Mohon tunggu...
140meutiyanurrahma
140meutiyanurrahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Meutiya Nur Rahmah seorang mahasiswa yang berasal dari Mojokerto, Jawa Timur. Saat ini menempuh pendidikan di Universitas Trunojoyo Madura, mengambil jurusan Hukum. Sebagai seorang mahasiswa hukum, saya memiliki minat dan ketertarikan dalam mempelajari berbagai aspek hukum, baik itu hukum positif, hukum negara, ataupun hukum internasional. Dengan semangat untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan di bidang hukum, saya berkomitmen untuk mendalami berbagai teori hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Selain itu, saya juga aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan kampus dan berusaha untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya guna mencapai tujuannya di dunia hukum.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Wewenang Mahkamah Konstitusi Dalam Menyelesaikan Sengketa Hasil Pemilu Legislatif (Suatu Tinjauan Yuridis)

20 Desember 2024   14:12 Diperbarui: 20 Desember 2024   14:12 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu legislatif merupakan proses demokrasi yang krusial dalam menentukan komposisi anggota legislatif. Proses ini, meskipun idealnya berjalan lancar dan demokratis, seringkali diwarnai oleh sengketa. Munculnya sengketa hasil pemilu legislatif dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari dugaan kecurangan, pelanggaran prosedur, hingga perbedaan interpretasi peraturan perundang-undangan. Dalam sistem hukum Indonesia, Mahkamah Konstitusi (MK) memegang peranan penting dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Artikel ini akan membahas secara yuridis wewenang MK dalam menyelesaikan sengketa hasil pemilu legislatif.

Dasar Hukum Wewenang MK

Wewenang MK dalam menyelesaikan sengketa hasil pemilu legislatif berakar pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Lebih lanjut, Pasal 24C ayat (3) UUD 1945 memberikan wewenang kepada MK untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat, yaitu sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, sengketa hasil Pemilu, dan pembubaran partai politik.

UU Pemilu kemudian merinci lebih lanjut mengenai sengketa hasil pemilu legislatif yang dapat diadili oleh MK. Pasal 1 angka 22 UU Pemilu mendefinisikan sengketa proses Pemilu sebagai perbedaan pendapat mengenai proses penyelenggaraan Pemilu, sedangkan sengketa hasil Pemilu didefinisikan pada Pasal 1 angka 23 UU Pemilu sebagai perbedaan pendapat mengenai hasil Pemilu. Lebih spesifik lagi, Pasal 169 UU Pemilu mengatur mengenai pengajuan permohonan penyelesaian sengketa hasil Pemilu ke MK. Permohonan tersebut diajukan oleh peserta Pemilu yang merasa dirugikan oleh hasil Pemilu.

Jenis Sengketa yang Dapat Diadili MK

MK hanya berwenang mengadili sengketa hasil Pemilu legislatif yang memenuhi persyaratan tertentu. Sengketa tersebut tidak mencakup seluruh permasalahan yang muncul dalam proses Pemilu. MK hanya berwenang memeriksa dan memutus sengketa yang berkaitan dengan:

Perselisihan hasil penghitungan suara: MK berwenang memeriksa perselisihan mengenai penghitungan suara yang berdampak pada perolehan kursi di DPR, DPD, atau DPRD. Perselisihan ini harus didasarkan pada bukti-bukti yang kuat dan sistematis, bukan hanya sekedar dugaan atau opini.

Pelanggaran administrasi Pemilu yang substansial: MK dapat memeriksa pelanggaran administrasi Pemilu yang berdampak signifikan terhadap hasil Pemilu. Pelanggaran ini harus bersifat substansial, artinya mampu mempengaruhi hasil akhir Pemilu secara material. Pelanggaran administrasi yang bersifat ringan atau tidak berpengaruh terhadap hasil Pemilu tidak akan dikaji oleh MK.

Perselisihan penetapan calon terpilih: MK berwenang memeriksa perselisihan mengenai penetapan calon terpilih sebagai anggota legislatif. Perselisihan ini dapat muncul jika terdapat perbedaan pendapat mengenai keabsahan penetapan tersebut.

Batasan Wewenang MK

Meskipun memiliki wewenang yang cukup luas, MK juga memiliki batasan dalam menyelesaikan sengketa hasil Pemilu legislatif. MK tidak berwenang:

Memeriksa kembali seluruh proses Pemilu: MK tidak berwenang untuk memeriksa kembali seluruh proses Pemilu dari awal hingga akhir. Pemeriksaan MK difokuskan pada aspek-aspek tertentu yang menjadi objek perselisihan.

Mengubah sistem Pemilu: MK tidak berwenang untuk mengubah sistem Pemilu yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Putusan MK hanya terbatas pada penyelesaian sengketa yang ada, bukan pada perubahan sistem Pemilu secara keseluruhan.

Mencampuri kewenangan Bawaslu: MK tidak berwenang untuk mencampuri kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam melakukan pengawasan Pemilu. Bawaslu memiliki kewenangan sendiri dalam menangani pelanggaran Pemilu, dan MK hanya berwenang memeriksa sengketa hasil Pemilu yang telah melalui proses di Bawaslu.

Mekanisme Penyelesaian Sengketa di MK

Proses penyelesaian sengketa hasil Pemilu legislatif di MK diawali dengan pengajuan permohonan oleh pihak yang merasa dirugikan. Permohonan tersebut harus memenuhi persyaratan formil dan materil yang telah ditetapkan dalam UU Pemilu dan peraturan MK. Setelah permohonan diterima, MK akan melakukan pemeriksaan pendahuluan untuk memastikan kelengkapan persyaratan. Jika permohonan memenuhi persyaratan, MK akan melanjutkan ke tahap pemeriksaan pokok perkara.

Dalam tahap pemeriksaan pokok perkara, MK akan memeriksa bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak dan mendengarkan keterangan saksi-saksi. MK akan memutuskan perkara berdasarkan hukum dan keadilan. Putusan MK bersifat final dan mengikat, dan tidak dapat digugat kembali.

Peran MK dalam Memperkuat Demokrasi

Wewenang MK dalam menyelesaikan sengketa hasil Pemilu legislatif memiliki peran penting dalam memperkuat demokrasi di Indonesia. Dengan adanya MK, sengketa hasil Pemilu dapat diselesaikan secara konstitusional dan terhindar dari penyelesaian yang anarkis. Putusan MK memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi para peserta Pemilu. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses Pemilu dan memperkuat legitimasi lembaga-lembaga negara yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu.

Kesimpulan

Sebagai penutup, perlu ditegaskan kembali betapa krusialnya peran Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sistem demokrasi Indonesia, khususnya dalam konteks penyelesaian sengketa hasil Pemilu legislatif. Wewenang MK yang termaktub dalam UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam UU Pemilu, bukanlah sekadar instrumen hukum formal, melainkan pilar penting dalam menjaga integritas dan kredibilitas proses Pemilu. Keberadaan MK memastikan adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang konstitusional, terhindar dari potensi penyelesaian melalui jalur-jalur non-konstitusional yang berisiko menimbulkan instabilitas politik dan sosial.

Putusan-putusan MK, yang bersifat final dan mengikat, tidak hanya memberikan kepastian hukum bagi para peserta Pemilu, tetapi juga memberikan legitimasi terhadap hasil Pemilu itu sendiri. Dengan adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang jelas dan terukur, kepercayaan publik terhadap proses Pemilu dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas politik dan mencegah munculnya keraguan terhadap hasil Pemilu yang dapat memicu konflik sosial.

Namun, wewenang MK bukanlah tanpa batasan. MK beroperasi dalam kerangka hukum dan konstitusi yang telah ditetapkan. MK tidak berwenang untuk mengganti atau mengubah sistem Pemilu secara keseluruhan, melainkan hanya berwenang untuk menyelesaikan sengketa yang muncul dalam kerangka sistem tersebut. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan mencegah MK bertindak di luar kewenangannya.

Ke depan, penting untuk terus meningkatkan kualitas dan efektivitas MK dalam menyelesaikan sengketa hasil Pemilu. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain: peningkatan kapasitas SDM hakim konstitusi, penyempurnaan regulasi terkait penyelesaian sengketa Pemilu, peningkatan transparansi dan akuntabilitas proses persidangan, serta peningkatan akses publik terhadap informasi terkait proses penyelesaian sengketa di MK.

Dengan demikian, peran MK dalam menyelesaikan sengketa hasil Pemilu legislatif tidak hanya sebatas menyelesaikan perselisihan semata, tetapi juga berperan sebagai penjaga demokrasi, penjamin keadilan, dan penguat legitimasi hasil Pemilu. Keberhasilan MK dalam menjalankan wewenangnya akan berdampak positif terhadap stabilitas politik, kepercayaan publik, dan pembangunan demokrasi yang berkelanjutan di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan untuk mendukung dan memperkuat posisi MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Hanya dengan demikian, demokrasi Indonesia dapat terus berkembang dan matang, dengan Pemilu sebagai instrumen yang kredibel dan dapat diandalkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun