Banyak kisah orang sukses dari mereka yang berasal dari keluarga miskin atau tidak mampu, sehingga mereka mampu memotong mata rantai kemiskinan. Dari sekian banyak kisah orang sukses tersebut, salah satu diantaranya adalah berkat pendidikan yang mereka tempuh. Itulah yang menambah keyakinan, mengapa kita perlu membuat kebijakan afirmasi agar anak-anak dari keluarga miskin bisa mendapatkan layanan pendidikan. Tidakkah setiap kali kita mengikuti paparan para calon presiden, gubernur, bupati, dan walikota semuanya ingin mengentaskan kemiskinan.
Prinsip dasar pendidikan adalah untuk semua (Eucation for All), tidak boleh ada deskriminasi karena jender, status sosial ekonomi, atau atas dasar primordialisme. Akses ke dunia pendidikan haruslah terbuka luas bagi setiap lapisan masyarakat. Ada dua hal yang menentukan akses pendidikan: ketersediaan (availability) sekolah dan keterjangkauan dari sisi pembiayaan (affordability).
 Itulah yang ralitas kita hadapi: keterbatasan kemampuan ekonomi, belum tersedianya infastruktur yang layak, terutama didaerah terpencil, perbatasan, dan daerah tertinggal, juga sosial budaya yang belum menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dan modal sukses. Karena pendidikan itu untuk semua, maka harus ada kebijakan umum yang berlaku bagi semua, sehingga memudahkan anak-anak bisa sekolah seperti BOS (Bantuan Operasianal Sekolah), namun juga harus ada kebijakan khusus bagi daerah khusus maupun masyarakat khusus.
Berbagai kebijakan yang sifatnya afirmasi telah disiapkan, diantaranya adalah Bantuan Siswa Miskin (BSM) bagi siswa pendidikan dasar dan menengah, dan Bidikmisi bagi Mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H