Pulau Seram, menurut  sejarah berawal dari perjalanan para kolonial Belanda yang hendak  mecari ujung gunung Binaiya, tetapi selama berhari-hari mereka tidak  kunjung menemukan ujungnya dan banyak hal-hal aneh yang mereka temukan.  Beranjak dari pristiwa-pristiwa tersebut, maka mereka pun menamakannya  pulau Seram. Namun, oleh masyarakat menamai pulau Seram dengan Nusaina  atau pulau ibu sedangkan pulau Ambon dinamai Nusa Ama atau pulau ayah.  Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) cukup jauh dari kota Ambon, sebab  secara geografis pulau Seram terletak di sebelah Utara pulau Ambon. Â
Kabupaten Seram Bagian Barat, merupakan kabupaten yang muda dan daratan  terbesar di provinsi Maluku yang baru mekar pada tanggal 18 Desember  2003 menjadi kabupaten Seram Bagian Barat yang berpusat di Piru, dengan  luas wilayah 84.181 km2, populasi 180.256 jiwa dengan kepadatan  33.000 jiwa/ km2 yang terdiri dari sekitar 92.187 jiwa laki-laki dan  sekitar 88.069 jiwa perempuan. Komposisi penduduknya, lebih kurang 81%  beragama Kristen Protestan, sekitar 9% Kristen Katolik, sekitar 8%  Islam, dan sebanyak 2% beragama lainnya.Â
Perjanan Menuju Pulau Seram Bagian Barat
   Bulan Agustus 2013, peserta Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan  Pedesaan (PSP-3) mewakili provinsi Sumatera Utara diberangkatkan ke  Ambon, oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Sumatera Utara (Disporasu) guna  menjalankan tugas dari Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik  Indonesia (Kemenpora). Dari bandara Kualanamu International Airport Medan naik maskapai  Lion Air terbang ke bandara Soekarno-Hatta International Airport  Jakarta, selama 2 minggu mengikuti pelatihan pratugas di Rindam Jaya  Jayakarta.Â
Kemudian berangkat tengah malam, dari bandara Soekarno-Hatta  International Airport Jakarta naik maskapai Garuda menuju Ambon, setelah  berselang waktu kira-kira tiga jam tiba di bandara Pattimura  International Airport Ambon pagi hari, sebelumnya sempat transit di  bandara Sultan Hanuddin Internasonal Airport Makassar. Dari Ambon menuju  pulau Seram, bisa menyeberang atau lewat laut dengan menumpangi kapal  Ferry ASDP dari pelabuhan Liang di desa Tulehu menuju pelabuhan Waipirit  nama salah satu pelabuhan di pulau Seram.Â
Setelah melewati jalan laut  kira-kira 2 jam, kapal pun bersandar di dermaga Waipirit kemudian semua  penumpang dan kendaraan keluar dari kapal lalu melaju ke jalan raya  menuju kota Piru. Di sepanjang jalan yang berkelok-kelok disuguhi  pemandangan sabana, bukit, dan laut nan indah sekitar 1 jam setengah  tiba di kota Piru. Setelah mendapat sambutan dan arahan dari pak camat  Seram Barat di kota Piru, perjalanan pun dilanjutkan menuju gunung  Malintang jalannya sepi, lebar, mulus, dikelilingi hutan rimbun,  hamparan rumput, semak hijau, dan kadang-kadang masih tampak teluk Piru  yang indah. Sempat puas selfie, kemudian lanjut meluncur dari gunung  Malintang menuju lokasi penempatan.Â
     Akhirnya sampai di lokasi tugas, tepatnya di dusun Pelita Jaya desa  Eti kecamatan Seram Barat kabupaten Seram Bagian Barat provinsi Maluku,  sebuah daerah transmigrasi dimana mayoritas penduduknya berasal dari  Sulawesi Tenggara yang telah bermukim sejak dulu kala dikenal dengan  sebutan orang ambon berdarah buton pada umumnya bekerja sebagai nelayan.  Setelah melalui perjalanan yang cukup jauh, kami pun disambut kepala  dusun dengan sajikan ikan Bubara bakar yang sungguh enak karena dimasak  saat masih fresh (segar) mengingat dusun Pelita Jaya berada di pesisir  pantai pulau Seram.
Bayangan yang Tidak Sesuai dengan Kenyataan
    Persepsi saya yang beranggapan orang Maluku keras dan seram, telah  membawa saya ke pulau Seram Maluku untuk menjawab anggapan itu. Ternyata  pulau Seram, meski pun dinamai seram tetapi tidak menyeramkan bak tari  Cakalele khas Maluku yang menggambarkan perang yang diperankan para pria  sambil memegang parang dan perisai, tidak begitu menyeramkan tetapi  memberikan nilai seni yang cukup mempesona, Begitu juga, pulau Seram  tidak sama sekali menampakkan keseraman melainkan menawarkan berbagai  keindahan dapat ditemui di sini.Â
Tepatnya, terjebak nikmat sebab dusun  Pelita Jaya merupakan kawasan perikanan dan memiliki sumberdaya laut  yang melimpah, sehingga makanan laut baik ikan segar maupun seafood  dapat dinikmati sepuasnya di pulau ini, dengan memancing sendiri atau  dapat juga membeli dari masyarakatnya yang ramahtamah dengan harga yang  pantastis murah.
Selain itu, dusun Pelita Jaya bertetanggaan dengan dusun Pulau Osi  yang memilki area wisatawan untuk menyaksikan sunset, dan hanya 15 menit  dari Pulau Osi sudah bisa berenang cantik di air laut hijau  kebiru-biruan pulau Marsegu, yang tidak berpenghuni membuat pasir  pantainya putih dan bersih. Begitu juga keindahan bawah lautnya, mulai  keindahan terumbu karang yang beraneka warna sampai berbagai corak  kehidupan ikan karang yang beraneka ragam bentuknya menjadi favorit para  penyelam untuk snorkeling di sana. Saat hati rindukan kampung halaman,  terkadang sering membuat semangat lowded (berkurang), maka tempat inilah  menjadi pilihan untuk mengobati kerinduan dan mencharger semangat  supaya bersinergi kembali dalam menjalankan tugas dari negara.