Mohon tunggu...
Fitriani
Fitriani Mohon Tunggu... -

Mahasiswi PPS UIN SUKA fak. Syariah dan Hukum Konsentrasi KPS (Keuangan dan Perbankan Syariah)

Selanjutnya

Tutup

Money

Ijarah dan Leasing dalam Tinjauan Hukum Islam dan Akuntansi

29 Mei 2016   09:49 Diperbarui: 29 Mei 2016   10:39 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Keuangan Islam merupakan nilai dari etika, adat dan keadilan dalam keuangan yang berasal dari prinsip-prinsip yang didasarkan pada Al Quran dan Sunnah. Ada perbedaan yang jelas antara keuangan Islam dan keuangan 'konvensional'. Perbedaan ini berdasarkan tiga larangan utama dalam syariat Islami. Larangan pertama adalah menghindari riba untuk mencegah eksploitasi dan memaksimalkan manfaat sosial. Kedua, Islam melarang gharar (ketidakpastian) dalam kegiatan. Gharar dianggap sebagai tindakan yang tidak Islami karena dapat menyebabkan ketidakadilan kepada pihak lain. Larangan ketiga adalah melawan maisir (Judi).Menurut kalangan ekonom Muslim bahwa riba' tidak terbatas pada riba tetapi juga meliputi bunga. Larangan riba dalam Islam dimaksudkan dalam segala bentuk dan maksud. Larangan ini ketat dan mutlak sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 278 dan ayat 279. Ijarah merupakan akad yang memfasilitasi transaksi pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang (Rizal Yaya, 2013). Secara konseptual Ijarah dipahami sebagai kontrak pertukaran di mana satu pihak menikmati manfaat yang timbul dari pekerjaan oleh pihak lain dengan imbalan pertimbangan untuk jasa yang diberikan dan dari penggunaan aset.

Munculnya bank syariah dan lembaga keuangan syariah sebagai organisasi yang relatif baru pasti memiliki tantangan besar yang dihadapi dalam melayani masyarakat di mana mereka beroperasi. Oleh karena itu dibutuhkan spesialis Syari'at Islam dan akuntansi untuk mencari cara yang paling tepat melalui standar akuntansi yang dapat dikembangkan dan diimplementasikan dalam rangka untuk menyajikan informasi yang memadai, dapat diandalkan, dan relevan bagi pengguna laporan keuangan organisasi tersebut. Penyajian informasi tersebut sangat penting untuk pengambilan keputusan ekonomi proses oleh pihak yang berurusan dengan bank syariah dan juga akan memiliki dampak yang signifikan terhadap distribusi sumber daya ekonomi untuk kepentingan umum (Concepts of Financial Accounting For Islamic Banks and Financial Institutions, AAOIFI)

Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) adalah sebuah organisasi yang bertujuan untuk mendukung iman Islam dengan mengembangkan standar akuntansi sebagai solusi investasi Islam. Pada tahun 1991, beberapa pihak termasuk akuntan dan ulama Islam membantu mendirikan AAOIFI- sektor penetapan standar badan swasta di Bahrain dengan tujuan menghasilkan standar akuntansi internasional berdasarkan ajaran syariat bagi bank syariah dan lembaga keuangan.

Dalam mengatur pelaporan keuangan bank Islam, AAOIFI mengklaim bahwa akuntansi keuangan memainkan peran penting dalam memberikan informasi yang pengguna laporan keuangan bank syariah tergantung pada dalam menilai kepatuhan bank dengan ajaran syariat. Namun, untuk melakukan peran ini secara efektif, standar akuntansi perlu dikembangkan dan dipatuhi oleh bank syariah. Perkembangan didasarkan pada tujuan yang jelas dari akuntansi keuangan dan disepakati secara definisi dari konsep-konsep. Meningkatnya kebutuhan standar akuntansi dan usaha regulasi AAOIFI ini telah berfokus pada investasi Islam. AAOIFI juga diharapkan dapat memperkuat efektivitas komite syariah dengan memfasilitasi evaluasi instrumen pembiayaan yang muncul dan dengan membantu dalam pelaksanaan etika Islam.

Untuk membedakan antara Ijarah dan leasing konvensional dalam perspektif akuntansi yaitu dengan membandingkan standar Ijarah yang direkomendasikan oleh AAOIFI dengan standar sewa konvensional yang ditetapkan oleh International Standar Akuntansi (IAS 17) dan pernyataan standar akuntansi keuangan tentang Ijarah(PSAK 107). AAOIFI mendefinisikan Ijarah sebagai “ownership of the right to the benefit of using an asset in return for consideration”. Adapun leasing, menurut IAS 17 yaitu “an agreement whereby the lessor conveys to the lessee in return for rent the right to use an asset for an agreed period of time”. PSAK 107 mendefinisikan Ijarahsebagai “Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan asset itu sendiri. Sewa yang dimaksud adalah sewa operasi (operating lease).

Semua definisi di atas mengungkapkan adanya unsur pertukaran hak pakai hasil untuk transaksi uang. Namun demikian, definisi yang diberikan oleh AAOIFI dilengkapi dengan kondisi tambahan, yang akan membedakan Ijarah dari penyewaan konvensional. Dalam standar AAOIFI ini (FAS 8) menyatakan bahwa pemenuhan manfaat harus bersifat diperbolehkan dan manfaat harus sesuai dengan syariah. Dengan demikian, standar AAOIFI ini memberikan lebih rinci sehubungan dengan keabsahan dari kedua hak pakai antara hasil dan sewa. Hal ini memastikan bahwa Ijarah hanya menandakan pengaturan tersebut di mana kedua hak pakai hasil dan pengembalian yang diperbolehkan oleh syariat.

Adapun Ijarah dalam PSAK 107 adalah akad pemindahan hak guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Ijarah muntahiyah bittamlikadalah Ijarahdengan wa’adperpindahan kepemilikan obyek Ijarahpada saat tertentu. Obyek Ijarahadalah manfaat dari penggunaan aset berwujud atau aset tidak berwujud. Umur manfaat adalah suatu periode dimana aset diharapkan akan digunakan atau jumlah produksi/unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari aset. Wa’adadalah janji dari satu pihak kepada pihak lain untuk melaksanakan suatu transaksi. Sebaliknya, IAS 17 mengadopsi aspek yang lebih luas dari hak pakai hasil karena alasan agama perlu untuk diamati oleh standar-pengatur. Jadi, tegasnya, Ijarah tidak dapat disamakan dengan sewa konvensional. Aspek kedua yang akan diteliti adalah jenis dan prinsip-prinsip Ijarah dan leasing. Standar AAOIFI ini mengklasifikasikan Ijarah sebagai Ijarah Muntahia Bittamleek. Kriteria utama yang digunakan dalam klasifikasi adalah apakah sewa termasuk janji bahwa hukum dalam aset sewaan akan menjadi hak lessee pada akhir masa sewa.

Standar AAOIFI pada Ijarah menyatakan bahwa ketika sewa tidak termasuk janji maka menurut hukum kepemilikan ke penyewa, itu diklasifikasikan sebagai Operating Ijarah dan jika ada janji itu adalah Ijarah Muntahia Bittamleek. Pada dasarnya, perbedaan halus antara Ijarah dan Bittamleek terletak pada pra-eksistensi janji itu dimana sewa diakhiri dengan lewat hukum untuk penyewa baik melalui Hadiah (pengalihan hak hukum untuk tidak ada pertimbangan). Adapun PSAK 107 Akuntansi Ijarah menyatakan Ijarahmerupakan akad sewa-menyewa suatu aset Ijarahtanpa adanya perpindahan risiko dan manfaat yang signifikan terkait kepemilikan aset tersebut, dengan atau tanpa adanya opsi untuk memindahkan kepemilikan dari pemilik (Bank) kepada penyewa/nasabah pada saat tertentu. Pada umumnya transaksi Ijarah muntahiyah bittamlikmuncul karena adanya kebutuhan untuk memiliki aset tertentu, dimana pemenuhan kebutuhan atas aset tersebut dipenuhi melalui akad Ijarah. Bank dapat meminta penyewa/nasabah untuk menyerahkan jaminan atas Ijarahuntuk menghindari risiko kerugian. Jumlah, ukuran, dan jenis aset Ijarahharus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.

