Dari sebuah berita di media online. Tempo.com. Diketahui Pemerintah Indonesia mewacanakan kerja sama dengan Pemerintah China dalam melakukan transfer teknologi 1 juta ha sawah padi. Tempatnya di Kalimantan Selatan. Hal tersebut disampaikan oleh Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan di sela-sela pertemuan ke-4 high level dialogue and cooperation mechanism (HDCM) R-RRC di Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur.
Wacana pengembangan teknologi pertanian ini terbilang sangat besar atau luas. Penulis mencoba membandingkannya dengan luas daerah penulis. Kabupaten Tolitoli. Jika 1 km persegi sama dengan 100 ha, maka luas 1 juta hektar sawah yang akan digunakan untuk eksperimen teknologi pertanian Cina tersebut sama dengan 2,5 kali luas kabupaten Tolitoli. Luas lahan itu juga setara dengan  1/6 kali luas Sulawesi Tengah.Â
Sekedar informasi luas Kabupaten Tolitoli sebagai mana tercatat di wikipedia kurang lebih 4.079, 77 km persegi atau 407,907 ha. Sedangkan luas Provinsi Sulawesi tengah 61.841,29 km persegi atau 6 164.129 ha dari sumber wikipedia.
Tentu ini sebuah eksperimen yang sangat berani. Seorang pakar pertanian dari IPB Dwi Andreas Santosa bahkan memberikan kritiknya terhadap wacana penerapan adaptasi sawah padi dari Cina ini. Menurutnya lahan sebanyak 1 juta hektar itu tidak masuk akal dan pasti gagal. Pernyataan itu berkaca pada pengalaman proyek food estate sejak zaman Suharto yang gagal.Â
Namun terlepas dari pro kontra soal wacana itu, penulis justru terkesan dengan kemampuan Cina dalam mengembangkan berbagai high teknologi, termasuk pertanian. Buktinya, meski dengan populasi terbesar di dunia. Tercatat saat ini populasi Cina mencapai 1,4 miliar. Tetapi mereka tetap swasembada pangan.
Bandingkan dengan Indonesia yang jumlah penduduknya kurang dari 300 juta, nyatanya Indonesia masih menjadi salah satu negara pengimpor beras terbesar. Menurut Pak Luhut, inpor beras Indonesia mencapai 2 hingga 2,5 juta ton pertahun.Â
Harus diakui Cina telah mengalami kemajuan luar biasa dalam berbagai bidang. Ekonomi, persenjataan, teknologi digital, sampai pertanian. Cina nampaknya mengerti bahwa salah satu kekuatan kedaulatan negara terletak pada kemandirian pangannya.Â
Kesadaran akan pentingnya kemandirian pangan itu juga dipahami betul oleh Bapak Prabowo sebagai calon presiden saat itu. Beliau mengungkapkan hal tersebut pada saat debat capres.Â
Lalu bagaimana kita menyikapi fenomena itu?Â
Berkaca pada pengalaman memimpin SMK Pertanian di daerah, penulis merasakan gap yang masih demikian jauh antara kemajuan-kemajuan teknologi yang berkembang saat ini dengan keadaan yang terjadi level pendidikan, baik dari pengalaman belajar maupun inovasi teknologi yang digunakan.
Mendorong inovasi dan kreatifitas pembelajaran di SMK untuk mencapai level kesadaran yang tinggi tentang pentingnya keselarasan pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa dengan kebutuhan dan tantangan global nyatanya tidaklah mudah.