Oleh : Nuraini Safitri, Arum Juliyani Putri, Lukman Nulhakim M.Pd, Annisa Novianti Taufik M.Pd
Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks. Seorang guru tidak dapat sekadar mengandalkan pengalaman mengajar untuk menjadi tenaga pendidik yang profesional dalam memandu pembelajaran. Mereka perlu memahami dan menguasai berbagai komponen terkait teknik mengajar serta cara memfasilitasi siswa dalam belajar. Di antara berbagai pendekatan yang bisa diterapkan untuk meningkatkan profesionalitas dan akuntabilitas pengajar adalah dengan melaksanakan refleksi diri secara berkala. Evaluasi diri merupakan elemen fundamental dalam profesionalisme, sebagaimana dikemukakan oleh Bowman (1989). Sejalan dengan hal tersebut, Loughran (2005) menyatakan bahwa melakukan analisis mendalam terhadap praktik profesional pendidik, khususnya dalam aspek pembelajaran dan pengajaran, menjadi faktor penting dalam mendorong pembaruan dan transformasi pembelajaran di kelas. Lebih lanjut, Korthagen dan Vasalos (2005) mengungkapkan bahwa praktik evaluasi diri dalam rangka pengembangan profesional yang berkelanjutan telah berkembang menjadi konsep esensial dalam pendidikan untuk calon guru. Sebagai individu yang terus berkembang, seorang pendidik perlu memahami dimensi-dimensi pembelajaran yang akan membentuk identitasnya sebagai pembelajar sejati. Dalam prosesnya, seorang pendidik tidak hanya memikirkan bagaimana dirinya belajar dan indikator kesuksesan yang ingin dicapai, tetapi juga harus memastikan bahwa peserta didiknya mengalami proses serupa. Pendidik berperan layaknya seorang dirigent yang berkolaborasi dengan murid-muridnya untuk mentransformasi beragam karakteristik individual menjadi sosok pembelajar yang tangguh. Situasi ini menggarisbawahi betapa rumitnya peran seorang pendidik dalam menyeimbangkan aktivitas mengajar dan belajar. Mengutip pandangan Loughran (2010: 35), keseimbangan antara mengajar dan belajar inilah yang merupakan inti dari pedagogik atau "The heart of pedagogy".
      Tantangan utama seorang pengajar adalah menciptakan keselarasan antara keragaman kebutuhan para peserta didik dengan standar kurikulum serta sasaran pembelajaran yang telah ditetapkan. Tugas ini menjadi kompleks mengingat setiap murid hadir dengan beragam pengalaman hidup dan kepribadian yang unik. Apabila seorang pengajar hanya menitikberatkan pada aspek penyampaian materi tanpa memperhatikan aspek lainnya, maka tingkat pemahaman yang diserap siswa kemungkinan tidak akan optimal. Oleh karena itu, kemampuan mengelola kelas menjadi aspek krusial yang perlu dikuasai oleh tenaga pendidik. Penguasaan ini dapat dicapai melalui pemahaman berbagai teori pembelajaran, penerapan beragam metode dan model pengajaran, serta pengembangan kompetensi pedagogis lainnya. Loughran (2005) juga menegaskan bahwa evaluasi diri adalah sarana penting untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan profesional guru. Setidaknya ada tiga elemen pengetahuan profesional yang harus selalu menjadi bahan evaluasi diri guru: pengetahuan konten, pengetahuan pedagogis, dan pengetahuan tentang cara mengemas konten dalam pembelajaran yang bermakna (Abdurrahman, 2013). Pengetahuan profesional guru memerlukan bahasa khusus agar dapat memfasilitasi ekspresi yang lebih baik dan pertukaran ide dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, hal ini harus tetap menjadi prioritas untuk dievaluasi oleh setiap tenaga pendidik, bahkan sejak masih menjadi mahasiswa calon tenaga pendidik (Loughran, Berry, & Mulhall, 2006).
      Maka dari itu, evaluasi diri yang berkelanjutan dalam karir profesional guru adalah bagian integral dari literatur pendidikan guru (Howard, 2003). Namun, jika kita mengamati kondisi di lapangan, tidak pernah terlihat sekali guru, baik secara individu maupun dalam kelompok sejawat, melakukan proses evaluasi diri untuk meningkatkan kinerja profesionalnya. Akibatnya, tenaga pendidik kita di lapangan terkadang menghadapi hambatan dalam praktik profesionalnya, meskipun mereka telah mempunyai pengalaman mengajar yang cukup lama. Sebenarnya, evaluasi diri dapat menjadi sumber utama bagi guru dalam mengembangkan strategi-strategi baru untuk mengatasi masalah dalam proses belajar mengajar, sehingga secara budaya menjadi acuan dalam pengembangan praktik profesional (Howard, 2003).
