Membicarakan atau berdiskusi mengenai adanya pembuatan maupun perubahan terhadap undang-undang yang dilakukan di DPR RI memang selalu menjadi topik pembicaraan yang menarik. Bagaimana tidak? Setiap Undang-Undang yang dibentuk telah melalui tahap-tahapan yang terbilang tidaklah sebentar, di dalam prosesnya terlibat beberapa argumentasi-argumentasi yang dilontarkan oleh para anggota dewan yang nantinya akan dijadikan bahan kajian lanjutan oleh tenaga ahli baik yang dimiliki oleh anggota, fraksi, maupun alat kelengkapan dewan. Namun seiring berjalannya waktu Undang-Undang yang telah disahkan tidak lepas dari apa yang dinamakan revisi, tak terkecuali undang undang tentang MD3 ini.
Tepat tanggal 5 Desember 2014 telah dilakukan Rapat Panitia Kerja RUU tentang MD3 yang mana rapat diketuai oleh Fadlizon, S.S., M.S dalam rapat tersebut dipilih para pimpinan pansus diantaranya Ketua bapak Saan Mustofa dari Fraksi Partai Demokrat, Wakil Ketua oleh Bapak Arif Wibowo dari Fraksi PDI-P, bapak H Epyarfi Asda, M.Mar dari fraksi PPP, dan bapak Ir H Ahmad Riza Patria, M.B.A dari Fraksi Gerindra. Kemudian setelah para pimpinan pansus terpilih, rapat dilanjutkan dengan dipimpin oleh bapak Saan Mustofa. Selanjutnya ketua rapat menjelaskan pokok-pokok materi yang akan dibahas dalam RUU Perubahan MD3 ini diantaranya:
a. Penghapusan ketentuan mengenai penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan dalam undang-undang MD3 kepada
(a) Pejabat Negara atau Pejabat Pemerintah yang mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi DPR, dan permintaan DPR kepada presiden untuk menjatuhkan sanksi adminstratif kepada pejabat Negara atau pejabat pemerintah tersebut serta permintaan DPR bkepada innstansi yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi kepada Badan Hukum atau warga Negara mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi DPR.
(b) Pejabat Negara dan Pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan keputusan dan atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerjaa gabungan komisi dan pemerintah dan permintaan DPR kepada presiden untuk menjatuhkan sanksi administrative kepada pejabat Negara dan Pejabat pemerintah tersebut, serta permintaan DPR kepada instansi yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi kepada badan hukum atau warga Negara yang tidak melaksanakan putusan dan atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi. Penghapusan ketentuan tersebut tetap tiidak menghapuskan hak DPR untuk tetap melaksanakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota untuk melaksanakan hak mengajukan pertanyaan.
b. Penambahan jumlah wakil ketua komisi, badan legislasi, badan anggaran, badan kerjasama antar parlemen, mahkamah kehormatan dewan, dan badan urusan rumah tagga sebanyak 1 orang.
Berdasarkan hal tersebut maka ada beberapa pasal-pasal yang akan diubah, adapun pasal-pasal yang diubah adalah pasal 74 yang mana ayat (3) (4) (5) (6) dihapus, pasal 97 ayat (2) , pasal 98 , pasal 104 ayat (2), pasal 109 ayat (2), pasal 121 ayat (2), pasal 152 ayat (2), disisipkan pasal antara 425 dan 426 yaitu pasal 425A. Patut diapresiasi bahwa rapat ini menghasilkan sejarah baru karena pembahasan pansus, panja, Timus, Timsin, pembahasan tingkat pertama selesai dalam satu hari.
Seiring berjalannya waktu, pada rapat paripurna DPR RI tanggal 24 Januari 2017 yang dipimpin oleh pak fakhri hamzah telah disahkannya UU MD3 ini menjadi RUU Usul inisiatif DPR yang mana ini artinya akan ada beberapa perubahan kembali terhadap Undang-Undang MD3. Pengesahan ini merupakan tindak lanjut atas pelaksanaan harmonisasi perubahan terbatas UU MD3 di badan legislasi DPR RI tanggal 21 Desember 2016, yang sedikit kita dapat memberikan apresiasi adalah karena para anggota yang menjadi anggota badan legislasi melakukan rapat ini pada masa reses, dan juga jumlah anggota yang hadir dalam rapat tersebut hamper memenuhi seluruh jumlah kursi anggota badan legislasi.
Rapat pada tanggal 21 Desember 2016 tersebut dipimpin oleh pak SUPRATMAN ANDI AGTAS, S.H., M.H. dengan agenda mendengarkan paparan tenaga ahli atas hasil kajian pengharmonisasian pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Untuk fraksi yang pertama yang menyampaikan pendapatnya adalah fraksi PDI-P yang diwakili oleh Rieke Dyah Pitaloka, adapun pemaparannya adalah sebagai berikut:
“kami dari fraksi PDI perjuangan mengapresiasi dan terima kasih atas agenda hari ini. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan mengenai pentingnya perubahan kedua atas UU Nomor 17 Tahun 2014 kami melihat dari sisi kepemimpinan kolektif dan kepemimpinan kolegial dan kami sampaikan secara lengkap di dalam draf naskah akademik yang telah kami sampaikan pada sekretariat baleg. Dan kami melihat memang ada persoalan kolektif kolegial dan asas proporsional yang juga terkait dengan bagaimana pemenangan suatu partai di dalam pemilu legislative dan kami mengambil pemikiran dari beberapa teori yang telah kami sajikan di dalam naskah akademik diantaranya yang disampaikan oleh Stephen Robin ini mengenai definisi kepemimpinan the ability to influence a group toward achievement of goals dan kemudian juga dari beeberapa pemikir lainnya dan kami melihat bahwa Walter John Raymond juga bebrbicara tentang kepemimpinan kolektif yang merupakan suatu penyelenggaraan pemerintahan dijalankan oleh lebih dari satu orang ini dibutuhkan untuk menyusun dan menetapkan perundang-undangan dan setiap kebijakan yang dilakukan secara kolegial dan seterusnya.
Sehingga dalam kesempatan ini kami dari fraksi PDI Perjuangan mohon agar disepakati perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 meliputi pasal 15 ayat (1) pimpinan MPR terdiri atas satu orang ketua dan empat orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR menjadi pimpinan MPR terdiri atas satu orang ketua dan empat dan lima wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR. perubahan kedua yaitu pada pasal 28 ayat (1) bahwa pimpinan DPR terdiri atas satu orang ketua dan empat orang wakil ketua dari dan oleh anggota DPR menjadi pimpinan DPR terdiri atas satu orang ketua dan lima orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPR pada kesempatan ini kami juga memberikan dukungan kepada perubahan pasal 121 ayat (2) ini terkait komposisi jumlah kepemimpinan MKD sebelumnya wakil pimpinan paling banyak tiga menjadi paling banyak empat orang demikian kiranya yang bisa kami sampaikan.”