Ciwen menuturkan bahwa tidak ada arti tetap dari nama Titik Dua Kolektif. Pengambilan nama itu hanya gabungan dari sebuah simbol dan kata. Dengan cara pengertian yang berbeda-beda.
Pertama dibentuk, komunitas ini mengambil nama Sub Urban Kolektif. Memiliki arti pinggiran kota. Alasan lainnya, karena musik cadas merupakan musik minoritas. Dirasa sesuai dipakailah nama itu. Sayangnya, Sub Urban Kolektif tidak bertahan lama. Komunitas luar kota ternyata lebih dulu memakai nama itu. Mau tidak mau, nama komunitas harus diubah.Â
Anggota awal komunitas ini berjumlah 100 orang. Tiap orang memberikan ide nama. Banyaknya ide kemudian dikemas dalam suatu simbol. Titik dua, sebagai penanda pernyataan yang diikuti pemerinci atau penjelasan. Kolektif, yang berarti gabungan. Ciwen selaku penggagas, menyadari bahwa tiap orang memiliki sudut pandang berbeda. Mereka juga bisa mengartikan kolektif berbeda-beda. "Perbedaan itu menarik," ucapnya. Kedua hal tersebut disatukan dan disepakati Titik Dua Kolektif.Â
Gigs Rutin
Ciwen Ilusi memaparkan tujuan awal Titik Dua Kolektif adalah mengadakan gigs rutin sebulan sekali. Siapa sangka, jadwal gigs membludak. Adanya kegiatan tour antar kota bahkan luar negeri sekalipun. "Tour memang kegiatan wajib musik underground," tutur penggagas. Sehingga Titik Dua Kolektif memberikan wadah untuk menaungi band tour. Grow Between a Truth (GBAT) istilahnya.Â
Acara GBAT memang belum memiliki tempat yang paten. "Kemarin GBAT dilaksanakan ditempat A, belum tentu besok disitu," ucap Yustian. Komunitas Non-Profit, tidak adanya struktur yang paten. Bahkan data anggota pun tidak ada.Â
Struktur dibuat ketika hanya ada gigs. Saat itulah anggota terbagi sesuai jobdesknya. Tidak ada bantuan dana, dan sponsor. Nyatanya, Titik Dua Kolektif selalu berhasil dalam pelaksanaan GBAT. Suntikan dana hanya dari HTM dan penjualan merchandise.Â
Tidak Melulu Bermusik
Gulam mengatakan bahwa anggota komunitas ini tidak hanya dari pelaku musik. Seorang lulusan UMM 2022 jurusan hukum ini, mengakui bahwa dia bukan pelaku musik. "Tidak melulu soal musik, karena skill lain juga dibutuhkan," tandasnya.
Memang tidak hanya berfokus pada musik underground saja. Acara diskusi, screening film, galang dana untuk yang membutuhkan. Bahkan, juga aktif di youtube. Konten tentang life-season, talkshow, dll turut menjadi agenda Titik Dua Kolektif. Peran skill diluar musik sangat mendukung agenda tersebut.