      Profesionalisme dan kualitas seorang guru tidak semata-mata berkaitan dengan bagaimana ia mengajar atau mempersiapkan siswa untuk belajar dan menjalankan tugasnya di kelas. Lebih dari itu, pengembangan wawasan dan peningkatan pengetahuan serta kompetensi seorang guru juga dua elemen penting yang wajib mendapatkan perhatian. Kedua hal ini, baik dari sisi guru maupun siswa, perlu berjalan secara seimbang guna membentuk profesionalisme yang semakin solid. Selain aspek tersebut, keterampilan guru dalam menerapkan pengetahuan pedagogis, budaya, bahasa, materi pelajaran, serta pembelajaran dalam menyelesaikan masalah praktis di lapangan juga memainkan peran besar dalam menentukan tingkat profesionalisme guru (Darling-Hammond, Holtzman, D.J, et al., 2005). Pengembangan profesional adalah aspek khusus dalam meningkatkan kapasitas sumber daya pendidikan, terutama guru dan alat pendukungnya, dengan tujuan utama memperbaiki kinerja siswa. Beberapa studi menunjukkan bahwa mutu guru secara keseluruhan berpengaruh langsung pada kompetensi yang dicapai oleh siswa (Rahman, 2013; Darling-Hammond et al., 2005; Rivkin, Hanushek & Kain, 2005). Maka dari itu, Darling-Hammond dan Richardson (2009) menekankan bahwasanya setiap tenaga pendidik perlu menyadari pentingnya pembelajaran berkelanjutan untuk mengasah kapabilitas mereka dalam memfasilitasi pembelajaran yang efektif. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan prestasi peserta didik pada setiap dimensi pembelajaran yang mencakup aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik.
      Dengan memahami dampak positif dari refleksi diri, guru dapat lebih sadar akan aspek-aspek yang perlu ditingkatkan, baik dalam hal pedagogi, manajemen kelas, maupun dalam membangun hubungan dengan siswa. Penelitian ini akan membahas dampak refleksi diri dalam upaya pengembangan profesionalisme guru, dengan tujuan untuk mengeksplorasi bagaimana proses refleksi dapat menjadi strategi efektif dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru di lapangan. Berdasarkan wawancara yang kami lakukan dengan guru Bimbingan Konseling SMP Negeri 24 Kota Tangerang dan Kepala Sekolah SD Negeri Cipete 4 Kota Tangerang terkait dampak refleksi diri bagi keprofesional guru BK dalam peningkatan kualitas pembelajaran.
Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud untuk mendalami pengaruh evaluasi diri dalam upaya pengembangan kapabilitas dan performa profesional tenaga pengajar di lingkungan pendidikan formal. Melalui metode survey wawancara terstruktur dan kajian literatur yang bersifat analisis deskriptif diperoleh data sesuai dengan kerangka konseptual yang mencakup aspek-aspek sebagai berikut :
- Konsep Refleksi Diri dalam Konteks Pendidikan
      Menurut data hasil wawancara yang telah dilakukan, kedua narasumber menganggap refleksi diri adalah proses introspeksi atau menilai kembali diri sendiri untuk memahami pikiran, perasaan, tindakan, dan pengalaman yang telah dialami. Ini merupakan bentuk evaluasi pribadi yang membantu seseorang melihat ke dalam, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, serta mengevaluasi respons atau tindakan yang telah dilakukan. Melalui refleksi diri, kita dapat mengetahui hal-hal apa saja yang perlu ditingkatkan atau diubah agar mencapai perkembangan diri yang lebih baik.
      Refleksi diri dilakukan dalam praktik mengajar karena sangat penting untuk pengembangan diri dan biasanya rutin dilakukan setiap satu minggu sekali, dengan mengevaluasi metode pembelajaran yang digunakan, memahami apa yang siswa dapatkan dan mencari tahu apa yang perlu ditingkatkan. Selain itu, berdiskusi dengan rekan sejawat ataupun kepala sekolah juga bisa membantu perspektif baru. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Rose (2007) yang mengutarakan bahwa kolaborasi reflektif di antara para pendidik terbukti memberikan dampak yang sangat positif. Sistem pendampingan antar rekan sejawat memfasilitasi setiap guru untuk melakukan evaluasi diri dan menganalisis metode pengajaran yang mereka terapkan. Melalui proses ini, pendidik dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dan menyempurnakan teknik pembelajaran mereka. Para pengajar perlu melakukan perenungan mendalam tentang aspek-aspek fundamental yang dapat meningkatkan mutu pengajaran mereka. Dengan menerapkan pendekatan berbasis refleksi, guru dapat mencapai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dan menciptakan proses pembelajaran yang lebih efektif.