Mohon tunggu...
Abdul Hanif
Abdul Hanif Mohon Tunggu... -

bukan untuk dibaca, nikmatilah apaadanya..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Delusi

2 Desember 2014   12:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:16 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Aku khawatir kepadamu”.

“Khawatir bagaimana?, aku baik baik saja kok”.

“Ah,, tidak aku yakin, kecemasanmu tinggi, aku lihat kamu berawan”.

“Berawan bagaimana?, aku sehat, emosiku stabil hari ini”.

“Aku yakin kamu cemas akan ujian besok”.

“Tidak, aku biasa saja, sudah lah mari pulang, paling itu hanya delusimu saja”.

Hmm,,, tapi aku yakin, teman dekatku itu Kevin sedang mengalami kecemasan tingkat tinggi. Dia memang begitu kalau ditanya pasti dia mengelak. Kulihat memang tugas kali ini sangat berat, sekitar 5 matapelajaran menugaskan tugas akhir dimana harus melakukan penelitian semua. Yah sebagai manusia aku pasti mengeluh.

Perjalanan pulang sengaja aku berjalan kaki, mencoba menghindari zaman yang akan menuju post modern, jauh memang tapi kuharap aku kuat menikmati perjalanan seperti zaman sesepuhku dulu kak Jek dan kak Apung. Beda, dulu udara masi dingin, pohon-pohon masi banyak cerita mereka pamer, sekarang panas udara penuh dengan gas buang knalpot, aku rasa memang enak aroma kentut-kentut manusia ketimbang kentut bermotor itu.

Dari kejauhan kulihat seseorang melihat kearah bawah jembatan, kaki kanan nampak naik di besi kedua, seseorang itu…!!!!

“PAA..KKKkkkkk…..!!! jangan MElomPATT….!!!”

Orang-orang meihat kearahku yang sedang menunjuk orang di pinggir jembatan, langsung mereka berlarian  menuju jembatan dan memegangi orang tua yang sedang merokok itu. Tampak bingung bapak tua itu, orang-orang menasehatinya, bapak tua itu menyatakan ada kesalahpahaman disini. Tapi orang-orang tak percaya dan membawanya kekantor polisi, akupun ikut dibawanya sebagai saksi.

Dikantor orang berseragam coklat ini, kulihat tidak semuanya rapih, tidak semua orang memasukkan baju coklat itu gendut pula. Aku ditanya olehnya. Gugup memang, ini baru pertama kalinya aku ditanya soal beginian. Aku memberikan peryataan bahwa pak tua itu ingin bunuh diri, tapi pak tua mengelak, bahwa ia hanya sedang melihat-lihat mencari inspirasi untuk lukisannya. Tapi aku rasa tidak aku merasa yakin pak tua ingin melompat, dari kejauhan aku lihat gelagatnya seperti ingin bunuh diri.  Namun mereka tetap tak percaya, mereka melepaskannya dan pak tua mengatakan kepadaku hati-hati dalam berucap, sontak waktu terasa terhenti , ia sperti marah kepadaku dan mengancamku.

Aku melanjudkan perjalananku, pulang naik majugroup bis lama nan tua. Bersama pak tua namun tidak sebangku, sekali-kali ku melirik melihatnya. “ia masih marah”, batinku. Pak tua turun didepan alfamart akupun turun disitu karena memang pangkalan ojekku tak jauh dari tempat ia turun, tak kusangka kami turun ditempat yang sama. Au yakin pak tua ini masih marah kepadaku.

***

Ingin tidurpun aku masi teringat peristiwa tadi siang, kurasa bapak itu masi mengingatku dan marah kepadaku, kulihat dari jendela kamarku di lantai dua. Dibawah pohon nampak ada sesorang yang serasa tak asing. “ah.. hanya perasaanku, atau ini benar pak tua itu?”. Aku merebahkan tubuhku dikasur kapuk lama bekas kakakku. Namun hatiku tetap tak bisa kupenjamkan aku takut bapak itu melompat dan memasuki kamarku lewat jendela, “ah…” erangku. Sudahlah semoga hanya angan-anganku.

***

Semalaman aku serasa tak tidur, kulihat mataku dicermin, tampak merah, malu bertemu teman-teman pencari ilmu. Tapi aku masi takut dengan bapak tua itu, kurasa ia ingin balas dendam kepadaku mengingat ia kupermalukan didepan umum, tapi kau yakin ia memang ingin bunh diri. Tapi kenapa kuliah dijendela, bapak tua itu mondar-mandir depan rumah. Kulihat dengan teliti, ia memakai topi disakunya kulihat ada pisau lipat. “apakah ia akan membunuhku?”. Aku yakin itu, ku coba kabur lewat pintu belakang, berjalan dengan perlahan, kuusahakan tanpa suara decitan layaknya seorang ninja. Kulihat keadaan jendela dapur, keadaan sepi, “kurasa aku bisa lewat sini”. Kubuka pintu perlahan “KREeekk…..!!” sebuah daun melayang menampar wajahku, “BRuaKK!!” sontan kututup keras pintu dapur. Lari menuju lantai dua kamarku. Ibuku tekejut  aku masi dirumah, ia bertanya dan aku memberikan penjelasan bahwa ada orang tua yang  menguntitku dan semacam ingin membunuhku. Terkejut ibuku, melihat sekeliling rumah, tak ada apa-apa. Tapi aku yakin ada pak tua yang ingin membunuhku.

Sudah sebulan aku dirumah tanpa keluar. Keluargaku sempat kekantor polisi dan menanyakan peristiwa jembatan siang itu. Ditemuinya orang tua itu, aku tak berani. Sempat aku dibawa ke orang berseragam jubah putih bak ilmuan fisika. Aku tak diberi keterangan hanya anjurkan minum Pil berbotol bening.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun