Mohon tunggu...
Edi Abdullah
Edi Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Bekerja Sebagai Widyaiswara Pada Lembaga Administrasi Negara RI

RIWAYAT PEKERJAAN.\r\n1. DOSEN PADA UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR TAHUN 2008-2011.\r\n2.DOSEN PADA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR. TAHUN 2008.\r\n3. DOSEN PADA STIH COKROAMINOTO TAHUN 2009-2012.\r\n4. DOSEN PADA STMIK DIPANEGARA TAHUN 2009-2012.DENGAN NOMOR INDUK DOSEN NASIONA(.NIDN ) 09101182O1. \r\n6.BEKERJA SEBAGAI ADVOKAT PADA TAHUN 2008-2011.\r\n7. BEKERJA SEBAGAI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI PKP2A II LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI. SEJAK TAHUN 2011-SEKARANG\r\n.\r\nPENGAMAT KEBIJAKAN PUBLIK,HUKUM, POLITIK LAN MAKASSAR, WIDYAISWARA BIDAnG HUKUM LAN MAKASSAR\r\n\r\nKARYA ILMIAH ;BUKU PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA,merobek demokrasi\r\nFROM PINRANG TO MAKASSAR\r\n\r\

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cebong, Kadrun, Kampret, Mari Kita Bersatu

16 Februari 2021   10:13 Diperbarui: 16 Februari 2021   10:23 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumberfoto:fotokita.grid.id

"Sesungguhnya bangsa yang kuat dan besar dimulai dari Persatuan" Ajibon-1982

Kalau kita menyaksikan di social media istilah Cebong,Kadrun dan kampret , tiga istilah yang sering dibahas,kata cebong ,kadrun dan kampret ini menjadi stigma yang ditujukan kepada kelompok tertentu, cebong dan kadrun ramai menjadi Pembahasan disocial media.

Buzzer-buzzer pun ramai menggunakan istilah ini untuk saling menyerang, dengan penggunaan kata, cebong dan kadrun yang ditujukan kepada kelompok atau individu tertentu, friksi Cebongng, kampret dan kadrun ini otomatis menimbulkan perpecahan secara tidak langsung di social media maupun secara langsung.

Friksi Cebong, kadrun ini pada akhirnya menjadi sebuah panggung untuk saling menyebar kebencian dan saling menghina disocial media, adanya friksi ini tentunya sangat disayangkan, karena stigma cebong, kampret dan kadrun yang disebarkan di media social akhirnya menimbulkan perseteruan dan pergesakan serta Perpecahan yang abadi.

Pepecahan pun tak terelakkan, padahal sejatinya sebagai bangsa yang besar, adalah bangsa yang dibangun dari rasa solidaritas dan persatuan, kita harusnya saling merangkul bukannya memusuhi satu sama lain, dengan menghentikan permusuhan disocial media, dengan bersama-sama bergandengan tangan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa indonesia.

Bahkan sejak lama Soekarno Sudah memperingatkan melalui kata mutiaranya bahwa "Perjuanganku Lebih mudah Karena mengusir Penjajah tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri". Kondisi seperti ini terkadang kita rasakan saat ini tak jarang kemudian anak bangsa ini justru mengalami perpecahan dan saling bermusuhan satu sama lain ,tidak jarangpun mereka melakukan korupsi yang justru menyakiti bangsa sendiri karena efek dari korupsi yang menyebabkan kesengsaraan yang tidak berpihak kepada rakyat jelata.

Sudah saatnya kita saling merangkul menghentikan permusuhan dan penebaran kebencian dimedia social dan beralih untuk bergandengan tangan bersama kita membangun bangsa ini, kalau bukan kita siapa lagi,

Lupakanlah dan tinggalkanlah  istilah cebong, kampret dan kadrun mari kita bersatu dibahwa panji ideologi Pancasila, serta NKRI, dan Bhineka Tunggal ika, berbeda adalah hal yang mutlak dan tak bisa dihindarkan, namun dengan perbedaan itu bangsa kita menjadi indah laksana pelangi yang berwarna, mari kita menyatu dalam harmonisasi keindahan dan saling merangkul satu sama lain.

Mari saling memaafkan, hentikan menebarkan kebencian dan umpatan, bangsa yang besar adalah bangsa yang dibangun dari rasa persaudaraan mari kita menyatu dan melaksanaan secara benar nilai-nilai luhur bangsa ini,

Sebagai penutup tulisan ini "mari kita mengingat bahwa kekalahan Thanos tidak lain disebabkan oleh persatuan dan solidaritas yang dibangun oleh para evengers". Ajibon 1982.

Bersatu kita teguh, bercerai kita Runtuh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun