Agama Hindu adalah salah satu agama tertua di dunia dengan sejarah yang kaya dan budaya yang beragam. Agama ini memiliki pengikut yang signifikan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, terutama di Provinsi Banten, Agama Hindu memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Hindu. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi Banten dalam Agama Hindu, termasuk pemahaman, praktek, dan kebudayaan yang terkait.
Pemahaman Hindu di Banten didasarkan pada ajaran-ajaran yang ditemukan dalam kitab-kitab suci Hindu, seperti Weda, Upanishad, dan Mahabharata. Agama Hindu di Banten dipengaruhi oleh tradisi Hindu dari India dan juga memiliki ciri khas budaya Indonesia. Penganut Hindu di Banten meyakini adanya satu Tuhan yang disebut Sang Hyang Widhi Wasa, yang dianggap sebagai sumber segala kehidupan dan pencipta alam semesta. Selain itu, mereka juga memuja berbagai dewa dan dewi yang mewakili aspek-aspek kehidupan dan alam semesta.
Praktek-praktek keagamaan Hindu di Banten mencakup berbagai ritual dan upacara yang dilakukan oleh umat Hindu. Salah satu upacara yang penting adalah upacara melasti, yang bertujuan untuk membersihkan diri secara spiritual dan memurnikan lingkungan sekitar. Selain itu, umat Hindu juga melaksanakan upacara-upacara seperti Yadnya, yang merupakan persembahan kepada para dewa, serta upacara pernikahan dan kematian yang melibatkan serangkaian ritual dan tata cara khusus.
Salah satu ciri khas Hindu di Banten adalah penggunaan pura sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan keagamaan. Pura adalah kompleks kuil Hindu yang biasanya terdiri dari beberapa bangunan, seperti candi, paviliun, dan gerbang. Pura menjadi tempat untuk memuja dewa-dewi dan juga menjadi pusat kegiatan keagamaan, seperti upacara keagamaan, pementasan seni, dan pendidikan keagamaan. Di Bali, banten atau sesajen menjadi salah satu unsur penting dalam upacara adat. Banten biasanya terdiri dari berbagai macam jenis makanan, buah-buahan, bunga, dupa, dan air suci. Banten disajikan di atas sebuah tampah atau wadah yang terbuat dari anyaman daun kelapa. Banten juga biasanya diberikan dalam jumlah ganjil, seperti tiga, lima, atau tujuh.
Dalam upacara adat Bali, banten memiliki makna sebagai sarana untuk memohon keselamatan dan keberkahan. Banten juga dianggap sebagai media untuk menghubungkan antara dunia manusia dengan dunia dewa. Oleh karena itu, banten harus disajikan dengan penuh rasa suci dan kesucian.
Dalam agama Hindu, banten memiliki makna yang sangat penting. Banten dianggap sebagai sarana untuk membersihkan diri dan memperoleh keberkahan. Banten juga dianggap sebagai media untuk menghubungkan antara dunia manusia dengan dunia dewa.
Banten juga memiliki makna sebagai sarana untuk menghormati para dewa dan leluhur. Dalam agama Hindu, para dewa dan leluhur dianggap sebagai pahlawan yang telah memberikan berkah dan keberuntungan bagi umat manusia. Oleh karena itu, banten dianggap sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur atas berkah dan keberuntungan yang diberikan.
Banten juga memiliki makna sebagai sarana untuk membersihkan diri. Dalam agama Hindu, membersihkan diri dianggap sebagai salah satu cara untuk memperoleh keberkahan dan kesucian. Oleh karena itu, banten dianggap sebagai sarana untuk membersihkan diri dan memperoleh keberkahan.
Selain praktek keagamaan, Agama Hindu juga memiliki pengaruh yang kuat dalam kebudayaan masyarakat Hindu di Banten. Seni dan budaya Hindu di Banten mencakup berbagai bentuk seni, seperti seni tari, seni musik, seni patung, dan seni ukir. Contohnya adalah Tari Kecak dan Tari Barong yang sering dipentaskan dalam upacara keagamaan dan perayaan budaya Hindu. Seni ukir dan seni patung juga memainkan peran penting dalam kebudayaan Hindu di Banten, dengan banyaknya ukiran dan patung yang menggambarkan dewa-dewa Hindu.
Selain itu, sistem kepercayaan Hindu juga mempengaruhi tradisi dan adat istiadat di masyarakat Hindu di Banten. Misalnya, tradisi melalui upacara pernikahan Hindu, di mana penganut Hindu di Banten mengikuti serangkaan rangkaian ritual yang melibatkan pemberkatan, persembahan, dan penyatuan sepasang pengantin dalam ikatan suci. Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai seperti kesucian, keharmonisan, dan penghormatan terhadap leluhur.
Selain itu, masyarakat Hindu di Banten juga memiliki kalender ritual yang didasarkan pada perhitungan astrologi Hindu. Kalender ini menentukan waktu pelaksanaan upacara-upacara keagamaan dan perayaan budaya Hindu, seperti Nyepi (Tahun Baru Saka), Galungan, Kuningan, dan Saraswati. Selama perayaan-perayaan ini, umat Hindu berkumpul di pura untuk beribadah bersama, memanjatkan doa, dan mengadakan prosesi keagamaan.
Selain pemahaman, praktek, dan kebudayaan Hindu di Banten, juga penting untuk mencatat bahwa Agama Hindu di Banten telah mengalami perkembangan dan perubahan seiring waktu. Dalam beberapa dekade terakhir, pengaruh agama-agama lain dan modernisasi telah mempengaruhi cara beribadah dan pemahaman umat Hindu di Banten. Meskipun demikian, nilai-nilai dan identitas Hindu tetap terjaga dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Kerangka dasar ajaran agama Hindu adalah Tatwa (filsafat), Susila (ethika) dan upacara (rituil). Ketingga kerangka dasar tersebut tidak berdiri sendiri tetapi merupakan suatu kesatuan yang harus dimiliki dan dilaksanakan (Anonim, 1968). Kehidupan masyarakat Bali sehari-harinya didasari atas filsafat Tri Hita Karana yaitu kearmonisan hidup yang bahagia dengan tiga sumber penyebab yang tidak lain adalah dari Tuhan, manusia dan alam sekitarnya ( Purnomohadi, 1993). Penerapan Tri Hita Karana dalam pelaksanaan upacara dan yadnya pada kehidupan sehari-harinya adalah sebagai berikut :
- Hubungan antara manusia dengan Tuhan yang diwujudkan dengan Dewa Yadnya.
- Hubungan antara manusia dengan sesamanya diwujudkan dengan Pitra Yadnya, Resi     Yadnya dan Manusia Yadnya
- Hubungan manusia dengan alam lingkungan yang diwujudkan dengan Buhta Yadnya (Anonim 2000).
 Kelima upacara keagamaan di atas disebut dengan Panca Yadnya yaitu :
- Dewa Yadnya adalah suatu korban suci yang ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dan para Dewa-dewa.
- Pitra Yadnya adalah suatu penyaluran tenaga (sikap, tingkah laku dan perbuatan) atas dasar suci yang ditujukan kepada leluhur untuk keselamatan bersama (Anonim, 2000)
- Resi Yadnya adalah upacara keagamaan yang ditujukan kepada Rsi atau orang suci. seperti upacara penobatan calon sulinggih (mediksa), mengaturkan punia kepada para sulinggi, mentaiti dan mengamalkan ajaran-ajaran para sulinggih, membantu pendidikan calon sulinggih dan membuat tempat pemujaan beliau.(Anonim 1968)
- Â Manusia Yadnya adalah suatu korban suci yang bertujuan untuk membersihkan lahir bathin dan memelihara hidup manusia dari terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai akhir hidup manusia
- Bhuta Yadnya adalah suatu korban suci yang bertujuan untuk membersihkan alam beserta isinya.
Ditujukan pada dua sasaran yaitu 1 (satu) Pembersihan alam dari gangguan pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh para buta kala dan makluk yang dianggap lebih rendah dari manusia. Dan 2(dua) Pembersihan terhadap sifat bhuta kala dan makluk itu sehingga sifat baik dan kekuatanya dapat berguna bagi kesejahteraan umat manusia dan alam. Dari sudut filsafat upacara adalah cara-cara untuk melakukan hubungan antara atman dengan Prama-atma, antara manusia dengan Hyang Widhi serta semua manifestasiNya, dengan jalan yadnya untuk mencapai kesucian jiwa (Anonim 1968). Dalam pelaksanaan upacara diwujudkan dalam bentuk Banten(Upakara) yang berfungsi:1)Merupakan wujud untuk menyatakan rasa terima kasih kehadapan Tuhan, 2)Merupakan pelajaran dan alat konsentrasi pikiran untuk memuja Tuhan dan 3)Merupakan perwujudan dan tempatnya Tuhan(Anonim, 2000). Â Gerakan lingkungan hidup dunia juga mendapat dukungan yang sangat kuat dari para ahli filsafat dan agamawan, yang mengendaki lebih dari tidak sekedar reformasi. Mereka menghendaki diterapkannya filosofi ekologi baru yang menggunakan pendekatan ekologi, filosofi dan spiritual (Alikodra, 2004). Menyimak uraian diatas pelaksanaan upacara merupakan tutunan spritualuntuk menghargai sumber dari kebahagian hidup yaitu dari Tuhan, manusia dan alam beserta isinya hal ini merupakan komponen yang strategis sebagai landasan pendidikan konservasi tumbuhan di Bali. Selanjutnya Darma D.P. 2006 menyebutkan upacara yang merupakan landasan trategis dalam pendidikan konservasi tumbuhan adalah upacara Tumpek pangatag, Nangluk merana, Tibe baya, Ngentegang woh pepayonan dan serangkaian upacara yang berkaitan dengan penanaman padi di sawah.
Penting juga untuk memahami bahwa agama-agama di Indonesia diatur oleh prinsip Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu." Ini menunjukkan pentingnya menghormati dan menghargai keberagaman agama di Indonesia, termasuk Agama Hindu di Banten. Pemerintah Indonesia juga telah memastikan perlindungan hak-hak agama dan kebebasan beribadah bagi seluruh warga negara Indonesia.
Dalam kesimpulannya, Banten memiliki sejarah dan keberagaman budaya Hindu yang kaya. Pemahaman, praktek, dan kebudayaan Hindu di Banten mencerminkan pengaruh Hindu dari India dan kekhasan budaya Indonesia. Melalui pemahaman agama, pelaksanaan upacara-upacara keagamaan, dan kebudayaan yang kaya, masyarakat Hindu di Banten mempertahankan dan mewarisi nilai-nilai Hindu yang penting bagi identitas dan kehidupan spiritual mereka. Dengan menjaga dan menghargai keberagaman agama di Banten, kita dapat memperkaya dan memperkuat kerukunan antarumat beragama di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H