“ Meskipun itu anak-anak Mbok sendiri.”
“ Mbok dulu mendidik mereka untuk mandiri dan berusaha berdiri di kaki sendiri, sekarang mereka sudah hidup enak, punya pekerjaan yang sesuai dengan ketrampilan dan kemampuan masing-masing, Mbok bersyukur kepada Gusti Allah. Tanggung jawab dan amanah yang diberikan oleh mendiang suami Mbok dulu sudah Mbok laksanakan. Sekarang tinggal tanggung jawab untuk Mbok sendiri. Dan Mbok masih mampu, Alhamdullilah Ndok”
“Tapi hasilnya kan sedikit dan tidak sesuai dengan capeknya Mbok?”
“ Yang mengetahui sedikit-banyak, sesuai dan tidak sesuai itu kita sendiri. Mbok ini kan sudah tua, butuh makannya sudah tidak seperti dulu. Makanan enak dan mahal sudah tidak bisa tergigit atau dinikmati lagi. Kalau masih muda dulu, Mbok ini untuk makan.. susah nyarinya, lah sekarang susah untuk makannya. Sehari secanting saja tidak pernah habis.” seloroh Mbok Darmi tertawa, tampak giginya yang sudah tinggal beberapa.
Ada kebahagiaan yang terpancar dari tawanya yang lepas. Hal yang tak pernah dilihatnya di wajah ibunya yang sebenarnya usianya lebih muda dari Mbok Darmi. Ada pelajaran berharga yang diambilnya pagi ini dari tukang cilok, bahwa hidup itu harus berarti, minimal untuk dirinya sendiri. Untuk hidup bahagia harus selalu bersyukur dan dapat menemukan cara hidup bahagia sesuai dengan sudut pandangnya sendiri. Karena kebahagian sebenarnya tidak dapat diminta tapi dicari sendiri.
“ Mbok pamit Cah Ayu, mau ke pasar dulu, keburu siang” Mbok Darmi tersenyum.
“Monggo Mbok”
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI