Mohon tunggu...
Citra Farand Mahardika
Citra Farand Mahardika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Jakarta

Saat ini saya sedang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelecehan Seksual pada Mahasiswa UNRI dalam Teori Sosiologi

17 Desember 2022   15:51 Diperbarui: 17 Desember 2022   15:57 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

B. METODE PENELITIAN 

Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah desk study, desk study adalah pengumpulan data dan informasi melalui pemeriksaan dan analisis data dan informasi yang berkaitan dengan topik studi penelitian. Data yang digunakan adalah secondary data, yang berarti penulis menyusun jurnal ini menggunakan data yang sudah ada sebelumnya atau penelitian terdahulu. Secondary data yang dipakai penulis adalah ; Pertama, Sumber data pemerintah. Kedua, Web Scrapping. Ketiga, Jurnal ilmiah. Keempat. Buku Teori Sosiologi 

C. PEMBAHASAN 

Pelecehan Seksual di perguruan tinggi merupakan hal yang sering terjadi di dalam ruang lingkup pendidikan, Kejahatan seksual ini menyebabkan citra perguruan tinggi yang seharusnya menjadi tempat untuk belajar dan berekspresi malah dianggap sebagai tempat yang menyeramkan, Hal ini membuat menteri pendidikan kita membuat/mengesahkan peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud) Republik Indonesia Nomor 30 tentang pencegahan dan penanganan di tingkat perguruan tinggi yang di sahkan pada tanggal 31 Agustus 2021. Namun pada kenyataannya pada tanggal 27 November 2021 terdapat kasus pelecehan seksual yang viral di media sosial, pelecehan seksual dilakukan oleh Dekan Universitas Riau terhadap mahasiswi yang sekaligus saat itu menjadi Dosen pembimbingnya. Kasus ini tercuat karena korban melaporkan kasus ini dengan mengupload video yang berisi pernyataan bahwa dirinya di lecehkan saat sedang melakukan bimbingan proposal di kampus. Hal ini membuat mahasiswa Universitas Riau menggelar aksi demo didepan kantor rector Universitas Riau dengan tuntutan agar Dekan tersebut mengakui kejahatannya dan menerima segala sanksi yang akan diberikan. Namun setelah merasa tersudutkan, Dekan yang bernama Syafri Harto angkat bicara atas "tuduhan" yang diterima nya, dengan menuntut balik mahasiswi yang sudah menuding Syafri Harto melakukan pelecehan seksual dengan tuntutan 10 Miliar Rupiah. Hal ini membuat kasus tersebut berlanjut sampai ke jalur hukum, dengan berbagai macam sidang dan rekontruksi ulang kejadian, pada akhirnya Syafri Harto ditetapkan menjadi tersangka. Namun pada tanggal 30 Maret 2022 Hakim PN Pekanbaru memutuskan vonis bebas tak bersalah karena kurangnya bukti yang diberikan. Pelecehan seksual secara privat ini memang sangat sulit untuk mendapatkan saksi, karena kejadian asusila tersebut dilakukan ketika korban dan pelaku berada di ruang tertutup karena ingin melakukan bimbingan skripsi. Dengan pelaku dinyatakan bebas bersalah ini akan mengakibatkan adanya post traumatic stress disorder (PTSD) bagi korban, serta akan membungkam korban-korban pelecehan seksual (sexual harassment) lainnya yang berada di lingkungan kampus. Efek yang akan dirasakan dari korban pelecehan seksual di kampus adalah menurunnya tingkat keaktifan belajar, kehilangan fokus, bahkan malu untuk berinteraksi dan melanjutkan pembelajarannya yang mengakibatkan korban menjadi terhambat dalam menyelesaikan studinya Untuk itu individu harus mengetahui tindakan-tindakan yang menjurus kepada perilaku asusila agar kampus kita dapat menjadi tempat belajar yang aman dan nyaman bagi perempuan, berikut Universitas Indonesia dalam buku saku SOP pelecehan seksual point 2.4 mengkategorikan tindakan yang menuju pada pelecehan seksual, yaitu ; * Melirik atau menatap dengan terus menerus seseorang yang berada pada ruangan yang sama sehingga menimbulkan ketidaknyamanan pada diri orang tersebut. * Komunikasi seksual yang cabul di media sosial, termasuk di dalamnya mengirimkan kalimat bernada seksual, foto diri ataupun orang lain yang menunjukkan ketelanjangan. * mengikuti terus-menerus atau menguntit * Undangan, panggilan telepon, atau email yang diterima secara terusmenerus dan tidak diinginkan oleh korban. * Mengirim email atau pesan teks yang eksplisit mengandung pesan berbau seksual atau mengandung kata-kata intimidatif secara seksual * Kata-kata sugestif yang diucapkan secara verbal, gerakan tubuh atau suara yang mengandung ajakan atau mencerminkan hasrat seksual yang ditujukan kepada korban. * Deklarasi kasih sayang atau pendekatan kasih sayang yang berkelanjutan yang tidak diinginkan, termasuk pemberian hadiah atau penggunaan materi sugestif secara seksual dari sistem komputer Universitas maupun dari komputer pribadi pelaku. * Eksibisionisme atau perilaku memamerkan alat kelamin di lingkungan kampus * Perilaku yang tidak disukai atau kontak yang bersifat seksual yang menyinggung, mengintimidasi, mempermalukan atau mempermalukan seseorang * Sentuhan fisik atau keakraban yang tidak disukai, termasuk dengan sengaja menyikut seseorang pada bagian tubuh tertentu terutama dada/payudara dan sisi tubuh, menepuk pantat, kontak terhadap alat kelamin, pundak, mencium dan berpelukan, menyentuh bibir atau tangan, di mana seluruh perbuatan itu dilakukan tanpa persetujuan korban. Hal ini harus menjadi perhatian bagi seluruh masyarakat yang ada di perguruan tinggi, mengingat pelecehan seksual cakupannya sangat luas dan dapat dilakukan oleh siapapun, tidak dipungkiri tenaga pengajar,staff,satpam, teman, dan masyarakat lain yang berada di kampus dapat melakukan tindak kejahatan seksual. Institusi perguruan tinggi harus mengambil langkah tegas untuk membantu pemerintah mengimplimentasikan peraturan yang sudah di sahkan (permendikbud nomor 30 tahun 2021). Agar kejahatan seksual di lingkungan kampus dapat berkurang dan pelaku tidak dapat melakukan aksinya karena merasa diawasi. 

D. Analisis Teori Sosiologi 

d.1 Teori Konflik Dahrendorf 

Ralf Dahrendorf adalah sosiolog asal Jerman yang lahir pada tahun 1929. Dahrendorf merupakan sarjana Eropa yang sangat memahami teori Marxian, namun terdapat cerminan teori fungsionalisme struktural pada ujung teori konfliknya. Dalam teorinya, dahrendorf menyebutkan bahwa Otoritas dalam setiap asosiasi bersifat dikotomi; karena itu ada dua, hanya ada dua, kelompok konflik yang dapat dibentuk di dalam setiap asosiasi. Kelompok yang memegang posisi otoritas dan kelompok subordinat yang mempunyai kepentingan tertentu "yang arah dan substansinya saling bertentangan". Di dalam setiap asosiasi, orang yang berada pada posisi dominan berupaya mempertahankan status quo, sedangkan orang yang berada pada posisi subordinat berupaya mengadakan perubahan. Dalam hal ini dapat kita analisis kasus pelecehan seksual di Universitas Riau bahwa korban berinisial L sebagai individu yang berada dalam posisi subordinat yang berupaya untuk mengadakan perubahan, L sudah berusaha untuk memberikan perlawanan dengan membuat video pernyataan bahwa dirinya di lecehkan oleh individu di posisi dominan (dalam kasus ini adalah Syafri Harto) sebagai dekan yang berusaha mempertahankan posisi quo nya dengan mengajukan tuntutan balik agar status dan kekuasaannya dapat bertahan sehingga Syafri Harto tetap berada pada posisi dominan (sebagai dekan). 

d.2 Teori Kekuasaan Foucault 

Michel Foucault lahir di perancis pada tahun 1926, Foucault merupakan filsuf asal perancis yang karya-karya nya menunjukan bahwa persoalan kekuasaan adalah pokok kajian dari karir intelektualnya. Menurut Foucault kekuasaan harus dipandang sebagai relasi-relasi yang beragam dan tersebar seperti jaringan dan mempunyai ruang lingkup strategis. Dengan demikian, kekuasaan berarti bentuk relasi kekuatan yang imanen dalam ruang dimana kekuasaan itu beroperasi. Kekuasaan harus dipahami sebagai sesuatu yang melanggengkan relasi, maksudnya dimana ada kekuasaan disitu harus terdapat relasi agar kekuasaan dapat beroperasi, begitu juga sebaliknya. Dalam kasus diatas dosen pembimbing merupakan pihak yang berkuasa atas segalanya, dan korban adalah pihak yang tidak berdaya karena skripsi korban bergantung kepada pelaku. Terlepas dari adanya kekuasaan sebagai dosen pembimbing Syafri Harto juga mempunyai kekuasaan atas relasi dirinya sebagai dekan Universitas Riau, dirinya diuntungkan karena mempunyai relasi yang membentuk sebuah kekuatan atas kekuasaannya, ketika kasus naik ke jalur hukum, Syafri Harto diuntungkan karena mempunyai relasi dari pihak terkait, seperti kepolisian, media, JPU, dan aparat lainnya, karena adanya relasi membuat pihak terkait memudahkan Syafri Harto dalam menuntaskan kasusnya tersebut. 

E. Kesimpulan

Pelecehan seksual merupakan tindak kejahatan yang harus lebih diperhatikan baik itu dalam ruang publik maupun ruang privat, kejahatan ini harus menjadi perhatian bagi setiap individu agar para pelaku sexual harassment tidak memiliki ruang untuk berbuat hal yang dapat merugikan orang lain. Sosialisasi dan edukasi seksual juga harus dilakukan agar individu dapat membedakan perlakuan yang menyimpang terhadap individu lain Pelecehan seksual bersifat verbal dan non verbal, kebanyakan dari masyarakat Indonesia masih belum menyadari bahwa menatap, menggoda, bersiul, adalah tindak pelecehan yang bersifat verbal, apabila tindakan yang dilakukan sudah bersifat memaksa, menyentuh, dan mengancam maka pelecehan tersebut bersifat non verbal, pelecehan non verbal ini kebanyakan menyebabkan korbannya mengalami post traumatic stress disorder (PTSD). Institusi pendidikan yang menjadi perhatian masyarakat saat ini karena meningkatnya kasus pelecehan seksual di perguruan tinggi harus mengambil sikap tegas untuk mengeluarkan aturan mengenai kejahatan seksual, agar masyarakat tidak lagi berspekulasi bahwa perguruan tinggi merupakan tempat menyeramkan karena banyaknya penjahat kelamin yang tidak dapat dibenahi secara transparan Ciri ilmu pengetahuan sosiologi dalah non etis, kami tidak menilai sesuatu berdasarkan benar atau salah nya suatu permasalahan. Oleh karena itu dapat kita ketahui bahwa pelaku kejahatan seksual dapat melakukan kejahatannya karena ada faktor kelas dominan dan adanya faktor dari relasi kekuasaan. Pelaku kejahatan seksual ini merasa dirinya sebagai individu dominan sehingga pelaku dengan mudah melakukan tindakan yang bersifat diskriminasi terhadap individu lain. Jurnal Penelitin Sosiologi 2022 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun