Mohon tunggu...
SYAHIRUL ALEM
SYAHIRUL ALEM Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

hobi Menulis dan Berkebun Profesi Pustakawan dan wirausaha

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Manajerial Kepemimpinan, Akademisi & Respon Kritis

20 Juni 2024   12:27 Diperbarui: 20 Juni 2024   12:35 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam dunia kepemimpinan tidak ada yang tujuannya  untuk mencari kehancuran pasti menginginkan kejayaan dan pengaruh dalam lingkungannya. Namun tidak pernah ada kesempurnaan dalam manajerial kepemimpinan meskipun begitu dibalik ketidaksempurnaan selalu ada harapan untuk mencari pemimpin yang adil yang mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan golongan. 

Kejayaan selalu bersimbiosis dengan pemimpin yang kharismatik, kemunduran selalu identik dengan kepemimpinan yang lemah. Ego kepemimpinan merupakan permasalahan yang sangat problematik karena pemimpin biasanya memiliki ambisi pribadi untuk menunjukkan pada pihak luar bahwa dia mampu mewujudkan harapan dan cita-cita di saat memegang kendali manajemen,

Pemimpin yang handal selalu menjembatani masalah miskomunikasi antar bawahannya supaya  fungsi kegiatan tetap berdasarkan relnya.. Ibaratnya pemimpin adalah seorang pemimpin orchestra, apabila ada salah satu yang kurang sesuai dengan nada orchestra tersebut perlu diingatkan agar jangan sampai merusak harmoni yang ada. Namun keindahan sebuah orchestra tersebut bisa juga membuat penonton akan terpukau. 

Harapannya Terpukaunya penonton itu berimbas secara langsung terhadap kemaslahatan untuk kemajuan bersama. Biasanya apapun dinamikanya, apabila kurang berefek secara langsung dalam manajerial organisasi, setidaknya membutuhkan ruang-ruang kritis untuk menelaah secara lebih jauh lagi. Setidaknya kegiatan yang akan datang bisa berlangsung lebih membumi dan relevan dengan tantangan yang dihadapinya saat ini. itulah mengapa dalam kepemimpinan itu butuh sosok akademisi kritis untuk menilai kesinambungan visi organisasi.

Dunia akademis selalu sibuk dengan berbagai analisa dan penelitian. Dunia akademis tidak dipungkiri mempunyai peran yang strategis dalam berbagai aspek keilmuan, dalam kepemimpinan adalah bagian dari ranah ilmu sosial, maka sudah selayaknya setiap analisa adalah bagian dari pengembangan keilmuan secara kritis karena dunia akademis merupakan dunia yang obyektif tanpa prasangka. 

Realitasnya ketika ada kritik terhadap kepemimpinan sering dianggap pihak oposan padahal apa yang terjadi dan dirasakan oleh masyarakat adalah bagian dari kemampuan untuk mengembangkan nalar kritis seseorang untuk menilai kepemimpinan yang ideal di mata rakyatmya. 

Menjadi Oposan adalah sebuah keyakinan dan tanggungjawab hidup karena tanpa sikap kritis kehidupan tidak akan berubah dan berbenah semisal ada kemajuan, kemajuannya adalah pura-pura dan semu. Pluralitas masyarakat adalah sebuah keniscayaan. 

Bagaimana seseorang mampu mengorganisir memanajemen dengan baik sehingga semua lini kehidupan tampak begitu prospek. Harapannya masa depan bukan lagi sebuah pepesan kosong. Pemimpin yang mampu mendengar tidaklah mudah karena untuk meramu berbagai apirasi membutuhkan power yang tangguh.

Dalam kehidupan yang serba hedonis saat ini adalah langka orang yang mau menjadi oposan atau sikap kritis terhadap manajerial kepemimpinan, dalam bayangan seseorang sikap oposan akan sulit untuk mencari relasi hidup. Sikap oposan akan melahirkan kesepian hidup karena tidak ada yang menemani sikapnya. 

Demokrasi membutuhkan check and balances karena ketidaksempurnaan dalam manajerial pasti terjadi. Dalam manajerial yang baik di mulai dari planning yang bagus dan secara konsisten dalam aksi kerjanya. 

Terkadang dalam pelaksanaan tidak sesuai dengan apa yang di rencanakan entah itu faktor teknis seperti human error atau factor non teknis seperti musibah. Manajemen yang komprehensif dan terencana sesuai schedule membutuhkan tingkat pengawasan yang tinggi itulah pentingnya sikap kritis terhadap tahapan perencanaan.

Pola pikir yang membedakan antara yang pro maupun kontra antara pelaku manajerial dan yang kritis memang selalu bertolak belakang namun bukan berarti tidak ada titik temunnya. Apabila tidak ada titik temunya maka akan mengarah pada konflik fisik atau peperangan. 

Maka pentingnya memberikan tata kelola dalam check and balances. Cakrawal berpikir juga akan mempengaruhi kualitas dalam membangun sikap oposan tersebut. Intinya berbeda pendapat itu jangan asal ngomong di depan public seolah mencari perhatian. Itulah yang seringkali memancing para pelaku manajerial cenderung kurang sreg dengan pihak yang mengkritisi karena sejak awal tidak terlibat sama sekali.

Gejala budaya nepotis dalam panggung kepemimpinan yang makin kuat. Bagaikan menguatkan simbol-simbol politik dinasti yang turun temurun berbagi  kekuasaan. Sejarah masa lalu pemerintahan kerajaan Karena tidak ada peran oposan dalam gerak politiknya yang timbul adalah kerajaan baru yang menggantikan kerajaan lama. Itulah contoh bahwa dinamika kehidupan baik dunia politik maupun tidak  selalu membutuhkan control. 

Karena dengan mekanisme control yang baik akan makin meningkatkan kualitas kerja. Itu jika berhadapan dengan dunia kerja profesional yang sudah terjamin kesejahteraannya.sebaliknya dalam dunia kekuasaan siapapun pasti menginginkan sebuah kekuasaan namun yang terpenting jangan sampai ada kekuasaan absolut yang menjadikan rezim otoriter. 

Secara kelembagaan di negeri ini sudah ada lembaga yang di atur sedemikian rupa seperti eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Untuk memperkuat kualitas control juga dibutuhkan peran media dan para pakar yang menilai persoalan tersebut secara obyektif.

Batasan-batasan kekuasaan yang berpotensi untuk berubah seperti masa jabatan kekuasaan juga membutuhkan pertimbangan dari aspek lainnya yang itu membutuhkan analisa seorang pakar independen yang memiliki bobot akademis. Di samping itu kualitas ketokohan seseorang yang tidak tertampung dalam lembaga negara juga perlu di berdayakan sebagai alat control  dalam penyelenggaraan negara karena pola pikirnya yang lebih mendalam dalam menghadapi persoalan bangsa dan negara. 

Intinya menghadapi berbagai kritik entah itu karena kepentingan atau karena panggilan kritis bukan berarti harus memberikan saling meyikut sehingga terkesan anti kritik tapi ada ruang-ruang untuk saling memahami Antara sebuah legitimisi seperti pemerintahan yang sah dan terpilih dengan tokoh di luar yang juga paham situasi kebangsaan sebagai wujud saling mencintai negeri ini. (Syahirul Alem, Pustakawan SMP Muhammadiyah 1 Kudus)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun