Mohon tunggu...
David Junior Tanujaya
David Junior Tanujaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional

Saya menyukai topik yang berkaitan dengan lifestyle yang sehat dan karya fiksi ilmiah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Efek Balance of Power dalam Konflik Peperangan Hizbullah

4 Desember 2024   21:30 Diperbarui: 15 Desember 2024   23:56 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia internasional, terdapat perbandingan antara sebuah negara dengan negara-negara lain. Setiap negara memiliki kekuatan dan pengaruhnya masing-masing, baik dari kekuatan militernya dan ekonominya. Dalam dunia internasional, terdapat juga negara-negara superior yang memiliki pengaruh yang besar atau yang disebut sebagai negara adidaya atau superpower. Namun, ada juga negara-negara kecil yang kurang memiliki pengaruh besar di dunia internasional.

            Studi Hubungan Internasional menjelaskan tentang teori Balance of Power. Balance of Power dalam hubungan internasional merupakan teori yang menyatakan bahwa suatu negara ataupun kelompok negara akan melindungi negaranya dengan cara meningkatkan kekuatan mereka agar setara dengan negara lain. Balance of Power mengacu pada konsep-konsep distribusi kekuatan negara yang disalurkan antar negara. Tiap negara akan selalu meningkatkan kekuatan mereka dari segi militer, ekonomi, dan pengaruh mereka dalam dunia internasional agar memiliki tingkatan yang sama. Negara dapat melakukan kerjasama antarnegara, meningkatkan kekuatan militer dan perkembangan ekonomi, dan mempeluas wilayah untuk meningkatkan kekuatan mereka. 

            Tujuan dari Balance of Power adalah untuk menciptakan keseimbangan dalam kekuatan dunia internasional, agar tidak memunculkan dominasi yang terlalu tinggi dari salah satu pihak. Balance of Power bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan stabilitas dan menghindari dominasi suatu negara yang berarti Balance of Power dapat mencegah munculnya konflik peperangan antarnegara. Terdapatnya keseimbangan kekuatan akan membantu menjaga stabilitas internasional dan terhindarnya perang.

            Dalam hubungan internasional dijelaskan bahwa Balance of Power tetap dipergunakan dan berlaku. Cara yang dilakukan oleh beberapa negara terbagi menjadi dua, yaitu pertama, mereka berfokus untuk meningkatkan kekuatan militer mereka dan memperkuat posisi ekonomi mereka, lalu yang kedua, mereka meningkatkan pengaruh mereka dan hubungan antarnegara, melalui kerjasama dan hubungan diplomasi dengan negosiasi. Konsep ini harus diupayakan oleh dunia internasional demi menciptakan stabilisasi keamanan dan perdamaian dunia.

            Perbedaan kekuatan yang signifikan akan memunculkan negara yang lebih mendominasi dan akan menilmbulkan konflik yang merujuk ke peperangan. Contohnya adalah konflik antara Hizbullah dan Israel. Ketidakseimbangan dari kedua pihak tersebut terbagi menjadi beberapa kekuatan. Israel memiliki keunggulan militer yang lebih tinggi daripada Hizbullah, Israel memiliki persenjataan yang canggih dan mendapatkan dukungan dari sekutunya yaitu Amerika Serikat melalui bantuan milter dan bantuan diplomatik. Sedangkan Hizbullah tidak memiliki kekuatan militer yang setara dengan Israel, namun Hizbullah memiliki kekuatan dalam menghadapi perang asimetris, Hizbullah juga mendapatkan bantuan dukungan dari Iran. Pembahasan ini bertujuan untuk memahami bagaimana konsep balance of power dapat mempengaruhi konflik antara Hizbullah dan Israel. Dampak-dampak apa yang dapat diberikan pada stabilitas di kawasan tersebut.

Konflik Hizbullah dan Israel dimulai pada Juni 1982, Israel menginvasi Lebanon atas serangan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Israel menetap di Lebanon dan melakukan penyerangan serta pembantaian yang menewaskan ribuan korban. Hizbullah muncul sebagai kelompok perlawanan pada Israel yang bertujuan untuk mengusir pasukan militer Israel di Lebanon.

            Hizbullah yang didukung oleh kelompok Syiah dan Iran memiliki peran besar dalam perlawanan terhadap Israel. Hizbullah secara signifikan menjadi kekuatan besar dalam melawan pasukan Israel. Pada 1992, Hizbullah terjun ke dalam ranah politik dan terus meningkatkan pengaruh politik mengembangkan kekuatan politik dan militer mereka. Hizbullah sebagai aktor dalam peperangan konflik Hizbullah dan Israel menciptakan gempuran yang mengarah pada serangan saling balas. Korban yang berjatuhan semakin banyak dari kedua pihak dan mereka berjanji akan membalas atas serangan masing-masing.

            Melalui peperangan Hizbullah dan Israel, kedua kelompok tersebut saling meningkatkan kekuatan militer dan diplomatik. Israel telah mengembangkan kekuatan udaranya dengan jet tempur yang canggih, Israel juga memiliki sistem pertahanan Iron Dome yang sangat efektif dalam melindungi dari serangan roket. Israel telah mempersenjatai diri mereka dengan senjata dan kendaraan yang canggih. Hizbullah juga meningkatkan kekuatan militernya dengan berfokus pada persenjataan roket dan rudal. Hizbullah meningkatkan kapasitas dan jarak tempuh dari jangkauan rudalnya. Kekuatan tempur mereka juga didasarkan kekuatan gerilya yang terlatih, mereka juga terus mendapatkan dukungan dari Iran, tidak hanya persenjataan namun juga dukungan ekonomi.[i]

            Israel sebagai negara yang memiliki kekuatan terbesar di Timur Tengah tentu akan memberikan dampak yang besar bagi perkembangan konflik antara Hizbullah dan Israel. Kekuatan militer yang canggih akan memberikan kekuatan militer yang tentu dapat mendominasi. Dukungan dari Amerika Serikat juga memberikan dampak yang signifikan. Namun, Hizbullah juga memiliki keunggulan strategi perang asimetris, gerilya, serangan rudal dan roket untuk mengimbangi kekuatan militer Israel. Melalui hal ini, efek Balance of Power dapat mencegah negara Israel untuk mendominasi Hizbullah, situasi ini menciptakan suasana untuk saling terus meningkatkan kekuatan kedua pihak. Hizbullah dapat menjadi ancaman yang dapat memberikan dampak yang signifikan meskipun kekuatan dari Hizbullah lebih kecil dari Israel.[ii]

            Efek dari Balance of Power dapat terlihat melalui Perang Lebanon 2006. Perang Lebanon 2006 terjadi pada 12 Juli hingga 14 Agustus 2006. Perang tersebut melibatkan Hizbullah dan Israel dari kedua sisi. Pada 12 Juli 2006, Hizbullah melancarkan serangan terhadap pasukan patroli Israel yang memicu pada perang skala besar. Israel melancarkan serangan udara sebagai respon atas serangan Hizbullah. Hizbullah juga melakukan perlawanan dengan melancarkan serangan roket dan menggunakan taktik girelya. Efek Detterence juga muncul dalam perang ini dimana memiliki konsep bahwa Detterence dapat mencegah serangan lawan karena takut akan serangan balasan dari pihak lawan karena kekuatan yang dimiliki lawan sangat besar. Pada kasus ini, Hizbullah dapat menciptakan efek Detterence bagi Israel, dampak balasan yang diberikan oleh Hizbullah cukup menimbulkan kerugian yang signifikan bagi Israel, hal ini membuat Israel lebih mempertimbangkan atas serangannya.

            Perang berlangsung selama 34 hari menimbulkan kerugian besar bagi kedua pihak, tidak ada pihak yang benar-benar mampu menciptakan kemenangan. Israel tidak dapat menghancurkan Hizbullah dan Hizbullah juga tidak mampu mengalahkan Israel. Efek dari Balance of Power terlihat saat hasil akhir dari perang menjadi gencatan senjata dan tidak dimenangkan oleh pihak manapun. Keseimbangan kekuatan tersebut memaksa untuk menghentikan perang dan tidak melanjutkan konflik untuk menghindari resiko yang terlalu tinggi. Keterlibatan aktor-aktor internasional seperti Iran dan Suriah sebagai pendukung Hizbullah dan Amerika Serikat sebagai pendukung Israel sangat memainkan peran penting untuk menciptakan keseimbangan kekuatan agar menghentikan konflik peperangan.

Melalui pembahasan-pembahasan diatas, Konflik Hizbullah dan Israel memberikan kerugian yang besar bagi pihak Hizbullah dan Israel. Efek Balance of Power dalam konflik ini menciptakan hasil dimana kedua pihak terpaksa mempertahankan status quo, kedua pihak terpaksa menghentikan serangan mereka. Israel yang memiliki kekuatan militer dan persenjataan yang lebih canggih tetap tidak bisa mendominasi Hizbullah dalam perang Hizbullah dan Israel, begitu juga sebaliknya, Hizbullah tidak dapat mengalahkan Israel, namun hanya dapat memberikan serangan yang fatal dan tidak dapat menang seutuhnya. Konflik terus terjadi, namun dengan keseimbangan kekuatan, perang yang dilakukan menjadi terbatas, keseimbang tersebut membatasi skala perang.

            Balance of Power dapat mencegah terjadinya perang, melalui efek ini, pihak yang berkonflik akan menahan diri mereka atas keseimbangan kekuatan yang mereka miliki. Balance of Power juga dapat memberikan batasan bagi pihak yang berkonflik agar tidak meningkatkan serangan mereka yang dapat menghancurkan kedua pihak dan tentunya akan merusak sistem keseimbangan internasional. Pihak yang berkonflik akan selalu mempertimbangkan serangan dan keputusan yang diambil. Balance of Power juga dapat meningkatkan kekuatan kedua pihak agar menjadi seimbang, sehingga tidak ada yang dapat mendominasi salah satu pihak.

References:

Universitas Kristen Satya Wacana. (2016). BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Balance of Power. https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14831/2/T1_372013006_BAB%20II.pdf

Khoiriyah, K., & Dir, A. A. B. (2020). Tiongkok: Analisa Balance Of Power dalam Perang Dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok pada Tahun 2018. Journal of International Relations Universitas Diponegoro, 6(4), 491–497. https://doi.org/10.14710/jirud.v6i4.28384

Antebi, L. (2024). The Escalation in the Drone War between Hezbollah and Israel. Institute for National Security Studies. http://www.jstor.org/stable/resrep60380

Mendelek, M. (2024). Asymmetric Warfare Through the Communication of Threats. (c2020). https://doi.org/10.26756/th.2022.341

Calabrese, E. C. (2020). Wartime Narratives of Hezbollah Militants in the Syrian Conflict. Perspectives on Development in the Middle East and North Africa (MENA) Region, 21–32. https://doi.org/10.1007/978-3-030-35217-2_2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun