Mohon tunggu...
Irene Kusuma
Irene Kusuma Mohon Tunggu... Penulis - Isaiah 55 : 8-9

Communication Studies' 16 Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Segala Bentuk Penyesalan yang Belum Sempat Tersampaikan

20 Desember 2019   16:23 Diperbarui: 20 Desember 2019   16:46 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini tercipta ketika suatu sore aku mendengarkan sebuah lagu karya Kunto Aji yang berjudul Pilu Membiru. Sejak kali pertama aku mendengar lagu itu, aku sangat terusik dengan lirik,...

"Masih banyak yang belum sempat aku katakan padamu"

"Masih banyak yang belum sempat aku sampaikan padamu"

Ya, selama ini dengan atau tanpa disadari aku hidup terbebani dengan banyaknya pesan yang belum sempat aku sampaikan secara langsung kepada dua orang yang sangat berharga bagi aku, dua orang yang menjadikan aku ada di dunia ini, dua orang yang selalu menopang aku ketika segala sesuatunya melelahkan, dua orang yang meyakinkan aku untuk berani menghadapi dunia yang begitu cruel-nya, dua orang yang banyak mengajarkan seberapa pentingnya untuk menjadi kuat, dua orang yang mengajarkan dan melatih aku sendiri untuk menjadi kuat, sampai akhirnya aku terlalu kuat untuk mereka tinggalkan begitu saja.

Memang benar, aku menamainya sebagai sebuah beban. Karena memang itu sangat menyesakkan tiap kali aku melangkah dan menjalani hidupku. Bukan karena aku tak ingin untuk melepasnya, tapi aku rasa hal itu sudah begitu percuma. Pada akhirnya, aku hanya memupuk segala bentuk penyesalan yang tersisa hingga makin membesar.

Andai saja kala itu, aku tahu sedikit lebih awal kalau masa itu akan datang.  Andai saja kalau saat itu, aku sedikit mempersiapkan diriku untuk menghadapi kehilangan. Andai saja kalau saat itu, aku tidak begitu egois memikirkan diriku sendiri dan terlalu nyaman dengan kondisiku saat itu. Andai saja kalau saat itu, segala sesuatunya tidak datang tiba-tiba. Hingga akhirnya, semua andai itu tidak pernah terjadi. Dan, semuanya terjadi seolah begitu saja.

Ya, kalian sudah bisa menebak bagaimana akhirnya. Seorang yang tampil sengak dan sangat percayanya dengan kehidupan ini, hanya berakhir dengan ribuan air mata penyesalan. Terlambat, kira-kira begitulah kata yang terbisikkan di telinganya. Dan, bumi masih saja berputar seolah tak terjadi apapun, ketika saat itu duniaku sudah berhenti dan tak tahu kapankah akan berputar lagi.

Apapun yang akan saya tulis di bawah ini adalah apa yang belum sempat saya katakan kepada dua orang tersebut, yang entah apakah mereka dapat membacanya atau tidak. Akupun tak mau tahu, pokoknya bagaimanapun caranya mereka harus membacanya.

-----

Mama, walaupun saat itu aku sudah mengetahui kalau waktu kepergianmu sudah semakin dekat, tapi aku bertingkah seolah segala sesuatunya baik-baik saja, karena saat itu aku sedang menepis segala kemungkinan tersebut, karena aku masih ingin bersamamu sedikit lebih lama. Saat hari itu tiba, setidaknya kami bertiga mengantarkanmu dengan arti tangisan yang berbeda. Lain halnya dengan koko yang menangis kehilanganmu karena dia begitu dekat denganmu, aku menangis karena kita belum sempat punya hubungan yang begitu baik.

Aku tidak pernah tau alasan mama ingin menyerahkanku ke keluarga lain, hingga saat ini. Tapi, perjuangan mama menghadirkanku di dunia ini, menjadikanku percaya kalau mama sayang aku. Tidak mudah menjadi wanita yang bekerja dan juga seorang istri serta ibu yang harus memastikan keluarganya baik-baik saja.  Maka dari itu, aku berterima kasih atas segala pengorbanan yang sudah mama berikan selama hidup mama, terima kasih sudah memberikan semuanya -- ketika aku tak pernah merasa cukup. Hingga di masa-masa terakhir mama, terima kasih masih mengomeliku seperti biasanya.

Mama mungkin menyadari segala bentuk kemarahanku dan kekecewaanku dulu, tapi memilih untuk pura-pura tidak tahu, hanya untuk menjadikanku tumbuh menjadi wanita yang kuat. Tapi harusnya mama paham betul bagaimana putrimu ini. Dan akhirnya aku tumbuh dengan pandanganku sendiri. Tapi terima kasih telah menjadi teladan dalam menjaga imanmu, ketika saat itu aku berpikir "harusnya kau marah saja ke Tuhan", tapi ternyata tidak pernah mama lakukan. Akupun masih mencoba dan kerap kali gagal.

Harusnya aku sampaikan ini saat mama masih ada. Aku iri, dengan teman-temanku yang mempunyai hubungan sangat baik dengan mamanya. Mereka bisa menjadi layaknya seorang sahabat. Membagi cerita mengenai banyak hal, belanja berdua, melakukan hal apapun yang Cuma bisa dilakukan ibu dan anak perempuannya. Saat itu, aku hanya ingin memelukmu sesering yang aku bisa, tapi maaf (lagi-lagi) aku terlalu ego.

Walaupun, aku tidak ingat kapan terakhir aku ucapkan aku menyayangimu -- aku harap mama tahu kalau aku menyayangimu. Terlepas dari segala kenangan tidak baik yang kita punya.

---

Papa, aku tidak terima. Papa tahu aku marah. Papa tahu kalau saat itu aku belum siap, tapi tetap saja papa lakukan itu. Tapi, terlepas dari semua rasa kesalku terhadap papa, terima kasih atas banyak hal. Terima kasih atas banyaknya kenangan indah yang sudah kita ciptakan -- aku (sebenarnya) masih ingin melakukannya dan aku pastikan tak akan pernah bosan. Tapi, rupanya aku harus menunggu beberapa saat untuk bisa melakukan hal tersebut lagi.

Ketika semua orang meragukanku dan memandang aku rendah seperti seharusnya, aku kira papa akan melakukan hal yang sama, tapi ternyata papa menaruh kepercayaan kepadaku. Terima kasih untuk memilih tetap mempertahankanku dan merawatku sendiri dengan tanganmu. Terima kasih sudah jadi satu-satunya orang yang memastikanku baik-baik saja, ketika segala hal buruk terjadi. Bahkan, kau sendiri yang memastikan anak gadismu ini sampai di Yogyakarta dengan aman -- kemudian kau bisa dengan tenang meninggalkanku di sini. Maaf aku belum bisa bawa papa lagi ke Yogyakarta, aku gak pernah terpikirkan kalau hari papa mengantarkanku ke Yogyakarta adalah hari terakhir papa kesini. Jika tahu akan terjadi seperti ini, aku akan menyuruh papa sedikit lebih lama tinggal di sini dan membawa papa ke banyak tempat.

Terima kasih untuk tangannya yang sudah menghapus banyaknya air mataku. Dan, aku gak menyangka kalau papa juga akan jadi alasan dari jatuhnya air mataku yang lainnya. Maafkan aku dengan segala kebanggaan papa terhadapku, rupanya aku masih saja gagal menjadi putri kebanggaanmu. Terima kasih juga untuk tetap memilih sabar tiap kali aku tantrum.

Keluarga yang kita punya memang jauh dari kata sempurna, tapi setidaknya kau telah berjuang menjadi kepala keluarga yang baik. Terima kasih sudah menerima teman-temanku dengan baik, bahkan rasanya papa lebih sering menanyakan keadaan teman-temanku daripada keadaan anaknya sendiri heheh.

Banyak hal yang sebenarnya ingin aku lakukan bersama dengan papa, tapi rupanya aku harus mengubur semua harapan itu. Satu lagi, papa harusnya bangga terhadapku. Saat ini aku fasih memikul segala bentuk kekecewaan, kesedihan, dan kehilangan yang dunia ini berikan. Walaupun aku masih harus banyak belajar lagi untuk menjadi (benar-benar) kuat. Aku menyayangimu papa, lebih dari boba brown sugar.

---

Saat ini, aku hanya berharap aku mampu menjalani sisa kehidupanku tanpa harus merasa terbebani. Tentunya, masih akan ada banyak cerita lagi yang ingin aku sampaikan. Tapi, sepertinya aku harus menyimpan cerita-cerita itu untuk aku ceritakan nanti ketika sudah saatnya kita bertemu lagi.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun