Mohon tunggu...
Taufik AAS P
Taufik AAS P Mohon Tunggu... Penulis - jurnalis dan pernah menulis

menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sumiati Tak Akan Berbaju Merah Lagi

24 Desember 2017   15:30 Diperbarui: 24 Desember 2017   17:14 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemuda Ridwan tak sanggup berpaling dari wajah anak pemilik warung pallubasa itu. Ia tidak menyangka, di warung sederhana itu ada wanita secantik bidadari dari kayangan. Rambutnya, panjang, hitam terurai, kulitnya putih bak kapur tulis. Wow, mata gadis itu indah berbinar laksana bintang kejora.

Nanti setelah anak pemilik warung menghilang dibalik tripleks menuju dapur, baru Ridwan bisa memalingkan wajah. Dahsyat memang, sampai pemilik warung senyu-senyum melihat longoan Ridwan.

"Dia, Sumiati, anakku satu-satunya. Baru tamat SMA tahun ini. Belum bisa kuliah karena biaya kami kurang. Jadi ia bantu-bantu di warung."

Ridwan mengangguk, rasa laparnya sirna. Pallubasa semangkok  itu dimakannya setengah hati. Ia benar-benar jatuh cinta pada anak pemilik warung. Tapi apakah bisa, dirinya tukang batu yang sederhana. Paling tidak menurut  batinnya, cewek secantik Sumiati  itu, jadi istri muda anggota dewan yang kaya.

//

Juragan bangunan borongan bos Ridwan semakin senang, ada muda bawahannya itu semakin senang lembur. Ridwan bisa bekerja sampai jam 11 malam. Juga profil-profil pilar rumah buatan Ridwan semakin cantik dan artistik saja.

Usut punya usut, lemburnya Ridwan itu, karena ingin makan pallubasa tengah malam di warung ibunya Sumiati. Rupa-rupanya pria lajang ini sedang lakukan PDKT alias pendekatan. Ternyata, ibu Sumiati meresponnya. Tetapi, kenapa gadis itu, hanya seyum manis saja yang selalu diberikan padanya. Walau Ridwan sudah gunakan trik meremas jari saat Sumiati ulurkan  uang kembalian.

"Sumiati."

"Ya Daeng Ridwan."

Begitulah komunikasi yang mereka bangun bila malam telah larut. Singkat, tapi itu membuat napas Ridwan memburu kayak pelari 10K. Ibu Sumiati sudah tahu gelagat kedua anak muda ini. Hati keduanya mulai saling terpaut, walau jalannya melambat.

"Ridwan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun