Mohon tunggu...
SYAHIRUL ALEM
SYAHIRUL ALEM Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan & Owner El-Tsa Collection

hobi Menulis & Berkebun Profesi Pustakawan dan Owner El-Tsa Collection

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah "Si Dungu" Berganti Otak

7 Februari 2024   10:43 Diperbarui: 7 Februari 2024   11:00 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alif adalah anak yang lahir dari keluarga sederhana, dia adalah anak pertama dari tiga saudaranya. Ayah ibunya adalah penjual sembako di sebuah kios pasar tradisional.

Keluarga Alif adalah keluarga yang taat dalam beragama. Ayah ibunya selalu menuntut Alif dan adik-adikya rajin beribadah dan mengaji, hanya sebatas itu yang Alif ketahui dari perintah kedua orang tuanya. Tidak terlintas dalam pikiran Alif kalau besar mau jadi apa, bagi Alif hidup adalah bermain.

Saat di sekolah yang terlintas dalam pikiran Alif adalah saat istirahat, selain berdesak desakan di kantin juga bermain di halaman sekolahnya yamg lumayan luas. Alif suka mainan seperti Betengan, Petak Umpet.

Minat Alif untuk bermain hampir sepanjang waktu, pulang sekolah ganti baju langsung bermain lagi sampai sore hari hingga malam hari tinggal capeknya saja. Bermain sama anak sekampung teman sebayanya terasa asyik, apalagi kalau lagi musim mainan tertentu seperti laying-layang, main kelereng. Hari demi hari terasa terbawa mainan tersebut, di sekolah yang dia ingat adalah mainannya. Hingga tidak jarang di sekolah Alif sering kena marah gurunya karena kurang memperhatikan. Semua pelajaran yang diberikan gurunya terasa lewat begitu saja di hadapan Alif.

Hingga suatu kejadian ketika Guru Bahasa Indonesia meminta siswa kelas 1 membaca di depan dengan keras, beberapa anak yang tidak bisa membaca harus berdiri di depan. Tibalah giliran Alif di panggil oleh sang guru"

Alif Setiawan, maju membaca". Panggil Gurunya,  Bu Zul namanya.

Mendengar panggilan tersebut, Alif segera maju ke depan. Sampai depan Alif berdiri tegap disamping Bu Zul, buku Bahasa Indonesia di buka sambil menutupi wajahnya. Mulutnya komat-kamit dengan suara yang nyaris tidak terdengar.

Alif, baca dengan keras!" perintah Bu Zul

Karena Alif belum bisa membaca tetap saja mulutnya komat-kamit.

Akhirnya Bu Zul meminta Alif berdiri karena tidak bisa membaca. Kemudian dipanggilnya Devi maju membaca menggantikan Alif.

Devi membaca dengan suara keras dan lantang terdengar dengan jelas oleh Alif dan 2 orang temannya yang berdiri di depan.

Selesai membaca Devi kembali duduk di bangkunya. Bu Zul akhirnya memanggil Alif dan 2 orang temannya.

"Kalian bertiga,  minggu depan harus sudah bisa membaca. Temenmu tadi sudah bisa membaca dengan lancar, kalian harus malu sudah hamper naik ke kelas 2 tidak bisa membaca. Kalian bisa tidak naik kelas". Dengan nada tinggi, Bu Zul menasehati Alif dan 2 orang temannya.

Mengingat kesehariannya kedua orang tua Alif sibuk berdagang, maklum sebagai pedagang sembako harus tiap hari membuka kiosnya, kalau tidak begitu bisa ditinggal pelangganya. Sehingga Alif harus belajar sendiri. Alif hanya sebatas mengenal huruf tapi tidak bisa membacanya.

Pada suatu Malam, Alif duduk di bawah lampu ruangan tamu. Di bukanya buku Bahasa Indonesia lembar per lembar,  mulanya yang ia lihat adalah gambarnya. Karena  Alif tidak bisa membaca  maka yang ia lihat adalah gambarnya.  Hati dan pikiran Alif terbagi antar Devi dan Bu Zul.

Alif merasa malu karena kalah sama Devi, karena Devi adalah tetangga dan teman sepermainannya,  serta takut di marahi Bu Zul lagi. Ketika membuka halaman yang ia disuruh membaca oleh Bu Zul, Alif teringat betul suara-suara Devi membaca buku Bahasa Indonesia tersebut, rupanya otak Alif merekam suara Devi. Tanpa sadar Alif menirukanya. Akhirnya Alif bisa membaca lancar tanpa harus mengejanya. Padahal Alif sebelumnya tidak bisa membacanya, begitu responsifnya otak Si Alif.

Minggu Depan tibalah pelajaran Bahasa Indonesia, Bu Zul menyuruh tiga orang yang minggu lalu tidak bisa membaca. Di suruhlah 2 Orang teman Alif terlebih dahulu ternyata masih sama tidak bisa membaca, Bu Zul pun masih marah kepada keduanya karena tidak mau belajar.

Dengan nada tinggi di suruhlah Alif maju ke depan, mungkin dikira Alif pun sama tidak bisa membaca.

Alif pun berdiri di depan, kali ini buku Bahasa Indonesia yang ia baca agak berjarak tidak menutupi wajahnya seperti minggu lalu. Di bacanya buku Bahasa Indonesia dengan keras dan lancar.

Mendengar Alif membaca lancar, wajah Bu Zul kelihatan sumringah.

"Bagus, Alif dengan siapa kamu belajar"

"dengan orang tua, bu". Ucap Alif . karena Alif tahu kalau dia mengaku belajar  sendiri pasti Bu Zul tidak percaya.

Akhirnya 2 orang yang berdiri di suruh duduk karena Bu Zul merasa bahagia terhadap Alif.

Saat pelajaran Bahasa Indonesia, Bu Zul merasa enteng menerangkan materi pelajarannya karena merasa sukses dengan kemajuan anak didiknya terutama Alif.

Setelah bisa membaca Alif makin mengerti tujuan bersekolah yaitu pandai membaca dan menulis padahal sebelumnya setiap berangkat di sekolah dalam pikirannya adalah teman, uang jajan dan bermain.

Saat semester satu lalu, nilai raport Alif banyak yang merah karena tidak bisa membaca.

Oleh orang tuanya, Alif disekolahkan di Madrasah Ibtidaiyah dekat rumahnya, dalam pelajaran agama, Sang Guru juga menyuruh muridnya untuk menghafal. Alif lagi-lagi  masih belum pandai dalam menghafal. Saat  pelajaran Agama, Alif diminta untuk menghafal doa Iftitah oleh gurunya, Alif tidak bisa menghafalnya. Akhirnya Guru Agama memakluminya, kemudian Alif di minta untuk menirukan ucapan gurunya.

Karena Alif karakternya dungu walaupun di pandu tetap saja Alif lupa, doa tersebut sampai diulang-ulang 15 kali Alifpun belum juga hafal. Padahal guru Agama tidak menyuruh Alif menghafal sampai tuntas hanya beberapa lafal, Alif pun masih belum bisa.

Sang guru agama merasa capek sendiri, karena kedunguan Alif padahal temenya diulang 5 Kali sudah mampu menghafal. Minggu depan Alif diberi tugas untuk menghafal kembali doa Iftitah. Tanpa disadari di balik kedunguan si Alif ternyata otak Alif merekam nada gurunya yang memadunya menghafal doa Iftitah, agak kerasa dan penuh kekesalan karena Alif tidak bisa menghafalnya walaupun diulang ulang 15 kali.

Ketika di rumah Alif belajar menghafalkannya, saat menghafal Alif teringat kata-kata guru agama tersebut. Rupanya Alif cepat menghafalnya, sebenarnya Alif sudah bisa membaca huruf arab sebelum masuk bangku SD karena orang tuanya rajin mengajarinya membaca Alquran.

Satu minggu kemudian Alif meminta ibunya untuk mengetes hafalannya ternyata Alif mampu menghafalkannya dengan lancar seperti Guru agama memandunya. Luar biasa otak si Alif mampu merespon dengan baik.

Esok harinya saat pelajaran agama, Alif kembali maju kedepan.

Dengan penuh percaya diri Alif mampu menghafal do'a Iftitah dengan lancar dan baik.

Guru agama Alif pun tersenyum dengan nada memuji penuh rasa salut rasanya seperti menyesal memarahi Alif minggu yang lalu.

Menjelang kenaikan kelas, Alif sudah mampu membaca dan menghafal dengan lancar.

Hasilnya saat raport kenaikan kelas nilai Alif hijau semua. Rangking Alif yang termasuk paling buncit pada semester satu berubah yang paling baik diantara anak laki laki dikelasnya.

Sedangkan rangking terbaik masih di pegang anak perempuan.

Bagi Alif pribadi ini merupakan suatu lompatan garis takdir yaitu kedunguan berubah menjadi kecerdasan. Suatu perubahan yang begitu cepat tidak seperti anak pada umumnya yang belajar membaca dan menghafal secara bertahap, lebih tepatnya Alif adalah "si dungu" yang berganti otak. (Syahirul Alem, Pustakawan SMP Muhammadiyah 1 Kudus)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun