Pada 1 Januari 2025, pemerintah Indonesia akan mulai memberlakukan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat penerimaan negara, menjaga stabilitas fiskal, serta mendukung pembangunan berkelanjutan. Namun, dampak kebijakan ini diproyeksikan meluas, baik bagi sektor bisnis, masyarakat, maupun pemerintah, sehingga memunculkan tantangan dan peluang baru yang perlu dikelola dengan bijak.
Dampak terhadap Berbagai Sektor
1. Pelaporan Keuangan
Kenaikan tarif PPN membawa perubahan signifikan dalam pelaporan keuangan perusahaan. Berdasarkan teori Positive Accounting Theory (PAT), perusahaan harus mengubah pencatatan PPN masukan dan keluaran pada laporan keuangan agar sesuai dengan regulasi baru. Proses ini membutuhkan pembaruan teknologi akuntansi dan pelatihan staf yang intensif.
Perusahaan besar cenderung lebih siap menghadapi perubahan ini karena memiliki sumber daya yang memadai, termasuk teknologi canggih dan tenaga ahli. Namun, tantangan lebih besar dihadapi oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang seringkali terkendala sumber daya finansial dan teknis. UMKM menghadapi risiko kesalahan pelaporan pajak akibat kurangnya pemahaman terhadap regulasi baru, yang dapat berdampak pada keberlanjutan bisnis mereka.
2. Kepatuhan Pajak
Sektor UMKM menjadi yang paling rentan terhadap kebijakan ini. Berdasarkan penelitian, tantangan utama UMKM meliputi:
- Keterbatasan Infrastruktur Teknologi: Banyak UMKM di daerah terpencil belum memiliki akses stabil ke internet, yang merupakan prasyarat untuk menggunakan sistem e-faktur.
- Minimnya Pengetahuan Perpajakan: Banyak pelaku UMKM belum memahami detail regulasi PPN 12%, sehingga kesulitan mematuhi aturan baru.
- Biaya Implementasi Teknologi: Sistem digital seperti e-faktur membutuhkan investasi awal yang cukup besar, yang sulit dijangkau UMKM.
- Keterbatasan Sumber Daya Manusia: Tidak adanya staf khusus perpajakan sering kali membuat pemilik usaha terbebani dengan tanggung jawab tambahan.
3. Teknologi sebagai Solusi
Digitalisasi perpajakan, seperti penerapan e-faktur dan cloud accounting, menjadi kunci dalam implementasi kebijakan ini. Teknologi memungkinkan pelaporan pajak lebih transparan dan efisien. Namun, adopsi teknologi ini membutuhkan investasi signifikan, terutama bagi UMKM yang terbatas secara finansial dan teknis.
Perusahaan besar umumnya lebih cepat mengadopsi teknologi ini, sementara UMKM memerlukan dukungan berupa subsidi perangkat lunak atau pelatihan. Pemerintah diharapkan dapat membantu mempercepat adopsi teknologi melalui subsidi teknologi dan peningkatan infrastruktur digital, terutama di daerah pedesaan.