Biaya perbaikan aset Ijarahmerupakan tanggungan pemilik. Perbaikan tersebut dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas persetujuan pemilik. Dalam transaksi Ijarah muntahiyah bittamlik, perpindahan kepemilikan suatu aset dari Bank kepada nasabah dapat dilakukan jika aktivitas penyewaan telah berakhir atau diakhiri dan aset Ijarahtelah diserahkan kepada nasabah dengan membuat akad terpisah.Sedangkan Dalam IAS 17 sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset dari lessor kepada lessee. Judul mungkin atau tidak mungkin akhirnya akan ditransfer. Sewa lainnya, yang tidak memenuhi kriteria ini, harus diklasifikasikan sebagai sewa operasi.

Sebuah kontrak sewa beli untuk menyewa aset juga akan termasuk dalam definisi dari sewa pembiayaan. Sewa kontrak pembelian di Malaysia berisi ketentuan, yang mentransfer judul aset untuk penyewa yang atas pembayaran semua angsuran sewa beli. Al-Ijarah Al-Bai Thumma 'adalah alternatif Islam untuk sewa beli konvensional. Ini adalah sewa berakhir dengan penjualan dan terdiri dari dua kontrak yang berbeda yaitu kontrak sewa dan kontrak penjualan.

Namun, standar tidak menguraikan arti dari "mengalihkan secara substansial semua risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan". Hal ini bergantung pada pertimbangan substance over form (IAS 1) dalam memutuskan apakah sewa harus diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi. Janji lessor untuk mentransfer kepemilikan aset sewaan ke lessee dalam Ijarah Muntahia Bittamleek tidak sama dengan substansi dalam IAS 17.

Dalam sewa konvensional, komponen dimaksud berkaitan untuk risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset sewaan. Dalam Ijarah, lessor memegang hak kepemilikan dan kewajiban dari awal sampai akhir kontrak. Lessor harus menerima tanggung jawab untuk setiap cacat dari aset sewaan, yang merusak tujuan penggunaan aset, dan mungkin tidak mengecualikan kewajiban nya untuk setiap penurunan yang aset sewaan mungkin mempertahankan.

Antara AAOIFI FAS 8, IAS 17 dan PSAK 107, perbedaan utama yaitu pengakuan pendapatan dan efek nilai sisa sejak kontrak Ijarah dan sewa mereka. Selain itu, IAS 17 mengingatkan lessor untuk merekam ketidakpastian kolektibilitas pendapatan penyewaan sewa dan tingkat masa depan suku bunga. Adapun AAOIFI, tidak ada ketentuan yang direkam pada ketidakpastian suku bunga karena sewa adalah tetap sepanjang jangka Ijarah atau ketentuan pembayaran ditentukan di depan dan lessor tidak dapat meningkatkan sewa secara sepihak. Selain itu, AAOIFI tidak menyebutkan penyisihan utang diragukan dalam kasus Ijarah, karena akan dipahami bahwa ketentuan tersebut biasa dilakukan tetapi AAOIFI merekomendasikan lembaga keuangan untuk menetapkan ketentuan untuk perbaikan aktiva sewa guna usaha jika biaya perbaikan berbeda dari tahun ke tahun selama masa sewa. Ketentuan ini adalah signifikan di bawah kontrak Ijarah karena risiko kepemilikan ditanggung oleh lessor. Tidak merekam penyediaan akan meremehkan kewajiban lessor.

Referensi

AAOIFI (1998) Financial Accounting Standard No. 8: Ijarah and Ijarah Muntahia

Bittamleek, AAOIFI, Bahrain

Accounting for Leases. International Accounting Standard (IAS17).

  • Akuntansi ijarah, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 107)
  • Osmad Muthaher, Akutansi Perbankan Syari’ah, Cetakan Pertama Yogyakarta, 2012

Rizal Yaya DKK. Akutansi Perbankan Syariah Teori dan Praktek Kontemporer,Jakarta Salemba Empat, 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun