungsi KPK bisa lebih tegas dan besar dari Polri, meskipun demikian pun kedudukan ketua KPK dan Kapolri, adalah sama-sama pejabat di bawah Presiden dan dilantik oleh Presiden atas persetujuan DPR.

      Kehadiran KPK setidaknya sedikit membuat fungsi Polri sebagi lembaga penyidikan menjadi goyang, disebabkan sejak lama Polri merupakan lembaga penyidikan paling pertama di Indonesia, tentunya sejak kehadiran KPK, Lembaga Polripun mulai sedikit menarik diri dalam soal penanganan kasus Korupsi yang kini terbanyak telah diambilhak oleh KPK, selanjutnya kini KPK menjadi lembaga penyidikan paling menonjol di Indonesia dalam kasus korupsi. Selanjutnya dalam masa pasa Reformasi hingga kini, kedigdayaan Polri lebih banyak mencuat akibat keberhasilan mengungkapkan dan membawa berbagai terdakwa kasus terorisme dan Narkoba yang telah mengglobal masuk pengadilan. Meskipun perang terhadap terorisme dan peredaran Narkoba seharusnya ditangani oleh TNI, namun dengan berbagai pertimbangan, TNI telah menarik diri dari penanganan perang terhadap terorisme di Indonesia selanjutnya menyerahkan perang terhadap terorisme di Indonesia kepada Polri, yang telah membentuk Densus 88 untuk memberantas terorisme di Indonesia.

Dari Masalah Terorisme dan Narkoba Kepada Masalah Penanganan Bencana dan Kecelakaan

     Pernah masalah terorisme sedemikian mencuat di Indonesia bahkan di dunia ketika tragedi demi tragedi pemboman yang menewaskan banyak orang terjadi. Pembentukan Densus antiterorisme oleh Polri menjadi kebutuhan mendesak dan menjawabi persoalan. Dengan Densus antiterorisme, Polri sukses mengatasi keamanan akibat ancaman serius teroris. Kini para aktivis terorisme di Asia Tenggara boleh dikatakan tak berkutik karena mereka telah berhasil dideteksi dan dibuat tak berdaya setelah para gembong terorisme mulai dieksekusi mati satu demi satu. Boleh dikatakan bahwa aktivitas terorisme di Asia Tenggara lumpuh total.

     Polripun ditengarai hampir usai tugasnya memberantas terorisme. Di dalam negeri masalah Korupsi telah ditangani oleh KPK, bukan Polri. Kini masalah besar Narkoba membahayakan generasi bangsa bahkan bisa menghancurkan generasi muda bangsa Indonesia bila tidak ditangani serius. Polri tampil ke depan melalui lembaga BNN (Badan Narkotik Negara) yakni pejabat Polri setingkat Menteri untuk tugas mengorganisasikan perang melawan Narkoba telah berhasil menangkap dan membawa ke pengadilan para pengedar Narkoba, mereka kemudian mendapat hukuman luar biasa termasuk eksekusi mati bagi para pengedar Narkoba.

     Selesaikah tugas Polri? Tidak sepenuh demikian sebab masih banyak namun kini publik sedang melihat lakon ini. Di tangan Presiden Joko Widodo, pimpinan Kapolri pernah dalam jangka waktu lama turun status menjadi Pjs, pejabat sementara, artinya, Pjs, bukanlah pejabat Kapolri yang berhak atas tunjangan sebagai Kapolri dari negara. Sebagai pejabat sementara, tindakan dan wewenangnya pun terbatas. Sementara pernah calon kuat Kapolri menjadi status tersangka oleh KPK dan ini pernah membuat pusing Presiden Joko Widodo sehingga membuatnya hampir saja meniadakan jabatan Wakapolri.

     Bahaya restrukturisasipun bisa muncul. Yang utama ialah ada pikiran bahwa dengan adanya banyak keterbatasan gerak oleh Polri di tataran pusat kini akibat banyak persoalan yang tidak lagi ditangani secara penuh misalnya: kasus-kasus Korupsi dan penyelamatan bencana alam dan kecelakaan yang secara hakiki telah ditangani oleh BASARNAS, yang merupakan gabungan dari 3 angkatan di TNI (TNI AL, TNI AD dan TNI AU), tugas Polisi hanya pada tataran identifikasi mayat. Itupun lebih banyak melibatkan para dokter Polisi, bukan mencerminkan tugas polisi sesungguhnya sebagai penyidik dan alat keamanan negara.

     Sebelum menjadi Kapolri definitif, mingguan Tempo pernah mensinyalir bahwa Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar mengatakan tugas berat yang bakal dihadapi pelaksana tugas Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, berkaitan dengan masalah organisasi Koprs Bhayangkara. "Pak Badrodin bisa menghadapi masalah restrukturisasi Polri," kata Bambang saat dihubungi Tempo, Sabtu, 17 Januari 2015. Menurut dia, restrukturisasi ini terkait wacana Polri tetap di bawah presiden atau di bawah sebuah kementerian.

     Hembusan gagasan bahwa masalah restrukturisasi Polri di mana Polri nantinya akan di bawah sebuah Kementrian, bukan berarti ada Menteri Kepala Polisi, Kementerian yang membawahi Polri secara eksistensial ialah Menteri Dalam Negeri, bukan Menteri Khusus Kepolisian. Dengan status di bawah Mendagripun kemudian akan memunculkan masalah yang tidak mudah. Misalnya, bagaimana status dan kepangkatan Polisi dan kepangkatan Mendagri di Kepolisian, soalnya Polripun pernah menjadi bagian dari ABRI dan kini tetap memiliki jenjang kepangkatan seperti TNI, bahkan pernah didaulatkan ikut dalam pasukan perdamaian PBB di Darfur, dll seperti yang dibuat dan menjadi tugas pokok pasukan TNI hingga saat ini.

Bila Polri di Bawah Kementerian, Berbagai Benturan Akan Muncul 

     Bila Polri di bawah Mendagri, artinya Polisi akan konsentrasi pada tugas utama untuk menjaga keamanan dalam negeri. Meskipun kedudukan Kapolri mungkin setingkat Gubernur Wilayah atau pejabat di bawah Mendagri, namun kenyataan ini akan mendatangkan banyak persoalan besar dalam hal tanggung jawab dan garis komando. Ini demi kelanjutan perang terhadap terorisme dan Narkoba. Bukan tidak mungkin suatu waktu, Polisi hanya akan bertanggung jawab kepada Gubernur wilayah. Itu berarti Kepolisian RI yang dimaksudkan ialah Kepolisian Daerah Propinsi.

      Polisi mungkin hanya akan mandiri pada setiap Daerah Propinsi di mana Polri bertanggung jawab terhadap Gubernur saja. Ini terjadi pada hampir semua negara-negara di dunia, khususnya negara-negera berbentuk Federal di mana Kepolisian dibentuk pada tataran masing-masing negara-negara bagian di mana Polisi bertanggung jawab kepada kepala negara bagian yang mengangkat dan memberhentikan kepala Polisi atas persetujuan Parlemen negara bagian, misalnya di Amerika Serikat.  Di AS, Kepolisian hanya ada di negara-negara bagian dengan struktur dan sifat kesesuaian (suitability) sebagai berikut:

1. Kepolisian Negara Bagian (State Police)

2. Kepolisian Kota Besar (Municipal Police)

3. Kepolisian Wilayah (Sheriffs)

4. Kepolisian Tugas Khusus (Specialist Police)

Bila ini yang terjadi ya katakan bahwa Gubernur Daerah akan bertanggung jawab untuk mengangkat dan memberhentikan kepala Polisi atas persetujuan Parlemen Daerah di wilayah daerah yang bersangkutan. Sementara itu penanganan perang terhadap terorisme dan Narkoba akan terus berlangsung dalam koordinasi antar Kepolisian Daerah. 

     Demi NKRI, Polri memang harus tetap dalam posisinya saat ini. Lagi pula dengan melihat status Propinsi kita saat ini, rasanya belum siap dan belum pas Polri bertanggung jawab kepada Gebernur sebab Gubernur dalam tugas penuh sering sebagai wakil pemerintahan pusat bukan menampakkan otonomi daerah secara total. Dalam kenyataannya, Gubernur mengkoordinasi kepemerintahan Propinsi, selalu lebih berurusan dengan KPK dalam soal penyidikan kasus, bukan kepada Polisi daerah. Dalam konteks ini, kita masih bisa merasa lega bahwa untung saja masih ada KPK yang bisa mengontrol kehidupan moral pemerintah daerah. Bila tidak ada KPK, pemerintahan daerah bisa saja akan menjadi raja-raja otonomi yang secara leluasa mengelola anggaran daerah sesuai kehendak hatinya dan kehendak kelompoknya.

     Demi keutuhan NKRI, memang seharusnya Polri tetap dalam formatnya seperti sekarang, dan belum saatnya hanya berada di tingkat Propinsi saja. Butuh waktu lama di mana Polri hanya berada atau eksis pada tingkat Propinsi saja. Peristiwa penetapan status tersangka atas diri Gubernur Sumatera Utara, Gatot Purjianto setidaknya mengajarkan kita bahwa KPK masih tetap eksis menjadi pengawal para aparatur negara agar tetap setia dan taat pada mekanisme pengelolaan anggaran yang berlaku. Meskipun menjabat sebagai seorang kepala daerah tingkat 1, Gubernurpun bisa dijadikan status tersangka dan tentu akan segera dijadikan tahanan KPK dalam waktu dekat. Sekali lagi bravo untuk KPK, dan profisiat untuk rakyat Indonesia.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun