Mohon tunggu...
Fitriani
Fitriani Mohon Tunggu... -

Mahasiswi PPS UIN SUKA fak. Syariah dan Hukum Konsentrasi KPS (Keuangan dan Perbankan Syariah)

Selanjutnya

Tutup

Money

Kapan Auditor Syariah Dikatakan Berkompetensi?

29 Mei 2016   06:25 Diperbarui: 29 Mei 2016   08:41 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Perbankan Syariah merupakan bukti konkrit pesatnya pertumbuhan dan meningkatnya kesadaran untuk produk keuangan Islam yang mendorong permintaan pesat pada lembaga keuangan. Bank Syariah diperkenankan melakukan segala aktivitasnya berdasarkan nilai-nilai Islam dalam semua aspek terutama untuk para pemangku kepentingan (stakeholder). Setiap perusahaan Islamic khusus perbankan syariah perlu memiliki model tata kelola yang handal dan strategi yang tepat yang akan mendorong penerapan tata kelola perusahaan yang kuat dan efektif. Bank syariah memiliki stakeholder seperti Investasi Pemegang Rekening, pemegang saham, kreditur, manajemen, karyawan dan masyarakat luas. mereka memiliki minat yang kuat berkaitan dengan kelangsungan Perbankan Syariah dlam menegakkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Syariah. Satu cara untuk melindungi para pemangku kepentingan ini adalah dengan memastikan operasi syariah-compliant dan layananSyariah compliant. Untuk melakukannya, audit syariah memastikan bahwa Perbankan Syariah dapat menegakkan tata kelola syariah dan pada saat yang sama serta meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan.

Audit konvensional pada laporan keuangan telah lama dikaitkan dengan verifikasi independen apakah laporan keuangan lembaga 'telah disajikan dengan benar dan jujur. Untuk membangun ini, auditor harus memiliki kompetensi yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan teknik-teknik tertentu untuk memverifikasi laporan keuangan klien mereka. fungsi audit syariah dari perspektif Islam jauh lebih penting karena memanifestasikan akuntabilitas auditor tidak hanya kepada para pemangku kepentingan, tapi akhirnya akan dipertanggunjawabkan pada Sang Pencipta Allah SWT, Muslim percaya bahwa tindakan dan pikiran seseorang selalu diawasi oleh Allah. Auditor syariah dikatakan berkualitas apabila memiliki pemahaman tentang audit yang efektif dan efisien. Audit syariah seharusnya dilakukan oleh auditor internal dari Perbankan Syariah yang telah memperoleh pengetahuan terkait dan pelatihan syariah yang cukup. Kompetensi auditor syariah mirip dengan persyaratan kompetensi auditor internal tapi dengan pelatihan tambahan dalam hal shariah (Syariah compliant).

Definisi audit syariah menurut Bank Negeri Malaysia adalah penilaian independen secara periodik dan penjaminan yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan menambahkan derajat kesesuaian pada operasi lembaga keuanganIslam, dengan tujuan memastikan sistem kontrol internal yang ada sesuai dengan asas syariah (BNM, 2010; hal.23). Audit Syariah dilakukan oleh departemen independen yang menjadi bagian dari audit internal dalam melakukan pemeriksaan dan evaluasi pada suatu institusi dan melihat kesesuaiannya dengan aturan syariah, fatwa, dan ketentuan lainnya yang diterbitkan oleh Lembaga Keuangan Islam dan Syariah Supervisor Board (AAOIFI Governance Standard (GSIFI) 3)

Dalam mengukur Independensi ataupun kinerja auditor Syariah dapat dilihat sejauh mana kompetensinya dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Kompetensi dapat diklasifikasikan sebagai dimensi perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan yang unggul serta Kinerja di mana orang-orang tertentu melakukan lebih baik daripada yang lain. Selain itu, kompetensi juga terkait dengan keterampilan teknis, keterampilan dan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan terutama pekerjaan dengan unsur profesional. kompetensi Organisasi secara spesifik mengacu pada kompetensi yang berkaitan dengan peran manajerial tertentu; daftar kompetensi universal untuk manajemen puncak serta sebagai kompetensi supra (seperti perencanaan dan pengorganisasian). Woodruffe (1993).

Sementara studi di Australia dan AS terkonsentrasi pada aspek manusia dari kompetensi, studi oleh Drejer (2001) melihat kompetensi dalam empat (4) aspek yang berbeda yaitu kompetensi dalam bentuk teknologi yaitu mengacu pada alat fisik; manusia sebagai titik fokus untuk pengembangan kompetensi dan menggunakan alat-alat; organisasi sebagai mana sistem manajemen yang ditentukan di mana individu mengoperasikan dan budaya organisasi informal perusahaan. Oleh karena itu, berdasarkan berbagai definisi, kompetensi 'dapat dilihat sebagai kemampuan manusia atau Harapan untuk melakukan tugas tertentu dalam suatu organisasi serta kemampuan dari suatu organisasi tertentu melalui alat atau sistem mereka untuk melakukan fungsi tertentu dalam memastikan operasi terus menerus dari organisasi. Mengingat kompetensi auditor syariah, tentu ada kompetensi tertentu yang harus dikuasai oleh auditor untuk memastikan kinerja maksimum bisa disampaikan kepada para pemangku kepentingan.

Dari perspektif profesi akuntansi, International Federation of Accountants (IFAC) pedoman dari International Education Standard (IES) 8 tentang Persyaratan Kompetensi untuk Audit Profesional menguraikan bahwa auditor perlu memiliki pendidikan audit yang formal (pengetahuan) (IES 2), keterampilan profesional (IES 3) dan mampu menerapkan nilai-nilai profesional, etika dan sikap terhadap situasi dan organisasi yang berbeda (IES 4). Berdasarkan pedoman ini, disarankan agar kompetensi merupakan kombinasi dari atribut yang relevan seperti sebagai pengetahuan, keterampilan dan sikap (IFAC 2014). Ketiga unsur membentuk dasar pengukuran umum kompetensi auditor.

Institute of Internal AuditorsResearch Foundation (IIARF), yang merupakan bagian dari Institute of Internal Auditor yang mengatur profesi audit internal di seluruh dunia juga telah melakukan penelitian yang komprehensif pada tahun 2011 sampai 2013 memperoleh pendapat stakeholder mengenai 'kompetensi audit internal”. Kompetensi dari penelitian ini mengungkapkan dua (2) perspektif yang berbeda yaitu kompetensi dinilai lebih tinggi atau lebih rendah dan kompetensi menunjukkan kesenjangan antara stakeholder dan auditor internal. Ditemukan bahwa peringkat yang lebih tinggi untuk komponen kompetensi yaitu etika, kerahasiaan, objektivitas dan profesionalisme sebagai lawan untuk menurunkan peringkat untuk negosiasi keterampilan, analisis proses bisnis dan pengumpulan data dan alat analisis dan teknik. pada Sebaliknya, aspek di mana para pemangku kepentingan memberi auditor internal rating secara signifikan lebih rendah dari auditor internal sendiri telah memahami sifat dari bisnis, analisis proses bisnis dan kemampuan memecahkan masalah. Hal ini cukup menarik untuk melihat bahwa di beberapa daerah seperti persepsi pada keseluruhan kinerja auditor internal, para pemangku kepentingan melihat kinerja audit internal lebih tinggi dari internal auditor sendiri (IIARF, 2013).

Dengan adanya perkembangan keuangan Islam yang pesat maka secara otomatis juga dibutuhkan Kompetensi Auditor Berbasis Islam. Masalah kompetensi dari pandangan dunia Islam dijelaskan oleh Laldin (2011) sebagai kebutuhan untuk menjamin ketersediaan sumber daya manusia dalam bentuk bakat manajemen manusia yang cukup kompeten dan ahli Syariah sangat penting untuk menjadi ujung tombak inovasi produk dan jasa keuangan Islam. Sangat disarankan bahwa Jasa keuangan Islam (IFS) menetapkan standar pada pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia. Sebagai pelatihan dari IFI ini tampaknya didorong untuk mencapai tujuan masing-masing institusi, adanya pelatihan juga menghasilkan sumber daya manuia yang memiliki pengetahuan yang seimbang yang tidak hanya kompeten secara akademis tetapi yang paling penting memiliki pengetahuan dan komitmen untuk dasar-dasar ajaran dan prinsip-prinsip Islam (Natt et al, 2009).

Masalah sseleksi dan pelatihan penasihat syariah di berbagai Negara yang menerapkan sistem Perbankan Syariah terjadi karena adanya keterbatasan kompeten penasihat syariah yang dapat melayani beberapa Lembaga keuangan Syariah, bertentangan dengan regulasi tata kelola perbankan, sehingga menciptakan konflik kepentingan. Peran ganda auditor secara eksternal dan internal yang dilakukan oleh penasihat shariah juga meningkat telah menyebabkan potensi konflik kepentingan di Perbankan Syariah. Situasi ini jelas menunjukkan adanya kebutuhan sumber daya manusia atau auditor internal yang lebih kompeten dengan pengetahuan syariah. Auditor internal yang melekat pada Perbankan Syariah seharusnya tidak hanya memiliki keterampilan audit tetapi juga tambahan kualifikasi pengetahuan syariah khususnya Fiqh Muamalat untuk memastikan Audit syariah telah dilakukan dan secara keseluruhan pada operasi Lembaga keuangan Islam yang sesuai dengan syariah compliant.

Referensi

Bank Negara Malaysia (BNM). (2010). Shariah Governance Framework. 1-48. Retrieved from

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun