Kecelakaan (accident atau incident), besar atau kecil, adalah kejadian yang bisa terjadi di manapun dan kapanpun, bisa menimpa siapa saja. Kecelakaan tersebut yang tidak pernah diharapkan terjadi oleh manusia yang waras pikirannya. Ya karena ada juga manusia-manusia yang memiliki keyakinan menyimpang, keyakinan sesat yang malah menciptakan malapetaka.
Kemajuan zaman kebangkitan era teknologi, di samping memberikan kemungkinan memudahkan gaya hidup bagi manusia, tetapi juga menciptakan segala macam malapetaka kecil atau besar, yang langsung maupun tidak langsung.
Misalnya arus listrik yang saat ini sudah menjadi pemenuhan kebutuhan yang paling esensial bisa menjadi seketika malah menimbulkan bencana. Alat transportasi di darat, laut, dan di udara mulai dari yang amat sederhana di samping merupakan kebutuhan manusia, juga bisa menjadi bencana. Banyak contoh-contohnya.Â
Dulu seorang ahli penanggulangan bencana yang menempuh pendidikan semacam keahlian penanggulangan disaster atau malapetaka Alm. Prof. Roosdibiyono yang mantan Rektor IIP Institut Ilmu Pemerintahan yang juga seorang Dosen pengajar di SESKO TNI /POLRI pernah memperinci segala  macam petaka besar kecil yang bisa terjadi disebuah rumah tangga.
Mulai dari kepentok kaki kursi, meja, salah menggunakan penggunaan kompor gas, salah menaruh teko air panas dll. Lebih dari 70 macam petaka. Tetapi sebagai umat yang beragama, ternyata Tuhan juga menganugerahkan segala macam penangkalnya. Berupa kewaspadaan, peringatan lengkap dengan cara penanggulangannya.
Cara cara penyelamatan diri, misalnya di hotel-hotel pasti ada petunjuk arah evakuasi: peringatan jangan mempergunakan lift bila terjadi kebakaran dst, dst. Juga hal semacam ini tertulis hampir dis emua gedung gedung publik umum .
Presedur penyelamatan diri bagi penumpang jelas keberadaannya dan para awak kabin selalu mengadakan demo sebelum pesawat tinggal landas. Yang pasti dalam situasi nyata bila sebuah pesawat mengalami keadaan darurat awak pesawat tidak akan "ngacir" duluan.
Beberapa bulan yang lalu kita bisa menyaksikan evakuasi dari sebuah pesawat terbang yang melakukan pendaratan darurat di Sungai Hudson di Amerika Serikat. Bila prosedur atau yang sekarang populer disebut SOP (standard operating procedure) dilaksakanakan dengan baik dijamin hasilnya tidak akan menimbulkan korban.
Tetapi semua itu hanya bisa terjadi bila latihan latihan selalu dilaksanakan secara komprehensif, berjadwal dan rutin.
Yang menjadi persoalan apakah hak seperti di pesawat terbang juga dilaksanakan di kapal penumpang di perairan atau lautan?
Sepanjang pengetahuan penulis, di sebuah  kapal laut militer ataupun kapal penumpang, sebelum kapal angkat jangkar selalu diadakan "general quarter" latihan umum tentang penanggulangan bencana bila terjadi di sebuah kapal. Para awak harus menempati pos masing masing sesuai dengan kemampuannya.
ABK yang bertanggung jawab menurunkan sekoci penyelamat, ABK yang bertugas di bagian pemadaman kebakaran dan lain lain. ABK di kapal penumpang jelasnya harus membantu para penumpang memberikan membantu para penumpang memakai alat pelamgpung dan kapan harus meninggalkan kapal. Nah masalahnya apakah ABK dari sebuah kapal penumpang yang bernama ZAHRO EXPRESS (ZE) melaksanakan proses penyelamatan yang dibutuhkan?
Dari fakta yang bisa dilihat dan didengarkan dari media elektronik media cetak media media lainnya, malah ABK Kapal ZE termasuk nakhodanya malah ngacir nyemplung duluan meninggalkan tanggung jawabnya. Tindakan demikian tidak salah bila disebut tindakan manusia bego bin goblok!
Mestinya menyikapi kejadian fatal yang dialami Kapal Penumpang ZE, para pejabat yang bertanggung jawab operasional pelayaran ini concern dengan SOP yang di "comply" yang disetujui untuk dilaksanakan.
Tetapi yang terjadi sama seperti bila terjadi kecelakaan pesawat, para "beo beo" yang gak bermutu dengan jenaka cuma bisa fokus: wah pesawatnya sudah tua. Orang orang itu gak ngeuh, gak paham bahwa pesawat itu selalu dipelihara dengan baik sesuai waktu dan jam penggunaan. Tiap komponen yang terpasang dipasang oleh orang yang memiliki kompetensi dan memegang lisensi yang valid.
Di kasus Kapal Penumpang ZE ini memang tidak ada komentar kapal tua, tetapi tidak kalah jenakanya dibilang: harus dicari kapal yang cocok. Lha selama ini ngapain aja kerjanya orang litbang atau departemen yang mengurusi kepentingan ini lalu lintas laut dan perairan?
Cek dulu donk validitas awak kapalnya. Cek donk fasilitas penanggulangan bencananya. Cukupkah alat pelampung bagi semua penumpang dan awak sesuai kapasitas penumpang yang diizinkan?
Kapal sih boleh baru, boleh tua juga, tapi yang penting harus diawaki oleh ABK, mulai dari Nakhoda KKM (kepala kamar mesin) dan semua ABK harus yang berlisensi dan bertanggung jawab. Jangan ada lagi ABK yang malah balik kanan nyemplung sendiri. Emang kita gak malu dengan pameo semboyan: nenek moyangku orang pelaut!?.
Kasus jumlah penumpang yang berlainan jumlahnya sesuai fakta dan manifes, maaf, itu mah soal kuno dan gampang diduga. Dipastikan terjadi kongkalikong sehingga secara mistik mengubah jumlah penumpang. Gampang  dugaannya!Penumpang yang tidak tertera di manifes, duit tiketnya dilipat, lalu diembat oknum-oknum yang mengurusi keberangkatan kapal!
Akhir kata, coba bayangkan. MASIH UNTUNG , puji syukur  kapal penumpang Zahro Express yang kebakaran itu masih bisa dilihat dari daratan dan banyak fasilitas penolong yang seketika mampu mendekat. Itu saja masih menimbulkan korban jiwa. Bagaiman bila di tengah lautan? Barangkali akan banyak korban yang tidak tertolong!
Keterangan: mistik = Â dimanipulasi secara gaib.
Capt. John Brata  - ATPL 760
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H