Misinformasi kesehatan di era digitalisasi saat ini sangatlah memprihatinkan. Mudahnya penyebaran akses informasi semakin memperparah masalah misinformasi kesehatan ini, ditambah lagi dengan masyarakat yang secara umum tidak dapat menilai kebenaran suatu informasi kesehatan karena keterbatasan pengetahuan. Banyak dari masyarakat tidak mengetahui bagaimana cara memeriksa informasi yang benar khususnya terkait informasi kesehatan berdasarkan sumbernya, terutama ketika informasi tersebut datang dari orang terdekat atau media sosial. Selain itu, masyarakat juga cenderung lebih percaya pada pandangan awal yang dimiliki, misalnya masyarakat memiliki pandangan negatif terhadap vaksinasi, maka masyarakat juga cenderung lebih mempercayai informasi yang mengatakan bahwa vaksin berbahaya meski tanpa bukti ilmiah yang kuat. Tidak hanya melalui media sosial, fenomena misinformasi kesehatan ini juga dapat tersebar di lingkungan sosial, seperti dalam percakapan keluarga, ataupun antar teman, jika penyampai informasi tidak memiliki sumber yang akurat maka hal ini bisa menyebabkan misinformasi kesehatan. Pengaruh budaya dan tradisi juga menjadi salah satu faktor penyebab fenomena ini. Beberapa komunitas dengan budaya dan tradisi dengan keyakinan tertentu terkait kesehatan yang sangat mengakar, bahkan jika bertentangan dengan bukti ilmiah dapat menyebabkan terjadinya misinformasi kesehatan.
Masalah misinformasi kesehatan ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di negara-negara lain bahkan di negara maju, sehingga masalah misinformasi kesehatan ini merupakan masalah global yang semakin meluas. Bahkan, di negara dengan kesehatan yang sangat maju, misinformasi bisa dengan cepat menyebar melalui media sosial yang tidak terverifikasi. Negara maju dengan kecanggihan teknologi yang tinggi sehingga makin mudahnya informasi tersebar dalam hitungan detik menjadi alasan kuat mengapa misinformasi kesehatan masih ada di negara maju. Meskipun negara maju memiliki infrastruktur yang baik dalam hal informasi dan kesehatan, mereka tetap rentan dengan fenomena misinformasi kesehatan ini.
Adanya Misinformasi kesehatan tentunya akan berpengaruh, tidak hanya bagi individu tetapi juga secara keseluruhan. Ketika masyarakat merasa ragu akan informasi kesehatan yang didapat melalui lembaga resmi, masyarakat cenderung mencari alternatif yang tidak terbukti, yang pada akhirnya meningkatkan risiko yang lebih buruk. Misinformasi kesehatan ini seringkali mengarahkan masyarakat untuk mengabaikan pengobatan medis dan merekomendasikan pengobatan alternatif yang tidak terbukti efektif dan aman. Tentunya hal ini dapat berpotensi buruk dan sangat mengancam keselamatan masyarakat. Dampak paling nyata dari fenomena ini adalah menghambat upaya penanganan penyakit menular. Klaim yang salah terkait penggunaan obat serta asal usul virus menciptakan kebingungan di kalangan masyarakat yang dapat merusak upaya untuk menanggulangi wabah tersebut.
Tantangan misinformasi kesehatan ini dapat dihadapi dengan berbagai cara. Berikut beberapa cara yang efektif dalam melawan adanya misinformasi kesehatan. Pertama yakni dengan memahami sumber informasi yang didapatkan. Ketika kita menerima sebuah informasi khususnya tentang kesehatan, sangat penting untuk memahami sumber informasinya. Pastikan bahwa informasi yang didapatkan berasal dari sumber yang terpercaya, seperti misalnya; WHO, kementerian kesehatan, serta website ataupun aplikasi yang telah mendapatkan sertifikasi dari kementerian kesehatan. Setelah memeriksa sumber informasi, pastikan juga penulis dari informasi tersebut. Pastikan bahwa penulis informasi kesehatan tersebut merupakan seorang ahli kesehatan.
Langkah kedua yang bisa dilakukan yakni dengan mengembangkan kemampuan dalam literasi digital. Kemampuan yang dimaksud disini tidak hanya tentang membaca atau menerima suatu informasi, tetapi memahami dan mengenali bagaimana berita atau informasi yang tidak benar, dan bagaimana informasi yang benar. Misinformasi kesehatan ini seringkali diwarnai dengan judul yang sensasional atau provokatif. Selain itu, isi atau kandungan dalam informasi tidak disertai dengan bukti ilmiah yang kuat, melainkan menggunakan bahasa yang emosional tanpa data konkret. Dengan memanfaatkan teknologi, kita juga dapat mengecek kebenaran suatu informasi melalui platform digital yang terpercaya misalnya Snopes dan TurnBackHoax. Snopes sendiri merupakan situs web yang berbasis di AS, yang memeriksa kebenaran tentang rumor yang beredar di internet. Metode yang digunakan yakni dengan mengecek sumber berita, wawancara dengan pakar, serta membandingkannya dengan fakta dari dokumen ataupun data yang ada. Sedangkan, TurnBackHoax sendiri merupakan platform di Indonesia yang dikelola oleh MAFINDO (Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia), yang memeriksa hoaks, terutama yang beredar di media sosial. Platform ini mempublikasikan laporan faktual setelah menginvestasi asal usul dari informasi hoax.
Cara ketiga yang dapat dilakukan yakni dengan tidak menyebarkan informasi tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu. Sebelum membagikan informasi, cek kembali apakah sumbernya terpercaya, serta adakah referensi atau data ilmiah yang mendukung informasi tersebut. Apabila informasi tersebut tidak didukung data ilmiah, atau tidak menemukan referensi yang mendukung kliam tersebut, hindari menyebarluaskan informasi tersebut. Hindari juga tergesa-gesa dalam menyebarluaskan informasi hanya karena terlihat mengejutkan atau menyentuh emosi.
Langkah keempat dalam menghadapi misinformasi kesehatan ini adalah dengan terus belajar tentang kesehatan. Kita juga harus mengerti atau memahami tentang kesehatan, sehingga dapat membantu dalam mengidentifikasi kebenaran dari suatu informasi kesehatan. Meningkatkan pemahaman ini bisa dilakukan dengan mengikuti pelatihan atau webinar. Saat ini apalagi di era digital, banyak sekali webinar gratis tentang kesehatan, yang sangat bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman masyarakat utamanya dalam hal kesehatan. Selain itu bisa juga dengan berlangganan sumber informasi kesehatan yang terpercaya. Selanjutnya pahami juga istilah medis dasar yang dapat memudahkan dalam membaca artikel ilmiah, selain itu juga dapat terhindar dari informasi yang menyalahgunakan istilah medis.
Langkah terakhir bisa dilakukan dengan meningkatkan kesadaran publik. Langkah ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan membuat infografis, artikel ataupun video singkat yang menjelaskan fakta kesehatan. Dalam membuat konten tersebut gunakan juga bahasa yang sederhana agar mudah dipahami oleh masyarakat. Upaya meningkatkan kesadaran ini bisa berkolaborasi dengan pendidikan, misalnya seperti mengadakan pelatihan cara mengenai misinformasi kesehatan di internet kepada para siswa.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah disinformasi kesehatan ini memerlukan peran aktif dari berbagai pihak mulai dari pemerintah, tenaga medis, hingga masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuan dalam literasi digital serta kesehatan. Mengonsumsi informasi digital secara kritis dengan memverifikasi informasi yang didapatkan, serta mengandalkan sumber yang terpercaya akan sangat membantu dalam melawan adanya misinformasi kesehatan ini. Dengan adanya tindakan ini diharapkan mampu membangun masyarakat yang lebih sehat dan cerdas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H