Pola pikir yang membedakan antara yang pro maupun kontra antara pelaku manajerial dan yang kritis memang selalu bertolak belakang namun bukan berarti tidak ada titik temunnya. Apabila tidak ada titik temunya maka akan mengarah pada konflik fisik atau peperangan.Â
Maka pentingnya memberikan tata kelola dalam check and balances. Cakrawal berpikir juga akan mempengaruhi kualitas dalam membangun sikap oposan tersebut. Intinya berbeda pendapat itu jangan asal ngomong di depan public seolah mencari perhatian. Itulah yang seringkali memancing para pelaku manajerial cenderung kurang sreg dengan pihak yang mengkritisi karena sejak awal tidak terlibat sama sekali.
Gejala budaya nepotis dalam panggung kepemimpinan yang makin kuat. Bagaikan menguatkan simbol-simbol politik dinasti yang turun temurun berbagi  kekuasaan. Sejarah masa lalu pemerintahan kerajaan Karena tidak ada peran oposan dalam gerak politiknya yang timbul adalah kerajaan baru yang menggantikan kerajaan lama. Itulah contoh bahwa dinamika kehidupan baik dunia politik maupun tidak  selalu membutuhkan control.Â
Karena dengan mekanisme control yang baik akan makin meningkatkan kualitas kerja. Itu jika berhadapan dengan dunia kerja profesional yang sudah terjamin kesejahteraannya.sebaliknya dalam dunia kekuasaan siapapun pasti menginginkan sebuah kekuasaan namun yang terpenting jangan sampai ada kekuasaan absolut yang menjadikan rezim otoriter.Â
Secara kelembagaan di negeri ini sudah ada lembaga yang di atur sedemikian rupa seperti eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Untuk memperkuat kualitas control juga dibutuhkan peran media dan para pakar yang menilai persoalan tersebut secara obyektif.
Batasan-batasan kekuasaan yang berpotensi untuk berubah seperti masa jabatan kekuasaan juga membutuhkan pertimbangan dari aspek lainnya yang itu membutuhkan analisa seorang pakar independen yang memiliki bobot akademis. Di samping itu kualitas ketokohan seseorang yang tidak tertampung dalam lembaga negara juga perlu di berdayakan sebagai alat control  dalam penyelenggaraan negara karena pola pikirnya yang lebih mendalam dalam menghadapi persoalan bangsa dan negara.Â
Intinya menghadapi berbagai kritik entah itu karena kepentingan atau karena panggilan kritis bukan berarti harus memberikan saling meyikut sehingga terkesan anti kritik tapi ada ruang-ruang untuk saling memahami Antara sebuah legitimisi seperti pemerintahan yang sah dan terpilih dengan tokoh di luar yang juga paham situasi kebangsaan sebagai wujud saling mencintai negeri ini. (Syahirul Alem, Pustakawan SMP Muhammadiyah 1 Kudus)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H